Cinta Puspa dan Satwa Nasional, Pinus Tapanuli : Hentikan PLTA Simarboru
KANALMEDAN-TAPSEL : Ketua Perkumpulan Konservasionis Hutan dan Satwa (Pinus) Tapanuli meminta proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Simarboru dihentikan.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan Andika, Ketua Pinus Tapanuli didampingi Koordinator Hari Besar Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pinus Tapanuli Ery Lintang pada peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) yang diperingati setiap tanggal 5 November.
Dikatakannya, peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian, perlindungan, pelestarian puspa, dan satwa nasional, serta untuk menumbuh dan mengingatkan akan pentingnya puspa dan satwa dalam kehidupan kita.
Dijelasknnya, di Kabupaten Tapanuli Selatan, ada ekosistem hutan Batangtoru yang menjadi kawasan penting sebagai benteng pertahanan keanekaragaman hayati dan gudang ilmu pendidikan bagi generasi mendatang.
Di samping sebagai hutan penyumbang oksigen bagi dunia, Daerah Aliran Sungai (DAS) juga merupakan sumber kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat hilir.
Bahkan masih banyak yang terkandung di dalamnya, yang mungkin belum bisa diinventarisir.
Menurut Andika, sebagai catatan sejarah bagi dunia konservasi, dan tentunya bagi dunia, Orangutan spesies baru ditemukan dalam kawasan Hutan Batangtoru.
Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) menjadi nama spesies kera besar ini, dan resmi ditetapkan sebagai spesies ke 3 pada 3 November 2017.
Untuk itu, lanjut Andika, kami menghawatirkan habitat Orangutan Tapanuli yang hidup di bentang Hutan Batangtoru, terhubung dengan Cagar Alam Sibual-buali terancam punah dari bumi Tapanuli, khususnya daerah Tapsel akibat pengalihan fungsi hutan sebagai lokasi PLTA, yang dipersiapkan oleh pihak pengembang PT North Sumatera Hydro Energi (NSHE) meliputi kawasan Sipirok-Marancar-Batangtoru untuk mendukung pasokan listrik di Sumatera Utara.
“Sebaiknya pembangunan yang sudah dimulai ini harus dihentikan. Makhluk sosial bukan saja urusan antara manusia dengan manusia, akan tetapi hubungan antara manusia dengan makhluk hidup lain penting untuk dijaga,” tegas Andika menjawab kanalmedan.com, Senin, (5/11/2018).
Andika mengatakan, ada ribuan jiwa menggantungkan hidup dari sumber kekayaan alam hutan Batangtoru, baik dari sektor pertanian, perikanan dan kebutuhan sehari-hari.
Bila hutannya hilang, sudah barang tentu isinya juga turut hilang akibat perubahan fungsinya.
Kerusakan alam yang berakibat bencana selalu dikaji setelah bencana itu datang, bukan sebaliknya melaksanakan kegiatan mitigasi bencana, pastinya akan banyak yang berkoar-koar mengkritisi akan kerusakan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
“Sepatutnya kita harus bercermin terhadap bencana yang menimpa sejumlah daerah di Indonesia, untuk menjadi pembelajaran kedepannya,” tandas Andika yang diaminkan Ery Lintang.
PLTA Simarboru Ancam Habitat Enggang Badak
Sementara itu, turut menimpali Sekretaris Pinus Tapanuli Ady Surya Taufik Rambe, ancaman yang ditimbulkan dalam pembangunan PLTA Simarboru adalah terancamnya habitat Enggang Badak (Bucheros Rhinoceros) sebagai identitas Daerah Kabupaten Tapsel.
“Untuk diketahui, Keputusan Bupati Tapanuliselatan Nomor : 340/KPTS/2013, tentang Penetapan Flora dan Fauna sebagai identitas Daerah Kabupaten Tapsel yaitu Flora : Kecombrang/Siala Sampagul (Eltingera Elatior), dan Fauna : Enggang Badak/Onggang (Bucheros Rhiniceros),” kata Ady.
Keputusan Bupati itu ditetapkan di Padangsdimpuan, pada tanggal 28 Mei 2013 oleh Bupati Tapsel H Syahrul M Pasaribu.
“Apa iya kita lupa akan identitas daerah kita sendiri. Onggang itu hidup di kawasan pembangunan PLTA dan terancam habitatnya,” kata Ady penuh heran.
Lebih lanjut Ady mengungkapkan, akan dibawa kemana identitas kita, itu rumah bagi mereka (satwa) tidak bisa asal gusur.
Kami juga khawatir akan mengundang perburuan terhadap satwa dilindungi ini dengan membuka dan merubah fungsi hutan di ekosistem ini.
Percuma kita memiliki Kekayaan alam dan isinya dan nyatanya tidak dijaga.
Nilai-nilai daerah dan Konservasi dikhianati, toh identitas juga jadi taruhan pembangunan PLTA ini tanpa mengkaji kajian lingkungan hidup strategis secara matang.
“Mana tanggungjawab pemimpin Tapsel dalam hal ini Bupati Tapanuliselatan H Syahrul M Pasaribu. Kawasan pembangunan PLTA yang meliputi Sipirok-Marancar-Simarboru itu kaya akan alamnya,” ungkap Ady.
Menurut Ady, lokasi pembangunan PLTA Simarboru lebih baik ditingkatkan fungsinya dari Hutan APL untuk menjaga kawasan hutan, keanekaragaman hayati, dan kehidupan sosial bagi masyarakat hilir. “Itu lebih baik menurut kami. Jadi tolong dipertimbangkan dan dikaji kembali. Pembangunan PLTA ini kami anggap berdampak buruk bagi ekositem Hutan Batangtoru-Marancar -Sipirok. Pihak pengembang yakni PT NSHE juga harus mengkaji pembangunan dan dampaknya secara matang, jangan sembarang melaksanakan kegiatan exploitasi tanpa melaksanakan explorasi yang matang tanpa memperhatikan kaidah konservasi,” katanya lagi.
Bicara kemakmuran ataupun kesejahteraan itu adalah jawaban klasik.
“Tapi bukan sebatas itu, ada hutan kami yang masih kami butuhkan hingga anak cucu kami kelak,” pungkas Ady sembari mengajak seluruh masyarakat khususnya yang terkena dampak pembangunan PLTA agar tetap terus mengawal, melestarikan dan menjaga keseimbangan alam dan lingkungan demi generasi berikut.(Awal HSB)