Terkait Jemput Paksa Polda Sumut, Chang Jui Fang Diduga Melarikan Diri ke Luar Indonesia

KANALMEDAN – Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia, Chang Jui Fang (56), yang juga menjabat Komisaris Utama PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI), diduga melarikan diri ke luar Indonesia, disebut -sebut ke negara Tiongkok. Senin (9/6/2024).

Kondisi tersebut terkait laporan Sunani yang menggandeng Pengacara Kondang Dr. Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Mediator, ke Polda Sumut dalam kasus dugaan pencurian dan pengerusakan lahannya sekitar 4 hektar dengan terlapor PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI, dibuat sekitar Januari 2024 lalu.

Dimana, pihak Penyidik Ditreskrimum Polda Sumut sudah menerbitkan surat panggil/jemput paksa terhadap Chang Jui Fang sejak sekitar satu bulan lalu, karena Chang Jui Fang selalu mangkir atas surat panggilan petugas.

Informasi dugaan larinya Chang Jui Fang ke luar dari Indonesia terus dicari oleh para wartawan. Karena Chang Jui Fang tak kunjung membalas juga ketika dikonfirmasi melalui selulernya, sejumlah wartawan berusaha menemuinya di alamat yang diketahui tempat tinggal Chang Jui Fang, yakni di Jalan Walet 4, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, DKI Jakarta.

Sejumlah orang yang berada di kediaman yang diketahui tempat tinggal Chang Jui Fang itu mengaku Chang Jui Fang memang sudah sejak sekitar dua Minggu lalu mendadak terbang ke luar dari Indonesia.

Pihak RW Kapuk Muara melalui pria bernama Wahyu menjelaskan, bahwa memang atas nama Chang Jui Fang, sesuai KTP merupakan warga Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan.

“KTP sesuai nama Chang Jui Fang memang orang itu (Chang Jui Fang) ada terdaftar sebagai warga sini. Tapi selama saya bekerja admin RW Kapuk Muara gak pernah jumpa dengan orangnya,” kata Wahyu.

Ditanya, apakah pernah pihak dari kepolisian berkordinasi dengan pihak RW Kapuk Raya soal Chang Jui Fang?

Wahyu mengatakan, “Memang banyak yang nyariin nama Chang Jui Fang itu belakangan ini, semua posturnya rata -rara mirip petugas polisi,” tutup Wahyu.

Terus melakukan tugas jurnalistik sesuai kode etik, kepada inisial Haposan juga dilakukan konfirmasi, melalui seluler, Haposan mengatakan,

“Pimpinan kami memang sdg ada business trip ke luar negeri….kira kira apa yg ingin di tanyakan atau sampaikan??” kata Haposan.

Ditanya wartawan lagi, “Kapan Chang Jui Fang kembali ke Indonesia, dan mengapa selalu mangkir dengan panggilan Penyidik Polda Sumut?” Mendapat pertanyaan itu, Haposan tak berani menjawab.

Diketahui, Haposan ini merupakan salah satu di antara tiga orang yang mendatangi rumah Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin belum lama ini. Haposan dan dua rekannya diduga menekan Kepala Desa Gambus Laut untuk membuat keterangan berbeda dengan fakta sebenarnya, tanah daerah tempat lain mau dipindahkan seolah-olah terjadi tumpang tindih dengan tanah sunani, tapi kades dengan tegas menolak bujukan tersebut.

Diduga tujuan Haposan Cs untuk mengaburkan penyidikan pihak kepolisian. Selain itu, diketahui Haposan Cs ini yang kemarin sedang lagi proses dilaporkan oleh Kepala Desa Gambus Laut di kepolisian terkait dugaan mencuri foto kades yang sedang sakit bersarung-sarung, merekam, lalu memotong percakapan dan menyebarkan ke sejumlah media.

Di tempat terpisah, Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak), Max Donald yang dimintai tanggapannya mengatakan, “Sebaiknya saat bila ada panggilan dari kepolisian, sebagai warga negara yang taat hukum, kita gak boleh abai, harus diselesaikan. Apalagi kalau benar diduga sengaja lari ke luar Indonesia. Tetapi Polri kan bisa kerjasama dengan Interpol, kita yakin Polri mampu,” kata Donald.

