Umar YR Lubis: Sparing dan Sumur Pantau Pelindung Lingkungan dan Pengaman Usaha
KANALMEDAN – Keberadaan limbah, terutama limbah cair, yang terus tidak terkontrol pembuangannya, membuat pencemaran terus terjadi.
“Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang PPLH pasal 68 menyebutkan, setiap orang dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkumgan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu serta mentaati ketentuaan mengenai baku mutu lingkungan hidup dan/atau baku kerusakan lingkungan hidup,” sebut Umar YR Lubis di Medan, Sabtu (4/2/2023).
Berdasar Undang-Undang tersebut, kata Umar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan kebijakan yang disebut Sparing.
Sistem pemantauan kualiatas air limbah secara terus menerus dan dalam jaringan (Sparing) merupakan sistem yang terkoneksi secara elektronik. “Hal ini tercantum di dalam Permen LHK No. 93 tahun 2018 dan telah diubah menjadi Permen LHK No. 80 tahun 2019,” tambahnya.
Jadi dengan adanya SPARING tersebut, lanjut aktivis lingkungan ini, memudahkan pemerintah dalam melakukan pengawasan. Selain Sparing ada juga Permen LHK No. 13 tahun 2021, yang mengatur tentang pengawasan emisi. Karena emisi ini adalah salah sumber yang dapat merusak ozon, yang menyebabkan pemanasan global.
“Sistem Informasi pemantauan Emisi Industri secara terus menerus (SISPEK), harus sudah berlaku per tanggal 1 Januari 2023. Jadi setiap industri yang menghasilkan emisi sudah harus memasang di cerobong asapnya. Maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak melakukan tindakan terhadap industri atau pengusaha yang melakukan pencemaran terhadap air maupun udara,” tandas Umar.
Selain itu, katanya, ada juga sumur pantau. Sumur pantau ini dibuat untuk melakukan pengujian terhadap air tanah, biasanya dibuat di TPA atau kawasan industri.
“Jadi jika pengusaha itu dapat melakukan pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan, maka lingkungan akan sehat dan pengusaha akan nyaman berusaha,” tutur Umar.
Disinggung masalah sampah, Umar mengatakan, menangani sampah itu adalah hal yang sederhana dan mudah, cukup dengan dibakar. Dengan menggunakan teknologi incenerator. Jadi di dalam penanganan sampah, tidak jauh beda dengan industri, ada air limbahnya dan ada asapnya.
“Untuk mengatasi air limbahnya kita gunakan ipal dan untuk asapnya kita gunakan wet scrubber. Air dari hasil pengolahan ipal kita gunakan di incent, dan air dari incent yang sudah tercemar oleh polutan asap atau CO2 kita olah lagi di ipal. Jadi airnya kita putar-putar disitu, kita bakar sampah, ada api gak ada asap,” urainya.
Jika digambarkan dengan flowchart, sebaiknya fasilitas pengelolaan sampah terdiri dari komponen IPAL dan INCINERATOR yang terintegrasi di satu area, sehingga memudahkan untuk tata kelola dan pengawasannya. Dan tujuan dibangunnya fasilitas tersebut dapat dicapai secara optimal.
“Kami berharap kepada seluruh pemerintah daerah dapat membuat ipal dan incenerator tersebut, agar masalah sampah beserta air lindinya bisa teratasi sacara tuntas,” tutup Umar YR Lubis. (Nas)