Pengaruhi Pemanasan Global, Metana (CH4) PKS Harus Direduksi

Praktisi Lingkungan Umar YR Lubis

KANALMEDAN – Industri kelapa sawit yang terus berkembang dan bertambah memberikan dampak ekonomi positif bagi Indonesia. Akan tetapi di sisi lain, industri ini juga memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari pengelolaan limbah cairnya, yakni Palm Oil Mill Effluent (POME) yang belum terkelola dengan baik.

POME yang dihasilkan dari produksi setiap 1 ton Tandan Buah Segar (TBS) antara 0,6-0,7 m3, jumlah ini tentulah sangat besar.

Sistem pengelolaan POME yang pada umumnya menggunakan sistem anaerob, pada akhirnya akan menghasil gas, yang 50%-75%-nya adalah Metana (CH4).

“Padahal Indonesia telah bekerja sama dengan Jepang, dan menghasilkan ‘Buku Panduan Pengelolaan Limbah PKS’ yang diterbitkan pada tahun 2013, berlokasi di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara,” jelas praktisi lingkungan Umar YR Lubis di Medan, Jum’at (17/2/2023).

Umar menambahkan, di dalam buku panduan tersebut dijelaskan bagaimana cara membuat IPAL limbah cair PKS, yang mana salah satu tujuannya adalah mereduksi GRK yang dihasilkan oleh POME.”

“Metana (CH4) yang merupakan salah satu Gas Rumah Kaca (GRK) telah ikut mempengaruhi pemanasan global. Jadi semakin banyak metana yang dihasilkan maka semakin cepat pemanasan global terjadi,” ungkap Umar.

Menyadari hal itu, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No. 16 tahun 2016 tentang Perjanjian Paris, dimana Indonesia berperan aktif dalam menurunkan suhu bumi di bawah 2 derajat Celsius.

Industri kelapa sawit merupakan salah satu penyumbang gas metana terbesar, maka dari itu diharapkan peranan pengawas Lingkungan Hidup lebih serius dalam melakukan pengawasan.

“Saya berharap dalam rangka mitigasi Gas Rumah Kaca terutama dari PKS, PKS tersebut dapat mengaplikasikan hasil studi yang dilakukan Indonesia-Jepang tentang pengelolaan limbah cair PKS.” katanya. (Nas)

Print Friendly