Kaolin dan Kuarsa Sumut Dimonopoli “Kartel”, PT JSI Diduga Penikmat Utama

Penambangan pasir kuarsa di kabupaten Batubara, Kecamatan Limapuluh Pesisir, Desa Gambus Laut yang hingga kini belum direklamasi dan pasca tambang, meski aktivitas tambang tampak sudah berhenti/.

KANALMEDAN – Korupsi merupakan salah satu kejahatan ‘extra ordinary crime’, korupsi terjadi tidak hanya dalam konteks pengadaan barang dan jasa atau suap menyuap, tetapi titik beratnya adalah kerugian Negara dan perekonomian Negara, hingga yang berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Contoh salah satunya, korupsi di sektor sumber daya alam.

Dalam perkara korupsi yang sifatnya ‘extra ordinary crime’, menjadikan pelaku tidak saja berasal dari perorangan saja, tetapi melibatkan korporasi (badan hukum), juga konglomerasi (gabungan antara korporasi dengan pengambil kebijakan), sehingga dampaknya terjadi pembiaran dan berkelanjutan.

Hal tersebut disampaikan Ketua LSM Gebrak, Max Donald, Sabtu (29/6/2024). Dia mengaku mengutip sedikit pernyataan Jaksa Agung Burhanudin baru-baru ini.

Dilanjutkan Max, apa yang diungkapkan Jaksa Agung tersebut, menurutnya diduga sama persis dengan kasus yang menjadi sorotan masyarakat saat ini di Sumatera Utara melalui ramainya pemberitaan media.

Perkembangan terkini, berdasarkan investigasi dan informasi yang diperoleh wartawan. Bahwa hasil tambang tanah Kaolin, pasir Kuarsa dan bahkan ada beberapa lagi lainnya yang digunakan sebagai bahan baku produksi keramik, dari beberapa kabupaten di Sumut dimonopoli “Kartel Raksasa”.

Sumber layak dipercaya mengatakan lagi, bahwa melihat sepak terjang perusahaan raksasa itu, sehingga layaknya disebut mirip “kartel”.

“Kalau ada tempat lain untuk kami menjual tanah kaolin ini Bang, gak mau kami jual ke PT Jui Shin Indonesia (JSI), potongan berat air saat penimbangan tanah kaolin itu dibuat sesuka hati mereka, gak bisa kami lihat hitungan pemotongan airya, tanah kaolin kan bercampur air waktu ditimbang sebelum masuk pabrik. Pembayaran pembayarnya juga lama-lama,” beber sumber.

Sebelumnya, masih dari hasil investigasi dan informasi diperoleh wartawan. Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia bernama Chang Jui Fang, dimana Chang Jui Fang juga sebagai Komisaris Utama di PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI).

Kemudian, dalam memenuhi bahan baku produksi perusahaan tersebut, berupa pasir kuarsa dan tanah kaolin, berasal dari beberapa lokasi penambangan diduga ilegal yang ada di Propinsi Sumatera Utara. 

Seperti dari Kabupaten Batubara, tepatnya di Desa Gambus Laut Kecamatan Lima Puluh Pesisir, lalu di Desa Sukaramai, Kecamatan Air Putih dan dari Kabupaten Asahan di Desa Bandar Pulau Pekan, Kecamatan Bandar Pulau.

Adapun penambangan pasir kuarsa dan tanah kaolin diduga ilegal itu, sebagai bahan baku produk keramik, lalu dikomersilkan.

Kemudian, PT Jui Shin Indonesia mengakui melalui perwakilannya, dalam memperoleh bahan hasil tambang, dengan mengikat kerjasama perusahaan lain.

Ironinya, aktivitas penambangan pasir kuarsa dan tanah kaolin yang dilakukan rekanan (yang bekerjasama) dengan PT Jui Shin Indonesia, yakni PT BUMI di Kabupaten Batubara dan di CV Sambara di Kabupaten Asahan, diduga menambang hingga di luar batas konsesi atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan/WIUP perusahaan tersebut. Sehingga aktivitas penambangan tersebut diduga ilegal, dampaknya buruknya kerusakan lingkungan hidup, bisa merugikan pendapatan Negara dan merugikan perekonomian Negara.

Diperparah, kedua perusahaan (CV Sambara dan PT BUMI) sebagai penjual hasil tambang kaolin dan pasir kuarsa kepada PT Jui Shin Indonesia, diduga tidak pernah melakukan kewajiban reklamasi atau pasca tambang sesuai aturan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan regulasi di bawahnya. Meski diketahui, berserak lokasi bekas penambangan kedua perusahaan itu, kondisinya memprihatinkan, lubang besar mirip danau, sudah bertahun-tahun diduga mereka (PT BUMI dan CV Sambara), terlantarkan.

Didapat lagi keanehan luar biasa, bahwa CV Sambara disebut sedang on proses mendapatkan IUP Operasi Produksi (OP), sesuai penyataan Dinas Perindag ESDM Propinsi Sumut melalui Kabid August Sihombing.

Tetapi mengapa CV Sambara diduga malah sudah melakukan aktivitas IUP Operasi Produksi, penambangan tanah kaolin di Kabupaten Asahan?

Soal adanya pernyataan pemilik PT BUMI dan PT Jui Shin Indonesia, Chang Jui Fang melalui perwakilannya, bahwa tidak melakukan reklamasi atau pasca tambang di Kabupaten Batubara, karena ada kerja sama dengan Kepala Desa Gambus Laut, lubang-lubang bekas galian penambangan mereka dibuat kolam ikan.

