Menghormati Orang Yang Tidak Puasa

Mayjen-Simanungkalit

TERBALIK sudah logika berfikir  manusia Indonesia yang menyoritas beragama Islam.  Sekarang, dimotori kelompok radikal yang tidak memiliki dasar ilmu Islam yang benar dan kuat, mengkampanyekan agar ummat Islam menghormati orang yang tidak berpuasa.

Masya Allah, ini pertanda apa.  Dengan jargon itu, saya yang berpuasa harus legowo terhadap orang yang tidak berpuasa.  Saya harus merasa adalah wajar, jika orang tak berpuasa  pesta pora di siang hari. Saya harus toleran terhadap pemilik warung yang berjualan di siang hari. Harus menerima, jika restoran   beroperasi siang hari walau bulan puasa. Saya juga, harus menghormati  pemabuk yang merokok di dekat orang berpuasa.

Lalu, ketika Satpol PP menutup paksa warung nasi yang buka siang hari di bulan Ramadhan, ada protes sistematis. Kelompok radikal  menggalang  dana membantu  sang pemilik  warung, seolah ibu pemilik warung bukan posisi salah. Tragisnya lagi, oknum petinggi negeri latah sumbang dana.

Logika sudah terbalik dan kelompok muslim radikal menang telak.  Maka sejak sekarang, orang berpuasa harus menghormati orang yang tidak berpuasa. Bukan lagi seperti dahoeloe, orang yang tidak berpuasa menghormati orang berpuasa.

Di negeri ini, memang terlalu banyak orang merasa paling hebat. Merasa paling Islam, tapi tak pernah belajar Islam secara benar. Mereka hanya membaca kitab tebal hasil terjemahan dan memahami Islam hanya dari pengajian Partai Politik, atau berdasar analisis tokoh. Mereka tak paham ushul figh, tak pernah belajar  Qiratul Kutub, Ilmu Tafsir dan tak bisa baca Al qur’an, namun merasa bisa mengeluarkan fatwa.

Saya berupaya meneliti orang-orang yang berada dibalik pemutarbalikan logika toleransi itu. Rekam jejak, historis kelakuan, prilaku sosial dan  kepentingan tersembunyi dibalik gerakan ini, saya telusuri. Saya khawatir, generasi baru dari apa yang disebut DAJJAL sudah lahir.  Modus dan prilakunya persis, setidaknya patut diduga  memiliki kesamaan. ***

Print Friendly