DPRDSU: Belanja Daerah di RAPBD 2017 Tidak Ideal
KANALMEDAN – DPRD Sumut menyoroti belanja daerah pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Sumut 2017 dinilai masih timpang dan tidak ideal karena postur belanja tidak langsung lebih besar dua kali lipat ketimbang belanja langsung.
Sorotan ini diungkapkan sejumlah fraksi di DPRD Sumut saat pandangan umum anggota dewan yang disampaikan juru bicara masing-masing fraksi, pada rapat paripurna yang dipimpin Ketua Dewan H Wagirin Arman Ssos dan dihadiri Sekdaprovsu Hasban Ritonga, di gedung wakil rakyat tersebut, Rabu (18/1).
Fraksi Partai Demokrat melalui juru bicaranya Lidiani Lase menyebutkan, RAPBD Sumut 2017 yang diproyeksikan Rp13,034 triliun lebih, mengalami pertambahan Rp2,853 triliun lebih atau 28,03 persen dibanding P-APBD 2016. Namun dilihat dari komponen-komponen pertambahan pendapatan maupun belanja daerah belum mencerminkan peningkatan kinerja terhadap pengelolaan keuangan daerah.
Ia juga mengungkapkan, pada pos belanja daerah meski mengalami penambahan, tapi penambahannya sebagian besar masih dipergunakan untuk belanja pegawai dan belanja tidak langsung. “Dari kondisi ini dapat dimaknai bahwa masih belum mampunya pemerintah daerah mengalokasikan belanja langsung lebih bersifat intervensi terhadap kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Dijabarkan, anggaran pendapatan dan belanja daerah tersebut, secara umum belum terjadi perubahan ke arah perbaikan, dari sektor kinerja pengelolaan keuangan.
Fraksi Golkar melalui jurubicaranya Muchrid Nasution menyebutkan, pertambahan anggaran tersebut masih belum dapat membuat ruang gerak pembangunan lebih leluasa sesuai visi Provsu ‘menjadi provinsi yang berdaya saing menuju Sumut sejahtera’. Apalagi adanya pengalihan sebagian kewenangan ke Pemprovsu menyebabkan struktur RAPBD Sumut 2017 menjadi kurang ideal dan proporsianal.
Berkenaan dengan belanja dalam APBD 2017, FP Golkar berharap rencana belanja disusun berdasarkan skala prioritas dan dalam pelaksanaan belanja diminta dilakukan secara hemat, serta adanya pengawasan yang efektif dan dibarengi punishment (hukuman) yang tegas dan jelas.
Fraksi PDIP melalui juru bicaranya Dermawan Sembiring yang membaca dengan ‘terbata-bata’ minta penjelasan Gubsu terhadap peningkatan sumber dana SiLPA tahun 2016 sebesar Rp942 miliar lebih terjadi sangat drastis, di mana salah satunya berasal dari sisa belanja tahun 2016 Rp791 miliar lebih, diakibatkan terjadinya selisih belanja daerah dengan pendapatan daerah.
Bahkan FPDIP mensinyalir adanya ketidak-transparanan dalam pengelolaan anggaran di Pemprovsu.
Demikian halnya FPKB melalui juru bicaranya Hasaidin Daulay menyebutkan, kenaikan belanja yang signifikan berdampak kurang baik pada postur anggaran tahun 2017, yakni semakin tidak idealnya antara belanja tidak langsung dengan belanja langsung.
Dalam nota diterangkan, belanja tidak langsung mencapai 68,14 persen dari total belanja, meski belanja langsung juga mengalami kenaikan dibanding P-APBD tahun 2016.
Namun hal itu masih belum signifikan mengurangi kesenjangan, sehingga kesannya masih kurang berpihak kepada kepentingan rakyat.
Juru bicara FPKS Ikrima Hamidy meyoroti tidak adanya goodwill Pemprovsu terhadap penyelesaianmasalah tanah eks HGU PTPN seluas 5.873 ha yang mengakibatkan banyak konflik horizontal dan jatuhnya korban dari pihak rakyat. FPKS juga melihat kondisi jalan-jalan provinsi secara umum masih jauh daru harapan masyarakat Sumut. Padahal jalan merupakan akses urat nadi perekonomian di Sumut.
TERJATUH
Saat paripurna ada kejadian yang mengundang perhatian para pengunjung. Bahkan, ada yang menjerit karena terkejut. Ketua Fraksi Partai Gerindra Ir. Yantoni Purba terjatuh tersandung anak tangga saat akan membacakan pemandangan fraksinya.
Ketua DPRD Sumut, Wagirin Arman terdiam, sedangkan sejumlah anggota dewan dan pengungjung sempat ada yang menjerit. “Eee ada apa itu,” teriak seorang PNS dari bangku undangan.
Yantoni yang sempat terjatuh langsung bangun dan membaca pandangan fraksi. Ironisnya, saat membacakana pandangan umum sejumlah anggota DPRD Sumut dari Fraksi Gerindra keluar. Mereka menilai pandangan umum yang dibacakan Ketua Fraksi tidak didiskusikan terlebih dahulu. “Siapa yang bertanggungjawab terhadap isinya,” ucap seorang anggota Fraksi Gerindra yang terlihat berkumpul bersama rekan-rekanya.
Yantoni kepada wartawna kakinya tersandung karena tangganya agak tinggi. Sedangkan menanggapi adanya indikasi perpecahan di internal fraksinya, Dia mengakui ada ketidakpuasan anggotanya dalam penempatan alat kelengkapan dewan. Namun menurut Yantoni hal itu bukanlah sepenuhnya keputusannya, melainkan keputusan partai. (ana/tim)