Unimed Usulkan Prof. Dr. Rer nat Midian Sirait sebagai Calon Pahlawan Nasional dari Sumut

KANALMEDAN, Medan – Universitas Negeri Medan (Unimed) menggelar Seminar Nasional pada Selasa, 29 Oktober 2024 terkait kelayakan mengusulkan Prof. Dr. rer nat. Midian Sirait sebagai Pahlawan Nasional dari Provinsi Sumatera Utara kepada pemerintah pusat.

Seminar yang digelar di Ruang Sidang A Biro Rektor Unimed itu menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya Prof. Dr. Asvi Warman Adam (Guru Besar Sejarah, BRIN Jakarta, Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, (Guru Besar Unimed), Prof. Dr. Phil Ichwan Azhari, M.S, (Guru Besar Sejarah Unimed), Dra. Mira Riyati Kurniasih, M.Si. (Dirjen Pemberdayaan Sosial (Kemensos RI), dan Dr. Apt. Sampurno (Ahli Farmasi, Jakarta).

Para nasumber membedah sepak terjang Midian Sirait atas peran sertanya dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk merdekan dan keluar dari penjajahan Belanda dan Jepang. Kelima narasumber sepakat menyatakan bahwa Midian Sirat sangat layak kita usulkan menjadi Pahlawan Nasional dari Sumatera Utara kepada pemerintah pusat.

Hadir dalam acara seminar, para dosen Prodi Pendidikan Sejarah FIS Unimed, keluarga besar Prof. Midian Sirait, utusan Polda Sumut, Kodam I Bukit Barisan, para tokoh peduli sejarah di Sumatera Utata, Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, dan ratusan mahasiswa.

Midian Sirait merupakan sosok pejuang kemerdekaan yang berasal dari Desa Lumban Sirait, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Ia lahir dari orangtua seorang petani dan pedagang. Di tengah kondisi zaman serba terbatas, tak membuat Midian Sirait patah arang mengarungi kehidupan. Cita-cita yang ditanamkan pada dirinya dari seorang sang ayah untuk mencapai pendidikan setinggi-tingginya adalah modal paling utama.

Di masa menjalani sekolah, Midian Sirait dituntut pada suatu zaman yang kemudian membawanya kepada berbagai peristiwa penting di Porsea. Di akhir Masa kolonialisme dan memasuki masa kependudukan Jepang di Porsea, Midian menyaksikan berbagai peristiwa penting terjadi. Di masa transisi itu, benih-benih perjuangan dalam diri Midian Sirait timbul dan turut ambil bagian di medan pertempuran.

Setelah kemerdekaan diproklamirkan mengubah keadaan dan kondisi seluruh tatanan kehidupan yang sebelumnya berjalan pada masa Kependudukan Jepang. Pada akhir September 1945 pemerintahan Republik Indonesia mulai menjalankan sistem pemerintahan.

Pada bulan Februari 1946, guna memenuhi seruan pemerintah dari Jawa, di Tapanuli, Porsea, dan Balige dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Midian Sirait serta para pelajar lainnya tidak mau ketinggalan dalam pengabdian kepada negara.

Kehidupan perjuangan semakin mewarnai diri Midian Sirait, bahkan mendewasakan hubungan Midian Sirait dengan badan-badan perjuangan serta organisasi-organisasi politik pada masa itu. Paham kebangsaan juga semakin menebal di periode keterlibatan Midian Sirait mempertahankan kemerdekaan. Midian Sirait merupakan ketua IPI sekawasan Danau Toba. IPI adalah wadah dari setiap sekolah yang mendirikan kompi tentara pelajar. Sebagai Ketua IPI, Midian Sirait kemudian menjadi Kepala Staf Tentara Pelajar Batalion Arjuna yang membawahi kompi-kompi tentara pelajar dari sekolah-sekolah yang berbeda.
Pada 21 Juli 1947 Belanda melancarkan perang agresi yang pertama.

