Aktivis Sumut Ragukan Alas Hak Pembangunan Ribuan Unit Rumah Mewah dan Ruko di Lahan HGU PTPN

KANALMEDAN, Medan – Sejumlah aktivis di Sumut kembali menyoroti mega proyek property di lahan Hak Guna Usaha–HGU-PTPN. Kali ini, mereka meragukan alas hak pembangunan ribuan unit rumah toko–ruko-dan rumah tempat tinggal di tanah yang selama ini dikenal sebagai HGU BUMN perkebunan tersebut.
Keraguan itu disampaikan Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar, Koordinator Gerakan Rakyat Berantas Korupsi–Gerbrak-Sumut Saharuddin dan Walikota Lumbung Informasi Rakyat-LIRA-Tebingtinggi Ratama Saragih, ketika dihubungi secara terpisah, Kamis, 10/04/2025.
Mereka mengaku, keraguan tersebut muncul justru setelah mempelajari regulasi yang mengatur tentang syarat konversi HGU ke Hak Guna Bangunan –HGB. Syarat konversi HGU ke HGB itu, diatur dalam Permen ATR/Kepala BPN Nomor 18 tahun 2021 tentang Tatacara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah.
PENJELASAN PEMASARAN JEWEL GARDEN CEMARA
Sebelumnya, Tim Pemasaran Jewel Garden Cemara, Kelfin, di media menjelaskan, alas hak ruko di Kompek Jewel Infinity Jalan Haji Anif adalah Surat Hak Guna Bangunan -SHGB.
Kelfin menjelaskan, pada saat awal pembelian dengan harga start mulai Rp 4,5 miliar per unit, HGB tersebut bukan atas nama customer atau si pembeli. Akan tetapi atas nama Perseroan Terbatas -PT.
Kelfin tidak menjelaskan apa nama PT dimaksud. Apakah atas nama PTPN sebagai pemilik HGU, PT Nusa Dua Propertindo –NDP- sebagai anak perusahaan PTPN, atau justru atas nama PT Ciputra Development Tbk selaku pihak ketiga?
Tapi Kelvin meyakinkan, Surat HGB itu bisa ditingkatkan ke Sertifikat Hak Milik –SHM- melalui Notaris. Namun, jelas Kelvin, biaya yang timbul dalam proses konversi SHGB ke SHM, ditanggung oleh pembeli –customer-. “Kalau bapak sudah beli, nanti dibuat atas nama Bapak di Notaris,” jelas Kelvin.
Berapa lama proses perubahan surat dari SHGB ke SHM? “Kalau itu, nanti langsung dari Notaris Pak. Soalnya prosesnya dari Notaris,” jelas Kelvin.
“Terus terang saja, setelah mempelajari Permen ATR/Kepala BPN Nomor 18 tahun 2021 itu, kita ragu dengan penjelasan Tim Pemasaran Jewel Garden Cemara tersebut,” tegas Abyadi Siregar yang dikuatkan Saharuddin dan Ratama Saragih.
TIDAK MASUK AKAL
Abyadi Siregar merincikan, sesuai pasal 163 Permen ATR/Kepala BPN Nomor 18 tahun 2021, dijelaskan bahwa perubahan HGU ke HGB memang dapat dilakukan. Akan tetapi, untuk perubahan HGU PTPN ke HGB yang tanahnya saat ini dijadikan sebagai kawasan perumahan mewah, sangat tidak masuk akal.
“Kalaupun itu terjadi, saya sangat yakin pasti dalam proses itu melibatkan mafia tanah. Ada unsur korupsinya,” tegas Saharuddin. Nah, tambah Ratama Saragih, atas dasar itu, aparat hukum diharapkan segera turun menyelidiki kasus ini. “Kami berharap, agar KPK bisa membongkar kasus ini,” tegas Ratama Saragih.
Abyadi Siregar lebih jauh menguraikan, sesuai pasal 163 Permen ATR/Kepala BPN Nomor 18 tahun 2021, ada dua syarat penting yang harus dilalui untuk mengubah SHGU menjadi SHGB. Yang pertama adalah, tanah HGU yang akan di HGB-kan itu harus digunakan untuk mendirikan bangunan penunjang kegiatan usaha.
“Nah, kalau PTPN sebagai BUMN yang bergerak di sektor perkebunan ingin mengubah HGU-nya menjadi HGB, maka tanah HGU yang mau di HGB-kan itu harus dibangun dengan bangunan yang menunjang kegiatan usaha perkebunan yang diusahai PTPN,” tegas Abyadi Siregar.
Bahkan, lanjut Abyadi Siregar, di pasal 164 ditegaskan, bahwa jenis bangunan yang bisa dibangun di lahan HGU yang telah dijadikan HGB adalah, bangunan yang menunjang kegiatan usaha perkebunan. Seperti bangunan berbentuk emplasemen, bangunan pabrik, gudang, tempat tinggal sementara karyawan atau bangunan lainnya yang menunjang kegiatan usaha.
Nah, faktanya sekarang, timpal Saharuddin, yang dibangun di lahan HGU itu adalah justru ribuan ruko dan rumah hunian mewah yang nilainya miliaran rupiah per satu unit. “Jadi, tanah HGU itu justru diperjualbelikan oleh PTPN untuk kekayaan mereka sendiri. Ini tidak fair sebagai BUMN yang seharusnya mendukung negara dalam memenuhi kebutuhan sektor perkebunan,” tegas Ratama menimpali.
Syarat kedua yang disebutkan dalam Permen ATR/Kepala BPN Nomor 18 tahun 2021 itu adalah, harus dilakukan revisi Rencana Tata Ruang -RTR. Dan di pasal 165 disebutkan, dalam hal perubahan HGU karena terjadi revisi RTR sebagaimana dimaksud dalam pasal 163 huruf (b), HGU disesuaikan menjadi HGB atau Hak Pakai, maka pemegang HGU yakni PTPN punya kewajiban menyerahkan paling sedikit 20% kepada negara dari luas bidang tanah HGU yang diubah.
“Nah, ini juga perlu kita pertanyakan. Apakah sudah ada perubahan RTR di semua kawasan yang telah dibangun ribuan unit ruko dan rumah tempat tinggal mewah itu? Kita mau cek dulu ini di Pemkab Deliserdang. Kalau ada perubahan RTR, kita ingin telusuri apakah proses itu syarat penyimpangan atau korupsi,” tegas Ratama Saragih.
Saharuddin juga menambahkan, harus dicek juga apakah syarat 20% tanah untuk negara itu sudah diserahkan oleh PTPN? “Di mana lokasi tanahnya. Digunakan untuk apa tanah itu sekarang,” tegas Saharuddin nada bertanya. (Nas)