Radjoki Tuding Walikota Sibolga “Rampok” Ornamen Ciptaannya
KANALMEDAN – Tokoh Budayawan Pesisir Sibolga, Radjoki Nainggolan mengadukan nasibnya pada Komisi E DPRD Sumut terkait hak ciptanya berupa ornamen “Rumah adat Pesisir” dan ukiran ornamen “Saluk Uki” yang di “rampok” Pemerintah Kota (Pemko) Sibolga, serta memajangkan di Lapangan Gedung Nasional Sibolga.
“Saya ke DPRD Sumut melalui Komisi E untuk mengadukan masalah saya dan memohon dewan dapat menjadwalkan agenda rapat dengan mengundang Walikota Sibolga, instansi terkait dan perwakilan Ombudsman. Saya akan terus berjuang sampai hayat masih dikandung badan, karena yang diambil Pemko Sibolga itu adalah hasil karya saya sendiri,” ujarnya kepada wartawan di gedung dewan, Selasa (22/8/2017).
Diceritakan Radjoki, hasil karya ornamen “Rumah adat Pesisir” dan ukiran ornamen “Saluk Uki” yang telah terdaftar pada Dirjen HAKI Menkumham dengan No 026644 tanggal 12 Nopember 2003, dipinjam dua orang eks anggota DPRD Kota Sibolga periode 1999-2004 bernama Yusran Pasaribu dan Mursan Pohan sebanyak 9
macam untuk ditunjukkan kepada Walikota Sibolga, yang saat itu dijabat oleh Drs Sahat P Panggabean pada 26 Februari 2002 sebagai acuan dalam seminar pembangunan Rumah Adat Sibolga.
Saat itu direncanakan Radjoki Nainggolan sebagai pencipta didaulat sebagai pembicara , sekaligus sebagai narasumber dalam seminar tersebut. Namun, kenyataannya Radjoki tidak pernah diundang.
“Ornamen itu tidak pernah dikembalikan dan pada 18 Januari 2013 Walikota Sibolga menerbitkan SK NO 431.21/39/2003 yang menyatakan bahwa Hak Cipta ornamen itu telah menjadi milik Pemko Sibolga, hal ini ditandai dengan copy SK lampiran yang saya terima,” ungkapnya kesal.
Sampai saat ini, lanjutnya, Pemko Sibolga masih tetap menguasai, memajangkan dan memamerkannya di Lapangan Gedung Nasional Sibolga dan di Medan Fair Sumatera Utara dengan item : Tiang Sisik, Sari Bulan, Matoari Tabik, Pucuk Roda, Tarali Sariding, Tarali Mangsi, Tarali Sulang, Tarali Pati dan Tarali Singkok.
Untuk memperjuangkan haknya, ditambahkan Radjoki, ia sudah mengadukan ke Gubsu hingga Presiden. Bahkan enam tahun lalu Gubsu telah mengirimkan surat kepada Walikota Sibolga dengan Nomor 180/11786/2011 namun sampai sekarang belum ada kejelasannya.
Lebih mengherankan, Surat Presiden melalui Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Kementerian Sekretariat Negara No B-2012/Kemsetneg/D-3SR 04/06/2011 tanggal 27 September 2011 juga tidak ditanggapi oleh Walikota Sibolga.
Kembali pada 11 April 2017 Radjoki Nainggolan mengaku kembali melayangkan suratnya ke Gubsu HT Erry Nuradi dengan berharap Gubsu dapat memberikan perhatian dan solusi yang terbaik terhadap kedua belah pihak yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
“Besar harapan saya agar pejabat pemerintah selaku eksekutif, legislatif terutama , Pemko Sibolga, berlakukanlah UU itu dengan baik dan benar dan jangan Hak Cipta warganya dikebiri dan diakui menjadi milik Pemko Sibolga, dan dinyatakan milik bersama karena tidak ada penciptanya. Ini kan ga benar, ada kebohongan besar disana,” katanya.
Sekretaris Komisi E DPRD Sumut, Ahmadan Harahap yang menenerima Radjoki Nainggolan mengatakan, pihaknya akan menampung dan membantu aspirasi rakyat terhadap kebijakan pemerintah provinsi Sumut.
Untuk itu, komisi E akan masukkan agenda pembahasan tersebut dalam Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Sumut, untuk segera menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mengundang Walikota Sibolga, Pemkab Sibolga, instansi terkait dan Ombudsman.
“Kita akan minta penjelasan terhadap masalah ini, karena agenda di Banmus itu memang banyak, maka kita akan upayakan paling lama September ini RDP terlaksana. Kalau memang nanti ornamen yang diklaim Pemko Walikota milik nya itu adalah hak cipta Radjoki, maka harus dikembalikan dan membayar segala kerugian yang dituntut beliau,” tuturnya.(yun/Jen)