Kedatangan tentara militer Belanda hendak menduduki daerah-daerah perkebunan yang memiliki nilai penting dalam perdagangan ekspor. Midian Sirait sebagai kepala staf tentara pelajar ambil bagian dalam periode kedatangan tentara Belanda dengan mengamankan objek strategis dan jantung perekonomian masyarakat.
Gubernur Militer adalah posisi yang banyak diinginkan di kalangan pimpinan kesatuan-kesatuan pejuang pada masa itu. Akan tetapi, Midian Sirait tetap menginginkan Gubernur Militer tetap berada pada utusan pemerintah pusat.

Midian Sirait adalah satu di antara tokoh pejuang yang mempertahankan posisi Gubernur Militer Tapanuli tetap berada pada dr Ferdinand L Tobing. Bagi Midian Sirait tidak tepat dalam keadaan menghadapi musuh yang mengancam kemerdekaan, justru terjadi gusur menggusur satu sama lain.

Midian Sirait boleh dikatakan memiliki pemikiran semakin berkembang tatkala ia berangkat dan mengenyam pendidikan di Jerman dan berhasil menyelesaikan studi dengan baik. Keterlibatan Midian Sirait di PPI Jerman, ia mengetahui pergolakan kaum terperlajar yang berada di Eropa baik dalam posisi sejajar maupun bersebrangan mengenai perkembangan Tanah Air. Tokoh-tokoh yang bersebrangan dengan penguasa serta masalah dan dampaknya dapat dipahami Midian Sirait dengan baik. Karena sebagian besar tokoh-tokoh pada saat itu yang berada di Jerman adalah mereka yang berseberangan secara ideologi dengan pemimpin Rezim Orde Lama.

Di Jerman, Midian Sirait membangun opini publik kepada warga Jerman Barat dan Eropa umumnya, agar bersikap positif terhadap perjuangan Indonesia masalah Irian Barat. Pada waktu itu, Belanda melakukan disinformasi bahwa perjuangan Indonesia merupakan gerakan yang didukung komunis. Disinformasi itu tentu berpengaruh pada publik masyarakat Eropa Barat yang sedang berada dalam situasi perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur (komunis).

Tiba di Tanah Air dan menetap di Bandung, Midian Sirait kembali beraktivitas sebagai seorang dosen di kampus ITB. Atas dorongan tokoh-tokoh mahasiswa pada saat itu, Midian Sirait terpilih sebagai Wakil Rektor III ITB yang mengurus urusan kemahasiswaan (1965-1969). Ketika duduk di kursi Wakil Rekor III, Midian banyak berhadapan dengan para mahasiswa di tengah kondisi berbagai peristiwa yang terjadi pada 1965-1967.
Langkah-langkah yang dilakukan Midian Sirait antara lain melalui instruksi Menteri PTIP membersihkan perguruan tinggi dari oknum-oknum yang berafiliasi dengan PKI. Midian Sirait membekukan seluruh organisasi-organisasi yang memiliki afiliasi dengan PKI.

Sebelum Pj Presiden Soeharto ditetapkan sebagai Presiden ke-2 secara konstitusional, Midian Sirait masih sebagai Wakil Rektor III ITB hingga 1969, dan peranannya di luar kampus, mempimpin suatu simposium yang disebut

“Simposium Pembaharuan” yang kerap dipersepiskan oleh Midian Sirait sebagai “Simposium Perombakan Struktur Politik”. Melalui simposium itu kelak Midian Sirait mendapat gelar doktor perombakan struktur politik. Angkatan aktivis 66 memberikan gelar doktor itu sebenarnya bukan sebagai gelar akademik melainkan gelar ‘sebutan’ atas gerakan kritis dan pembaruan yang diprakarsai Midian pada medio 1968.

Midian sendiri berkesempatan menjadi salah seorang di dalam tim penyusun konsep-konsep Golongan Karya. Midian Sirait kerap memberikan kritik bagaimana kemudian hari Golongan Karya berkembang menjadi partai dengan cita-cita luhur, tetapi orientasi itu berubah, jauh dari cita-cita awal didirikannya.

