20 Guru Besar UINSU Dikukuhkan, Prof Nurhayati: Fikih Integratif, Perpaduan Agama dan Ilmu Kesehatan untuk Kesejahteraan

KANALMEDAN – Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan di penghujung 2023 ini mendapat kado istimewa dengan mengukuhkan 20 guru besar di berbagai disiplin ilmu, di antaranya yang dikukuhkan ialah Rektor Prof Dr Nurhayati, MAg.

Pengukuhan dan pelantikan guru besar tersebut digelar di Gelanggang Mahasiswa kampus I Jalan IAIN Ujung, Medan, Senin (11/12) pagi. Pengukuhan dibagi dua sesi, yakni 10 guru besar dikukuhkan pada Senin (11/12) dan sesi dua 10 guru besar pada Selasa (12/12).

Pengukuhan ini dimulai dengan pembukaan Sidang Senat Akademik UINSU Terbuka dengan agenda tunggal pengukuhan para guru besar dipimpin Ketua Senat Akademik UINSU Prof Dr Pagar Hasibuan, MAg. Dilanjutkan dengan pembacaaan surat keputusan terkait pengukuhan guru besar tersebut dari Menteri Agama dibawakan Sekretaris Senat Akademik Prof Dr Amiruddin Siahaan, MPd.

Acara dilanjutkan dengan pidato pengukuhan dibawakan masing-masing guru besar yang dikukuhkan. Pertama dibawakan Prof Nurhayati yang saat ini juga menjabat Rektor UINSU Medan periode 2023-2027. Prof Nurhayati ditetapkan sebagai guru besar berdasarkan Keputusan Menteri Agama (Menag) Nomor: 061586/B.II/3/2021 tentang kenaikan jabatan akademik fungsional dosen.

Pidato pengukuhannya diawali dengan pemutaran video profil Prof Nurhayati yang merupakan putri kelahiran Tanjungpura Kabupaten Langkat. Anak kedua dari enam bersaudara dan putri dari ayahanda Naharuddin dan ibunda Ramlah ini merupakan rektor perempuan pertama di UINSU Medan, berkat kerja keras dan perjuangannya serta kecintaannya terhadap dunia akademis ini mengantarkannya pada pencapaian hari ini. Prof Nurhayati juga merupakan istri dari alm Prof Dr Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA yang juga pernah menjabat sebagai Rektor UINSU Medan, yang memimpin tranformasi dari IAIN menuju UINSU Medan.

“Ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa bagi saya, karena saya salah satu dari 15 orang lainnya yang memperoleh gelar guru besarnya yang kami kelompok pertama proses guru besarnya itu berada di bawah naungan Kementerian Agama. Terima kasih yang luar biasa kepada Gus Men dan tim hebatnya, agar guru besar yang berbasis agama ini tidak di bawah Kemendikbud tapi di bawah naungan Kementerian Agama. Akhirnya pada 21 Desember 2021, saya memperoleh gelar guru besar saya,” ujar rektor.

Dalam pidato pengukuhannya, Prof Nurhayati menyampaikan orasi ilmiah terkait ‘Menggagas fikih integratif, integrasi agama dan ilmu kesehatan untuk masyarakat sejahtera’. Ia menjelaskan, diskursus tentang dikotomi atau pemisahan ilmu umum dan ilmu agama merupakan isu yang santer dibahas di kalangan cendekiawan saat ini. Padahal, pada era klasik, para tokoh dan ulama memadukan ilmu yang integratif antara ilmu agama dan sains. Sains Islam menunjukkan para tokohnya dahulu memahami ilmu integratif yang melingkupi dan universal.

“Dikotomisasi terhadap ilmu pengetahuan bertentangan dengan ajaran Islam yang bersifat integral. Bahwa semua ilmu bersumber dari satu yakni Allah SWT. Ilmu agama dan ilmu umum hadir secara bersamaan, dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena lahir dari sumber yang sama yakni Allah SWT,” tukasnya.

Termasuk dalam kajian itu, jelas rektor, penting untuk mengulas integrasi ilmu agama dan integrasinya terhadap ilmu kesehatan. Yang diangkat dalam karya ilmiah Prof Nurhayati yakni terkait fikih integratif ini. Ia menerangkan, Islam bukan hanya ajaran yang mengajarkan dan mengatur tentang aspek kesalehan individual saja yang digambarkan dalam ibadah-ibadah yang bersifat ritual. Tapi lebih luas dari itu termasuk berkaitan dengan kesehatan. Itu mengapa, ajaran Islam juga disebut sebagai way of life.

Agama dan kesehatan, jelasnya, yang digambarkan bahkan dinamakan dalam Alquran dengan sebutan Asy-Syifa atau yang menyembuhkan dan yang menyehatkan. Artinya ada kesejajaran dan saling menyapa antara setiap ilmu, hal ini yang dimaksud dengan integrasi ilmu, yakni bersumber ayat-ayat Alquran (al ayatul quraniyah) dengan ayat-ayat alam (al ayatul qauniyah).

