Ekonom Unpab Soroti Defisit Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok

Ekonom Unpab Dr E Rusiadi SE MSi, Rektor I Unpab Ir Bakti Alamsyah MT PhD, Dekan FSS Dr Surya Nita SH MHum, Ketua Prodi EP Saimara Sebayang SE MSi, mantan Dekan FEB Unpab Drs Anwar Sanusi MSi, dan para dosen EP berswafoto seusai pembukaan diskusi ilmiah.

KANALMEDAN – Ekonom Universitas Pembangunan Panca Budi (Unpab) Medan, Dr E Rusiadi SE MSi, menyoroti defisit neraca perdagangan antara Indonesia-Tiongkok yang makin melebar. Menurutnya, defisit perdagangan dengan Tiongkok itu mengganggu fundamen perekonomian Indonesia.

“Defisit itu terjadi, antara lain karena barang-barang dari Tiongkok begitu gampung masuk Indonesia, dan sebaliknya produk-produk Indonesia sangat susah masuk ke Tiongkok,” kata Rusiadi saat menjadi narasumber pada diksui ilmiah yang digelar Program Studi (Prodi) Ekonomi Pembangunan (EP) Fakultas Sosial Sains (FSS) Unpab, di aula Perpustakaan Unpab, Jalan Gatot Subroto Sei Sikambing Medan, Selasa (28/5).

Diskusi bertajuk “Kondisi Terkini dan Prediksi Stabilitas Fundamental Ekonomi Indonesia Pra-Pasca Pemilihan Umum 2019” itu dibuka Rektor I Unpab Ir Bakti Alamsyah MT PhD. Diskusi dihadiri Dekan FSS Unpab Dr Surya Nita SH MHum, Ketua Prodi EP Saimara Sebayang SE MSi, mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpab Drs Anwar Sanusi MSi, dan para dosen EP Unpab.

Ekonom Unimed Dr Dede Ruslan SE MSi didampingi moderator Dewi Maharani Rangkuti saat menjadi narasumber pada diskusi ilmiah yang digelar Prodi EP Unpab.

Diskusi yang diikuti ratusan mahasiswa Prodi EP FSS Unpab itu juga menghadirkan narsumber Dr Dede Ruslan SE MSi, dosen Ilmu Ekonomi Universitas Negeri Medan (Unimed). Diskusi dipandu oleh Dewi Maharani Rangkuti, dosen Prodi Unpab.

Rusiadi yang juga dosen Prodi EP Unpab membeberkan, cadangan devisa negara Indonesia pada 1998 tercatat senilai 20 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Sedangkan kerugian (defisit) perdagangan dengan Tiongkok belakangan ini senilai 18 miliar dollar AS per tahun. Artinya defisit tersebut hampir mendekati cadagangn devisa Indonesia di 1998.

“Ini warning bagi Indonesia. Neraca perdagangan Indonesia – Tiongkok sejak 2017 – 2018 terus defisit. Itu artinya peluang yang sangat besar mengganggu fundamnetal ekonomi dan stabiilitas ekonomi nasional,” kata Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Unpab ini.

Oleh karenanya, dia meminta pemerintah untuk menaruh perhatian lebih demi mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia – Tiongkok.

Rusiadi juga menyoroti utang Indonesia saat ini yang berjumlah Rp4.395,92 triliun, naik hampir dua kali lipat dari era pemerintahan SBY yang berjumlah Rp2.608,78 triliun.

“Hati-hati. Jangan percaya diri dengan utang. Makin bessar utang, fundamental ekonomi kita makin lemah,” tandasnya mengingatkan.

Dalam kesempatan itu, ekonom Unimed Dr Dede Ruslan SE MSi mengatakan, menururnnya pertumbuhan global dan harga komoditas yang rendah telah berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekspor Indonesia. “Kondisi ini kemudian berpengaruh konsumsi rumah tangga dan investasi pembangunan yang melambat,” kata Dede.

Di bagian lainnya, Dede mengakui nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan akibat sentimen negatif kerusuhan dan aksi massa yang terjadi pascapenetapan hasil repitulasi suara Pemilu 2019 sejak Selasa (21/5) malam. Berdasarkan data RTI Business nilai tukar rupiah pada perdagangan pasar spot dibuka di level Rp14.480 per dolar AS.

Sebelumnya, Rektor I Unpab Bakti Alamsyah dalam sambutannya saat membuka diskusi ilmiah itu menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan diskusi imiah tersebut. Dia menilai, Prodi EP selalu vionir dalam berbagai kegiatan akademik.

“Dengan kegiatan seperti ini membuat Prodi Ekonomi Pembangunan dari prodi terkecil menjadi prodi terbesar saat ini di lingkungan Unpab. Dengan berbagai kegiatan ini juga Prodi Ekonomi Pembangunan akan dapat mempertahankan akreditasi A yang sudah diraih,” harap Bakti. (Nas)

Print Friendly