Seluruh tenaga dan pikiran Midian Sirait diabdikan pada organisasi itu. Setiap hari Midian Sirait berpikir tentang ini dan bergerak untuknya. Siang malam Midian Sirait bicara dengan rekan-rekan apa yang sebaiknya dilakukan untuk kemajuan Golkar, dalam arti kemajuan Tanah Air dan bangsa. Golkar merupakan suatu organisasi sosial politik modern yang berdasarkan kekaryaan, terlepas dari perbedaan suku, agama, dan ras. Midian Sirait berharap agar terbentuk suatu masyarakat karya yang berdasarkan Pancasila.
Mengembangkan Golkar dalam rangka menemukan suatu struktur politik yang meninggalkan konflik ideologi golongan dan menghidupkan suatu sistem input (aspirasi masyarakat) ke dalam suprastruktur; output-ya berupa kebijakan, peraturan perundang-undangan dan anggaran dari lembaga negara dan pemerintahan. Golkar sebagai pengaju kepentingan dan pemandu kepentingan rakyat itu.

Midian Sirait jauh melihat masa depan Indonesia manakala organisasi kepemudaan tidak solid, cita-cita kemerdekaan sulit dicapai. Akhirnya, terbentuk forum yang kemudian diberi nama Komite Nasional Pemuda Indonesia dan dideklarasikan pada 23 Juli 1973, di Gedung Angkatan 45, Jalan Menteng Raya 31, Jakarta. Nama itu dipikirkan oleh Midian Sirait. Melalui KNPI, Midian Sirait ingin membawa para pemuda mencintai bangsa, mencintai negara, dan bisa berkomunikasi antarkader yang dididik oleh masing-masing kelompok.

Terbentuknya lembaga BP-7 itu, Midian Sirait mendapat kepercayaan dari pemerintah menjadi Anggota di dalamnya pada 1978. Di lembaga ini Midian banyak terlibat dalam penyusunan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Namun, dalam perjalanan keterlibatannya, Midian Sirait kerap memberikan kritik dan berbeda pandangan baik kepada penguasa dan sesama pengurus. Melalui perjalanannya pula kelak dari BP-7 kemudian mengilhami pemikiran-pemikirannya tentang Pancasila yang harus diimplementasikan oleh semua anak bangsa.

Ketika pascareformasi dan keran kebebasan berkumpul dan berserikat dibuka, bahkan mendirikan suatu partai dibuka lebar-lebar oleh pemerintah, Midian Sirait kembali ke panggung sebagai inisiator berdirinya partai politik. Semua itu menurut Midian Sirait karena percaturan politik yang penuh dengan unsur emosional. Emosi masyarakat itu bisa tersulut karena memang ada sejumlah faktor-faktor obejektif. Apalagi kalau ada faktor subjektif, semisal dari seorang pemimpin yang memiliki perilaku politik yang bisa membawa kembali situasi tersulutnya emosi.

Partai yang didirikan Midian Sirait itu mencantumkan kata kasih bangsa sebagai tambahan kata demokrasi untuk menegaskan tujuan itu. Partai itu bernama Partai Demokrasi Kasih Bangsa dideklarasikan pada 5 Agustus 1998. Partai itu ternyata pada perkembangannya hanya menarik minat kalangan yang kebetulan beragama Protestan dan Katolik, sehingga pada akhirnya konotasinya semata-mata adalah partai berdasarkan agama dan mendapat dukungan terutama di bagian timur Indonesia.

Berdasarkan latar belakang pendidikan sebagai Alumni SAA, Sarjanawan Apoteker dan Doktor Farmasi, akhirnya ia menerima tawaran untuk mengurus POM. Selaku Dirjen POM banyak kebijakan yang diterapkan Midian Sirait.

Dalam kebijaksanaan nasional penyediaan obat, Midian Sirait menuliskan tentang cara mengembangkan kebijaksanaan nasional dengan strategi menyediakan obat yang bermutu yang dapat dinikmati oleh rakyat berpenghasilan rendah melalui unit-unit pelayanan kesehatan pemerintah yang berasal dari bantuan pemerintah dan pengadaan obat di sektor swasta yang mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi yang disediakan oleh industri swasta nasional maupun trans-nasional dengan mutu sesuai persyaratan WHO. Pengadaan obat seperti ini sekaligus menjadi pasar industri swasta farmasi swasta dan menjamin pasar obat.