Dengan fikih integratif yang dikaitkan dengan ilmu kesehatan, jelas Prof Nurhayati, berujung pada ungkapan menjaga kesehatan lebih baik menanggulangi penyakit. Dalam Alquran, istilah sehat diungkapkan dengan berbagai makna yakni dalam keadaan baik, bebas dari penyakit dan dalam keadaan normal. Banyak isyarat dalam Alquran yang menjelaskan kesehatan di antaranya perintah ‘basuhlah’, ‘mandilah’ dan ‘bersucilah’.

Dalam untaian sejarah, ajaran Islam membawa banyak perubahan dalam sistem kesehatan dan ilmu kesehatan serta perobatan dalam peradaban manusia dan ini diakui dunia. Seperti salah satu tokoh santernya yakni ulama Ibnu Sina yang di dunia barat dikenal dengan Avicenna, seorang ulama dan juga ahli kesehatan. Dalam konteks syariah, kesehatan penting dan sebagai modal utama untuk menjaga maqashid syariah, yakni agama, akal, jiwa, harta, keturunan . Maka kesehatan adalah mahkota yang harus dijaga dan dilestarikan.

“Maka jika melepaskan dan mengabaikan kesehatan sama saja dengan menjerumuskan diri kepada kebinasaan dan kehancuran,” tukasnya.

Maka, dalam artian yang lebih spesifik, kesehatan yang diintegrasikan dengan ajaran Islam yakni fikih dengan berbagai pendekatan disiplin ilmu, perlu menentukan kedudukannya dalam hukum. Sehingga mampu memberikan jawaban dan solusi yang berbaikan dengan penyembuhan penyakit, pola hidup sehat dan normal, pemeliharaan diri yang sesuai dengan ajaran Islam.

Prof Nurhayati menerangkan, kajian fikih integratif ini telah diimplementasikan bersama dengan tim. Dan ditandai dengan terbitnya artikel ilmiah bertajuk ‘proses pemakaman jenazah di masa pandemi Covid-19 perspektif kepemimpinan Islam di Indonesia’. Karya ilmiah ini terbit di jurnal Scopus dengan predikat Q1 dan dipublikasi tanpa biaya.

Fikih, jelasnya, berkaitan dengan perilaku manusia baik dalam hal ibadah dan muamalah. Fikih adalah prilaku praktis melibatkan relasi manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya dan manusia dengan lingkungannya. Pada saat yang sama, begitu pula dengan ilmu kesehatan masyarakat yang bertaut dengan perilaku masyarakat. Dalam kajian ini, mengantarkan umat manusia pada pemahaman bahwa perbuatan manusia bukan hanya berkaitan soal halal dan haram, tapi juga berkaitan dengan kesehatan manusia itu sendiri. Namun, fikih tetap fleksibel dan lentur karena menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan manusia. Tetap dinamis dan terus bergerak.

Hal ini, sejalan dengan kaidah ushul fiqh yakni perubahan hukum terjadi lantaran adanya perubahan masa, tempat dan keadaan. Hal ini, tergambarkan pada saat Maret 2020 lalu, ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Di situ fikih integratif cocok dan begitu relevan untuk diterapkan, karena ada perubahan pada sisi sistem kesehatan manusia, namun perlu juga menyesuaikan agar sejalan dengan perspektif agama dan fikih yang integratif.

Pada intinya, fikih yang integratif dengan ilmu kesehatan di antaranya pada masa pandemi yang bisa disesuaikan dengan keadaan. Terpenting tetap berupaya untuk menjaga dan memelihara lima hal utama dalam syariat Islam yakni kewajiban untuk menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Di ujung pidatonya, Prof Nurhayati menyampaikan apresiasi dan rangkaian ucapan terima kasih kepada para pihak dan elemen yang mendukungnya selama ini. Di antaranya kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan jajaran, jajaran pengurus PWNU Sumut, tokoh Sumut Haji Anif, Musa Rajeckshah dan Rahmat Shah, para rektor sebelumnya, senat dan jajaran pimpinan UINSU, MUI, Alwashliyah, Muhammadiyah, Ittihadiyah dan terkhusus kepada Nahdlatul Ulama Sumut. Lalu Kahmi dan HMI UINSU Medan, para senior di antaranya Fadli Nurzal dan lainnya serta terkhusus kepada para guru dan keluarga.

Acara dilanjutkan dengan pidato pengukuhan para guru besar lainnya. Selain Prof Nurhayati, 19 guru besar yang dilantik yaitu Prof Dr Syamsu Nahar, MAg, Prof Dr Muhammad Ramadhan, MA, Prof Dr Azhari Akmal Tarigan, MAg, Prof Dr Nursakinah Daulay, MPsi, Prof Dr Mesiono, MPd, Prof Dr Masganti Sit, MAg, Prof Dr Achyar Zein, MAg, Prof Dr Ansari, MA, Prof Dr Khadijah, MAg, Prof Dr Muhammad Syukri Albani Nasution, MA, Prof Dr Amiruddin Siahaan, MPd, Prof Dr Andre Soemitra, MA, Prof Dr HM Jamil, MA, Prof Dr Rusydi Ananda, SAg, MPd, Prof Dr Hasan Sazali, MAg, Prof Dr Mardianto, MPd, Prof Dr Mustafa Kamal Rokan, SHI, MH, Prof Dr Rahmah Fithriani, SS, MHum dan Prof Dr Watni Marpaung, MA. (Nas)

Print Friendly

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.