Terkait itu, dikonfirmasi ke Kades Gambus Laut, Zaharuddin, dan ternyata jawaban Kades Gambus laut berbanding terbalik dengan yang dikatakan perwakilan PT BUMI dan PT Jui Shin Indonesia.

“Tidak benar itu, mana mungkin saya, sebagai Kepala Desa, berani melawan aturan hukum. Suruh dia tunjukkan bukti kalau ada kerja sama dengan saya untuk membuat bekas galian tambang mereka menjadi kolam ikan. Jangan mengarang-ngarang lah. Kalau bisa seperti itu, nanti semua perusahaan tambang, gampang, tidak usah keluar modal banyak untuk melakukan reklamasi/penimbunan kembali pasca tambang, tinggal dibuatnya MoU untuk jadi kolam ikan.” tegas Kades.

“Sudahlah, jangan banyak kali alasan, suruh tunjukkan buktinya surat perjanjian yang dimaksud mereka itu saya jamin tidak ada. Reklamasi dan pasca tambang Itu kan syarat mutlak ketika mau mengajukan izin tambang, wajib dan harus melakukannya, reklamasi,” tambahnya.

“Saya duga mereka mau pengalihan isu. Faktanya sampai sekarang bekas galian mereka di Desa Gambus Laut tidak ada yang ditutup kembali, hanya menyisakan lubang besar mirip kolam, danau buatan dimana-mana.”

Masih kata Kades, “Sehingga ketika hujan, bisa menyebabkan air pasang, meluap airnya membanjiri pemukiman, merusak tanaman dan berbahaya bagi keselamatan manusia maupun ternak peliharaan warga disana.”

Terakhir, “Saya sebagai Kades Gambus Laut, berterima kasih kepada para rekan media. Ketika viral berita tersebut, daratan yang digali sampai jebol ke sungai sudah ditutup kembali oleh mereka. Saya mengharapkan semua pihak, terutama para aktivis dan peduli lingkungan agar mau mendesak pihak yang berwenang menindak perusahaan tersebut, supaya segera melakukan reklamasi dan pasca tambang sampai 100 persen berhasil,” tutup Kades.

Sedangkan, terkait segala hasil investigasi dan informasi yang didapat para wartawan, tentang aktivitas PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI dan CV Sambara, setelah dimuat di media. Perwakilan dari ketiga perusahaan (PT Jui Shin Indonesia, PT BUMI dan CV Sambara), menyatakan belum lama ini ketika menggelar temu pers di Medan.

“Perusahaan yang kami wakili, masing -masing berdiri sendiri, memiliki legalitas,”

“PT BUMI bukan anak perusahaan PT Jui Shin Indonesia, dan penambangan kami sesuai titik kordinat yang ada di dalam izin,” katanya, membenarkan tanah kaolin dan pasir kuarsa dijual ke PT Jui Shin Indonesia.

Namun ketika diminta wartawan agar dokumen izin yang disebut perwakilan ketiga perusahaan itu bisa terlihat jelas, diminta wartawan difoto dari dekat atau dicopy (salinan), namun para legal perusahaan itu tidak mau memberikan.

Ditambahkan Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak), Max Donald, menurutnya, “Dalam Peraturan Pemerintah ada diatur, 30 hari bila tidak ada kegiatan penambangan lagi maka lubang bekas tambang harus ditutup perusahaan penambang.”

“Kemudian, bisa dipidana 5 tahun penjara, denda Rp100 miliar bagi IUP yang dicabut atau telah berakhir namun tidak melaksanakan reklamasi dan pasca tambang,” tutup Max.

Kasus ini berawal dari Laporan Pengaduan masyarakat bernama Sunani (60), didampingi Pengacara Kondang, Dr. Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med pada Januari 2024 lalu ke Polda Sumut terkait dugaan pengerusakan dan pencurian pasir kuarsa dari lahannya luas sekitar 4 hektar di Desa Gambus Laut, Batubara, sebagai terlapor PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI.

Ditreskrimum Polda Sumut yang menangani kasus tersebut berhasil menyita 2 unit ekscavator milik PT Jui Shin Indonesia, namun tak kunjung menjemput paksa Chang Jui Fang Dirut PT Jui Shin Indonesia dan Komisaris Utama di PT BUMI. Meski diketahui, surat penjemputan paksa ChanhyJui Fang sudah semakin lama diterbitkan.

Kepada Direktur Ditrekrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan diinformasikan, bahwa aktivitas penambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Batubara dan pasir kuarsa di Asahan diduga merusak lingkungan hidup dan merugikan negara, saat ini malah seperti memblokir nomor wartawan.

Atas dugaan kuatnya korupsi dalam kasus tersebut, merusak lingkungan dan merugikan pendapatan negara dan perekonomian negara, Sunani diwakili anaknya, Adrian Sunjaya bersama Pengacara Kondang, Dr. Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, lagi melaporkan pula ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK.

Kembali dicoba konfirmasi langsung kepada Chang Jui Fang melalui nomor selulernya, 0811 1839 ###, belum menjawab pertanyaan wartawan yang menanyakan, mengapa mangkir sebanyak 2 kali dipanggil Penyidik Dirreskrimum Polda Sumut?

Meski sebelumnya Chang Jui Fang mengarahkan wartawan melakukan konfirmasi tersebut kepada inisial H saja. Namun, inisial H yang dikonfirmasi dengan pertanyaan yang sama, sepertinya bungkam. (Nas)

Print Friendly

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.