Selain sebagai penelusur sejarah farmasi dan Dirjen POM serta Dosen ITB, Midian juga memiliki kebijakan sebagai benteng perlindungan Pabrik Obat berdasarkan data yang diberitakan Tempo. Bermula dari jamu, yakni merupakan minuman tradisional Indonesia yang terbuat dari ramuan herbal dan rempah-rempah, memiliki sejarah panjang sebagai bagian dari budaya dan pengobatan masyarakat. Jamu dipercaya memiliki berbagai manfaat, termasuk meningkatkan kebugaran, menyembuhkan penyakit, dan menjaga kecantikan.

Pengalaman sebagai Kepala Staf Tentara Pelajara Batalion Arjuna yang berjuang di medan pertempuran tetap menguat dalam memori ingatan. Midian Sirait tak ingin bila perjuangan yang mereka lakukan di masa-masa pengabdian kepada bangsa dan negara memperjuangkan hingga mempertahankan kemerdekaan hanya meninggalkan cerita kenangan.

Inisiasi Midian Sirait semakin berkembang melalui kerja sama dengan para pengusaha farmasi yang berkontribusi mengembangkan pendidikan melalui Yayasan TP Arjuna. Kerja sama yang dibangun Midian Sirait dengan pengusaha farmasi akhirnya dapat merahabilitasi gedung-gedung dan kemudian menambah gedung induk dan satu gedung museum di atas tanah yang Midian dapatkan dari masyarakat sekitar.

Di dalam Yayasan TP Arjuna sebagaimana yang diharapkan Midian Sirait lahir generasi yang berwawasan global. Tak terkurung dalam satu doktrin, sebagai orang desa. Selain menerapkan dispilin, untuk mencapai wawasan global itu didukung pada aspek pengetahuan dan kemahiran berbahasa Inggris, keterampilan pengoperasian komputer.

Midian Sirait mewarnai konsep pendidikan Yayasan TP Arjuna dengan menerapkan konsep pendidikan Moh Yamin yakni demokratisasi pendidikan. Dengan konsep demokratisasi pendidikan dalam Yayasan TP Arjuna dapat membuka kesempatan kepada masyarakat yang belum beruntung dalam hal segi finansial maupun ekonomi. Masyarakat yang kurang mampu itu tetap mendapatkan hak dan akses pendidikan yang memadai sehingga lahir masyarakat dengan generasi yang terampil dan profesional.

Selain menyelenggarakan pendidikan, di bawah Yayasan TP Arjuna juga terdapat museum. Museum bertujuan melestarikan kebudayaaan dan mengembangkan pariwisata, serta merawat peninggalan leluhur masyarakat Batak. Museum yang bertema dan menyimpan artefak kebudayaan masyarakat Batak ini telah ada jauh sebelum pihak lain mendirikan museum Batak.

Midian di samping sosok yang multitalenta ternyata ia adalah pencinta dan penyelamat pelestarian artefak leluhur masyarakat Batak. Seperti diuraikan, jauh sebelum pihak lain mendirikan museum Batak, Midian telah mendahului dengan mengumpulkan ratusan artefak yang pernah dipakai orang Batak, meliputi artefak seni budaya, peralatan rumah tangga, peralatan pertanian, teknologi tradisional berburu ikan maupun hewan, dan lain sebagainya.

Memasuki purnabakti sebagai Gurus Besar ITB pada 1993, semakin mendorong dirinya memikirkan situasi dan kondisi lingkungan kawasan Danau Toba yang semakin memperhatinkan pada masa itu. Melewati berbagai aktivitas, Midian Sirait terpanggil membangun bona pasogit, kampung halaman.

