Valerina Daniel: Pengembangan Danau Toba Harus Sejahterakan Warga Lokal

Wakil Rektor IV USU Prof Dr Ir Bustami Syam MS, ME (kanan) didampingi Asisten Pemerintahan Setdaprovsu Jumsadi Damanik, dan Ketua Pokja PKDT&PB Ir Nurlisa Ginting MSc PhD IPM menyerahkan cenderamatta kepada Tenaga Ahli Menteri Bidang Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Kemenpar RI, Valerina Daniel.

Tenaga Ahli Menteri Bidang Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI, Valerina Novita Daniel mengatakan, pengembangan Danau Toba sebagai kawasan strategis pariwisata nasional harus mendatangkan kesejahteraan bagi warga atau masyarakat lokal. Karena itu, Kemenpar mengusung 3P dan 1M dalam pengembangan pariwisata nasional.

 “3P itu adalah People (masyarakat), Planet (lingkungan) dan Prosperity (ekonomi). Sedangkan 1 M itu adalah Manajemen,” kata mantan presenter dan wartawati televisi nasional itu pada acara “Multistakholder Meeting Pariwisata Berkelanjutan Danau Toba” di Biro Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Kamis (8/8).

Kegiatan yang digelar Kelompok Kerja Pariwisata Kawasan Dana Toba dan Pariwisata Berkelanjutan (Pokja PKDT&PB) itu dibuka Rektor USU diwakili Wakil Rektor IV Prof Dr Ir Bustami Syam MS, ME. Dalam acara itu juga berbicara Gubernur Sumut diwakili Asisten Pemerintahan Jumsadi Damanik, dan Ketua Pokja PKDT&PB Ir Nurlisa Ginting MSc PhD IPM. Meeting dipandu dosen senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) USU Wahyu A Pratomo.

Menurut Valerina, pembangunan pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism development kini menjadi tren dalam setiap promosi wisata. Sebab, pembangunan pariwisata berkelanjutan mempertimbangkan 3P dan 1M.

Dijelaskannya, People (masyarakat) dalam hal ini bagaimana membangun masyarakat dan sumber daya lokal yang ada di kawasan Dana Toba. Kemudian Planet (lingkungan) bagaimana agar lingkungan Danau Toba dijaga agar tak tercemar sehingga bisa menjadi kawasan pariwisata berkelas dunia. Selanjutnya Prosperity (ekonomi) bagaimana agar pembangunan pariwisata memberikan manfaat secara ekonomi kepada masyarakat lokal.

 “Percuma pemerintah membuat berbagai produk pariwisata, tapi tak bermanfaat bagi masyarakat lokal. Intinya, pembangunan pariwisata harus memanfaatkan produk lokal yang ada di daerah tersebut. Kearifan lokal harus dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat setempat,” tandas None Jakarta 1999 dan runner up Putri Indonesia 2005 ini.

Wanita berparas cantik ini juga menyatakan, masyarakat Sumut layak berbangga karena Danau Toba masuk kawasan strategis pariwisata nasional. Bahkan, pengembangan Danau Toba mendapat arahan khusus dari Presiden Jokowi.

 “Sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, promosi besar-besaran Danau Toba dimulai tahun depan. Karenanya semua infrastruktur harus siap. Ada lima bulan lagi waktu kita melakukan persiapan agar pariwisata Danau Toba berkelas dunia,” tandasnya.

Gubernur Sumut diwakili Asisten Pemerintahan Jumsadi Damanik mengakui, Presiden Jokowi punya perhatian khusus pada Danau Toba. “Pemerintah pusat sangat memperhatikan Danau Toba. Pak Presiden Jokowi sudah berkali-kali datang ke Danau Toba. Selain itu, anggaran APBN yang dikucurkan untuk Danau Toba mencapai Rp 3,5 triliun,” katanya.

Sedangkan Ketua Pokja PKDT&PB Nurlisa Ginting mengatakan, berdasarkan hasil penelitian Bank Dunia, ada sejumlah isu paraiwisata berkelanjutan di Danau Toba yang harus menjadi perhatian. Di antaranya pengelolaan limbah cair, pengelolaan limbah padat, pengelolaan air, kualitas air dan keberagaman produk pariwisata.

“Lokasi ter-update adalah masalah sanitasi dan limbah padat yang mencemari Dana Toba, di antaranya di kawasan Parapat dan sekitarnya, Pula Samosir, Balige, dan Kecamatan Salah Sibangun,” ungkap dosen Fakultas Teknik USU ini. 

Nurlisa juga  mengakui banyak persoalan di kawasan Danau Toba yang sulit diatasi. Antara lain masalah krisis air bersih dan karakter masyarakat.

Penjelasan Nurlisa itu menanggapi kritik dari Djamidin Manurung salah seorang pengurus Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) yang ikut di acara itu. Djamidin meminta agar Pokja tidak sekadar diskusi namun turun langsung ke lapangan. Djamidin mengatakan, selain kerusakan lingkungan, masalah lain di KDT adalah krisis air bersih.

“Kami tidak bisa selesaikan semua. Harus ada organisasi yang profesional untuk itu. Kami sifatnya menghimpun. Idealnya memang ada agen of change yang berasal dari masyarakat setempat,” kata Nurlisa. (Nas)

Print Friendly