Masyarakat Sumut Diimbau Tak Mudah Terprovokasi Gerakan People Power
KANALMEDAN – Pasca-Pemilu 17 April 2019 gerakan people power didengungkan oleh sekelompok orang yang tidak puas terhadap hasil Pemilu 2019.
Menurut Ketua Bravo 5 Sumatera Utara (Sumut) Muazzul SH MHum, gerakan people power bisa menjadi sangat berbahaya karena gerakannya mengandung unsur inkonstitusional. Tidak melalui mekanisme prosedur hukum yang ada di Indonesia.
“Karenanya, kita serukan kepada masyarakat Sumatera Utara untuk tidak mudah terprovokasi atas gerakan tersebut. Utamakan menjaga persatuan dan kesatuan NKRI pascapemilu,” kata Muazzul di Medan, Sabtu (18/5/2019).
Jika masyarakat memiliki bukti akan tidak kecurangan pemilu, kata Muazzul, sebaiknya dilakukan pelaporan melalui jalur hukum yang benar. “Kita memiliki semua perangkat untuk mengawasi pemilu ini. Ada Bawaslu, Kepolisian, DKPP dan juga sampai Mahkamah Konstitusi (MK).,”lanjut mantan aktivis ’98 ini.
Ditegaskannya, setiap peserta pemilu harus menghormati tahapan-tahapan pemilu yang masih berjalan saat ini. Jangan membuat keresahan pada masyarakat dengan gerakan people power. Apa lagi di bulan suci Ramadhan seharusnya masyarakat dapat tenang menajalankan ibadah di bulan puasa dan dapat menahan amarah.
Rencana people power sendiri pertama kali digaungkan politikus senior Amien Rais. Dia mengatakan jika Prabowo-Sandi kalah, pihaknya tidak akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi, melainkan menempuh gerakan sosial bernama people power.
Tak lama kemudia, video diduga rencana makar 22 Mei 2019 bocor ke publik. Dalam video tersebut, seorang pria berkumis diduga mantan Danjes Kopassus, memimpin rapat rencana makar saat pengumuman hasil rekapitulasi nasional KPU, 22 Mei 2019 mendatang.
Dalam rapat people power tersebut, kubu 02 berencana untuk mengepung Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai 20-22 Mei mendatang.
Selain KPU, massa pendukung Prabowo-Sandi juga akan mengepung Istana Negara dan Senayan Jakarta.
“Masuk ke KPU itu tutupin, yang penting kita bawa perlengkapan yang diperlukan, bawa minum,” ucap pimpinan rapat yang diduga pensiunan jenderal.
Menyikapi hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengatakan people power haram hukumnya jika dilakukan dengan cara memaksa untuk mengganti atau mengubah hal yang jadi kesepakatan nasional, seperti UUD 1945.
“People power yang dilakukan dengan cara memaksakan kehendak untuk mengganti atau mengubah sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan nasional, baik yang tertuang di dalam undang-undang maupun konstitusi negara, menurut pendapat kami, hukumnya haram,” kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (17/5).
MUI juga menyarankan, jika ada sengketa pemilu, bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, putusan hakim konstitusilah yang akan menyelesaikan perbedaan di antara pihak yang berselisih.
“Artinya apa, putusan hakim itulah yang nanti menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat di antara pihak-pihak yang berselisih. Jadi di situ fungsinya Mahkamah Konstitusi untuk memberikan keadilan kepada seluruh peserta pemilu,” ujar Zainut. (Nas)