Penutupan Merdeka Walk Harus Tunggu Walikota Medan

KANALMEDAN – Ketua Komisi C DPRD Medan, Boydo HK Panjaitan mengatakan, perubahan lahan Merdeka Walk menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) seperti yang disampaikan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi harus menunggu petunjuk dari Walikota Medan. Pasalnya, lahan yang saat ini menjadi pusat kuliner itu merupakan otonomi daerah Kota Medan. Selain itu, Pemko Medan dan pihak ketiga masih memperpanjang kontraknya.

“Kafe segala macam itu enggak masalah, itu menguntungkan kita tapi penataannya atau mengembalikan fungsinya sebagai RTH juga perlu,” ungkap Boydo kepada wartawan, Rabu (13/2/2019).

Kota Medan, kata Boydo, harus mencontoh Singapura yang berhasil menata RTH-nya dengan baik. Dari udara, taman akan terlihat hijau. Namun ternyata, di sekitarnya ada bangunan yang luar biasa dan bahkan ada mal.

“Jadi kita juga harus berpikir untuk kota-kota metropolitan dan kota maju seperti Kota Medan, apalagi menambah PAD dan menambah perekonomian di kota itu sendiri. Merdeka Walk sangat baik untuk meningkatkan perekonomian seperti restoran, kuliner. Apa yang dilakuan di Merdeka Walk itu memang harus ditata supaya tidak mengesampingkan RTH,” urainya.

Disebutkannya, Singapura saat ini ada sebagian bangunannya dibangun di bawah tanah demi mengedepankan RTH. Sehingga, konsep tersebut perlu ditiru untuk menata Merdeka Walk lebih baik. “Jadi perlu memang penataan ulang terhadap desain Merdeka Walk itu, tapi tujuan untuk mendapatkan PAD dan sebagai pusat untuk wisata kuliner,” urainya.

Boydo juga tidak menampik, bila Merdeka Walk telah menjadi salah satu tujuan wisata lokal dan domestik. Diharapkan, wisatawan mancanegara juga demikian untuk menghabiskan uangnya, sehingga menjadi pemasukan bagi Kota Medan.

Lebih lanjut ia mengatakan, MoU yang dilakukan bersama pihak ketiga masih berjalan. Untuk itu, hanya kebijakan Walikota Medan yang bisa mengatur hal tersebut dan dibicarakan dengan pihak-pihak lain. Sebab jika kebijakan sepihak, Pemko Medan bisa dituntut pihak ketiga.

“Ini kan sebenarnya otonomi daerah ya. Kita ada kebijakan dari Walikota dan Pemko yang mengatur terhadap itu. Kita kan ada juga MoU dengan pihak-pihak lain terkait Merdeka Walk. Kan tidak bisa sembarangan dan serta-merta. Ini kan bukan komando seperti di militer. Jadi enggak bisa secara perintah seperti itu. Kita punya Perda yang mengatur dan kita punya kebijakan wali kota yang bisa mengatur sesuatu apabila ketentuan ketentuan tidak dilanggar,” tegasnya.

Sementara, pengamat lingkungan, Jaya Arjuna sependapat dengan Boydo. Menurut Jaya, memang perlu dibangun di bawah tanah untuk dijadikan pusat bisnis. Sedangkan lahan yang sekarang ditempati Merdeka Walk, dikembalikan fungsinya jadi RTH. “Saya setuju itu jadi RTH, karena Lapangan Merdeka memiliki nilai sejarah dan ada pohon-pohon besar yang terbatas ruang geraknya dengan keberadaan Merdeka Walk,” sebutnya.

Ia menyatakan, pengembalian fungsi RTH jangan sekedar wacana saja tapi segera direalisasikan. Sebab, khawatir pohon berukuran besar tumbang kembali dan menelan korban luka lantaran terbatas ruang geraknya. (NAS)

 

 

Print Friendly