Kondisi danau di sekitar tahun 1990-an berubah signifikan. Perubahan dan kondisi itu terjadi karena banyak faktor. Pertama, masyarakat di sekitar kawasan Danau Toba memunggungi nilai-nilai danau itu sebagai ciptaan Tuhan. Kedua, adanya oknum memanfaatkan hutan di sekitar kawasan Danau Toba sebagai sumber penghasilan dengan mendirikan perusahaan produksi kertas.

Midian Sirait melakukan gerakan dengan melibatkan masyarakat sekitar, memanggil tokoh-tokoh nasional yang berasal dari kebudayaan masyarakat di sekitar kawasan Danau Toba itu sendiri; seperti akademisi, dan pemerhati lingkungan. Berbagai upaya yang dilakukan Midian Sirait—menjalin komunikasi dan berdiskusi dengan berbagai pihak—lahir suatu gerakan yang dibentuk secara kelembagaan. Midian Sirait merupakan auktor intelektulias gerakan pelestarian lingkungan yang dibentuk dalam perhimpunan para pencinta Danau Toba.
Melalui Yayasan Perhimpunan Pencinta Danau Toba; Midian Sirait meninggalkan suatu warisan yang berdampak luas bagi masyarakat. Membangun bona pasogit (kampung halaman) tanah leluhur tempat ia lahir hingga tumbuh remaja—ladang pengabdian Midian Sirait mewujudkan cita-cita hidup panggilan iman dalam dirinya.

Apa yang dilakukan Midian Sirait melalui Yayasan PPDT sebagai bentuk keterpanggilan batin. Ia melakukan kajian mendalam padahal Midian sendiri bukan orang ahli di bidang lingkungan hidup tetapi ia melibatkan diri dengan melakukan tindakan nyata atas perubahan yang terjadi di sekitar kawasan Danau Toba.

Revitalisasi Pancasila adalah puncak dari apa yang menjadi kegelisahan Midian Sirait terhadap posisi dan makna Pancasila yang banyak diartikan beragam-ragam. Sejak di masa Seokarno, bahkan hingga Soeharto, Midian Sirait menilai Pancasila dijadikan alat legitimasi kekuasaan. Pemaknaan Pancasila yang beragam-ragam, baik dari kalangan penguasa, juga terjadi di kalangan pemuka agama. Pancasila kerap dipersepsikan sesuai selerah, yang kadang dimaknai dalam konteks tertentu, dan kadangkala dijadikan senjata menyerang anak bangsa sendiri.
Pancasila, ditegaskan Midian Sirait, harus dilihat sebagai moral dan etika politik, terutama dalam konteks hubungan pengamalan budaya. Itu sebabnya, Midian Sirait menyebut perlunya revitalisasi Pancasila. Sebelumnya revitalisasi yang dimaksud Midian Sirait sendiri bisa dikatakan hampir serupa dari apa yang diserukan publik. Bukan karena dan atau Pancasila pernah dihilangkan, melainkan karena ia pernah diartikan beragam-ragam.

Secara ideologis dan historis Midian Sirait adalah seorang tentara pelajar yang membumikan Pancasila sebagai suatu kekuatan menggerakkan tentara pelajar mempertahankan kemerdekaan; di sisi lain dihadapkan pada suatu persoalan konflik perpecahan di kalangan pejuang di Tapanuli. Midian Sirait tentu saja memiliki pandangan teoritis ketika Pancasila disepakati sebagai pandangan hidup bersama dan itu telah sampai di kalangan pejuang dijadikan kerangka acuan sebagai falsafah sebagai negera yang merdeka disambut gegap gempita di seluruh daerah termasuk di Tapanuli.

Secara genealogis di berbagai karya tulis dan aktivitas kebangsaan Midian Sirait dapat dipahami Pancasila yang disepakati itu ialah suatu konsep tentang kekeluargaan dan persaudaraan yang menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila dipahami konsep kekeluargaan dan persaudaraan yang ditawarkan Midian Sirait memiliki satu kesinambungan dengan sistem negera integralistik yang ditawarkan oleh Soepomo pada saat penyusunan ideologi negara. Demikian kajian para narasumber. (Nas)

Print Friendly

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.