“Sekali lagi saya ingatkan, Polri jangan mau kalah, bila surat jemput paksa terhadap Chang itu sudah lama terbit, harus dieksekusi, masyarakat butuh penegakan hukum yang pasti, bukan hanya untuk “menakut-nakuti”,” tegas Donald.

Kasus Chang Jui Fang, Dirut PT Jui Shin Indonesia yang juga Komisaris Utama PT BUMI ini, selain menambang pasir kuarsa di beberapa lokasi diduga di luar kordinat (Desa Suka Ramai, Kecamatan Air Putih, Batubara) juga lokasi lainnya di lahan milik Sunani, di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara (Sumut).

Penambangan pasir kuarsa tersebut juga diduga merugikan pendapatan negara, karena merusak lingkungan hidup. Pasalnya, lokasi tambang tidak dilakukan reklamasi dan pasca tambang meski sudah bertahun-tahun aktivitas tambang berhenti di beberapa lokasi.

Parahnya, pihak dari kedua perusahaan tersebut mengatakan bahwa bekas tambang itu dijadikan kolam ikan berdasarkan kerjasama dengan Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin.

Namun Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin membantah keras adanya kerjasama dengan pihaknya menjadikan kolam ikan.

“Tidak benar itu, mana mungkin saya, sebagai Kepala Desa, berani melawan aturan hukum. Suruh dia tunjukkan bukti kalau ada kerjasama dengan saya untuk membuat bekas galian tambang mereka menjadi kolam ikan. Jangan mengarang-ngarang lah. Kalau bisa seperti itu, bekas galian tambang dibuat kolam ikan, nanti semua perusahaan tambang gampang, tidak usah keluar modal banyak untuk melakukan reklamasi/penimbunan kembali pasca tambang, tinggal dibuatnya MoU untuk jadi kolam ika,.” tegas Kades.

Lanjutnya, “Sudah lah, jangan banyak kali alasan, suruh tunjukan buktinya surat perjanjian yang dimaksud mereka itu, saya jamin tidak ada. Reklamasi dan pasca tambang Itu kan syarat mutlak ketika mau mengajukan izin tambang, wajib dan harus melakukannya, reklamasi.”

“Saya duga mereka mau pengalihan isu. Faktanya sampai sekarang bekas galian mereka di Desa Gambus Laut tidak ada yang ditutup kembali, hanya menyisakan lubang besar mirip kolam, danau buatan dimana-mana.”

Masih kata Kades, “Sehingga ketika hujan, bisa menyebabkan air pasang, meluap airnya membanjiri pemukiman, merusak tanaman dan berbahaya bagi keselamatan manusia maupun ternak peliharaan warga disana.”

Terakhir, “Saya sebagai Kades Gambus Laut, berterima kasih kepada para rekan media. Ketika viral berita tersebut, daratan yang digali sampai jebol ke sungai sudah ditutup kembali oleh mereka. Saya mengharapkan semua pihak, terutama para aktivis dan peduli lingkungan agar mau mendesak pihak yang berwenang menindak perusahaan tersebut, supaya segera melakukan reklamasi dan pasca tambang sampai 100 persen berhasil,” tutup Kades.

Sebagai tambahan informasi, korupsi Sumber Daya Alam (SDA) yang menyebabkan Kerugian Negara dan Perekonomian Negara diduga kuat telah terjadi pada aktivitas penambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir dan Desa Suka Ramai, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara, dan kemudian penambangan tanah kaolin di Desa Bandar Pulau Pekan, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan (Sumut).

Selain itu juga, transaksi jual-beli hasil tambang pasir kuarsa dan tanah kaolin antara beberapa perusahaan dengan PT Jui Shin Indonesia diduga tidak membayar pajak kepada negara?

Sehingga, anak Sunani bernama Adrian Sunjaya dengan menggandeng Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf melaporkan PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI ke Kajati Sumut, Kejagung dan KPK.

Diketahui lagi, dalam pasal-pasal Pidana pada UU No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU 4 Th 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Tidak Melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang, pada Pasal 161B mengatakan (1) Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan:

a. Reklamasi dan/atau Pascatambang; dan/atau

b. Penempatan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eks pemegang IUP atau IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban Reklamasi dan/atau Pascatambang yang menjadi kewajibannya. (Nas)

Print Friendly

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.