Prof Syawal: Pandemi Covid-19 Menuntut Guru Belajar Memaknai

Prof Syawal Gutom

KANALMEDAN – Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) P3GTK Kemendikbud RI menggelar Seri Webinar Guru Belajar dengan tema “Kepemimpinan Pembelajaran, Learning Management System dan Blended Learning sebagai Alternatif Model Merdeka Belajar di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (New Normal)” pada Selasa (7/7/2020). Webinar menggunakan aplikasi Zoom Meeting dan Live Streaming Youtube P3GTK Kemendikbud. 

Adapun  pembicara pada Webinar tersebut adalah Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd (Guru Besar Unimed), Drs. Nana Juhana, M.Pd. (Kepala SMAN 90 Jakarta), dan Dr. Anne Sukmawati Kurnia Dewi, M. M.Pd. (Kepala SMKN 11 Bandung). Webinar dimoderatori oleh Dr. Martono (Analisis Perencana Evaluasi dan Pelaporan, Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan GTK).

Acara ini diikuti oleh ratusan peserta dari seluruh Indonesia, yang terdiri dari mahasiswa, guru, dosen dan tenaga kependidikan. 

Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd dalam paparannya mengungkapkan, di era pandemik Covid-19, menuntut guru untuk belajar memaknai bahwa runtuhnya keakuan menjadi kuatnya kekitaan. “Sosiocohesiveness menjadi mutlak yang hanya bisa dibangun dengan prinsip mutuality (kesalingan) saling memberi, menerima dan menghargai, memaksa kita untuk berubah (new normal) baik sisi mindset, metodologi, dan perilaku dengan tetap memperhatikan sistem nilai, dan memaksa para pendidik untuk berkreasi agar siswanya tetap belajar, pendidikan tetap berlangsung sebab dalam kondisi apapun pendidikan harus tetap berlangsung,” kata mantan Rektor Universitas Negeri Medan (Unimed) ini. 

Dikatakan, pembelajaran berubah total saat pandemi Covid-19 melanda, menjadi pindah kepada orang tua. “Sekarang belajarnya pindah ke rumah orang tua, sayangnya kita lupa dan sudah terlambat untuk mendidik orang tua dalam pengasuhan anak dan pendidikan di rumah,” tutur Syawal Gultom.

Sebagai negeri yang kaya sumber daya alam, Indonesia seharusnya sudah menjadi negara yang maju dan makmur. Nyatanya angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi, yaitu di angka 24,74 juta.

“Ada yang salah dengan kondisi ini. Bagaimana kita bicara pendidikan Indonesia kita bicara kualitas manusia atau generasi emas jadi kita bicara di 2045. Bukankah ini paradoks dengan potensi alam Indonesia tetapi tidak bisa manfaatkan dan mensejahterakan?,” tutur Guru Besar Unimed ini.

Syawal menambahkan, guru yang kreatif dan inovatif minimal menguasai empat hal. Yakni konteks dan perspektif pengembangan profesi guru, konteks kekinian suasana belajar di sekolah, konteks kekinian kompetensi lulusan untuk semua jenis dan jenjang dan jalur pendidikan Indonesia.

Pembicara lainnya, Nana Juhana  menjelaskan produktivitas kerja di dunia pendidikan yang kurang optimal karena masih minimnya pemberdayaan teknologi untuk digitalisasi dan otomasi proses.

“Sebagian besar guru belum mengetahui cara-cara pembelajaran jarak jauh yang efektif dan efisien. Sebagian besar wali siswa/i kebingungan dengan berbagai macam aplikasi yang di gunakan dalam proses Pembelajaran Jarak Jauh (Multi-Platform). Selain itu kuota internet juga menjadi kendala tersendiri bagi para siswa/i,” tuturnya.

Kemudian ketimpangan kualitas SDM dan fasilitas tenaga pengajar di seluruh Indonesia. Terutama dalam pengetahuan mengolah Digital Content untuk PJJ. Solusi Manajemen Sekolah dalam menghadapi metode Pembelajaran Jarak Jauh adalah mempersiapkan ekosistem manajemen sekolah terintegrasi, mempersiapkan dan meningkatkan teknologi pendidikan (Edu Tech),” kata Nana.

Sedangkan Anne Sukmawati Kurnia Dewi memaparkan persiapan sekolah menuju adaptasi kebiasaan baru (AKB) berbasis blended learning, seperti kegiatan pembelajaran berbasis blended learning, penyusunan kurikulum implementatif berbasis kolaboratif, edukasi adaptasi kebiasaan baru memanfaatkan media sosial dan penyiapan protokoler kesehatan berbasis Covid-19.

“Pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru akan dapat terlaksana jika sarana dan prasarana siap, warga sekolah siap budaya baru dan KBM sudah Blended Learning,” tandasnya. (HAM)

Print Friendly