Korelasi Hukum Anti Money Laundering dengan Pasal 69 UU TPPU
Oleh: Hasnan Habibullah*
HUKUM anti money laundering memiliki korelasi yang kuat dengan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU TPPU”). Pasal 69 UU TPPU merupakan salah satu ketentuan inti dalam hukum anti money laundering di Indonesia.
Korelasi antara hukum anti money laundering dengan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) sangat penting dalam konteks hukum Indonesia.
Pasal 69 UU TPPU menegaskan bahwa dalam proses hukum, tidak diwajibkan untuk membuktikan tindak pidana asal sebelum menuntut pelaku atas tindak pidana pencucian uang. Ini berarti bahwa tindak pidana pencucian uang dapat diproses sebagai kejahatan mandiri, tanpa perlu menunggu pembuktian dari kejahatan asal yang menghasilkan uang tersebut.
Dalam konteks hukum anti money laundering, Pasal 69 memberikan kemudahan bagi penegak hukum untuk mengejar aset-aset yang diduga hasil dari kejahatan, dengan mengikuti prinsip “follow the money”. Hal ini memungkinkan penegak hukum untuk fokus pada aliran dana yang mencurigakan dan memutus mata rantai kejahatan finansial tanpa harus terhambat oleh kompleksitas pembuktian kejahatan asal.
Namun, perlu dicatat bahwa meskipun Pasal 69 memungkinkan penuntutan tindak pidana pencucian uang tanpa pembuktian tindak pidana asal, hubungan antara kedua tindak pidana tersebut tetap harus ada. Artinya, harus ada indikasi kuat bahwa aset yang dicuci berasal dari suatu kejahatan, meskipun kejahatan tersebut belum tentu harus dibuktikan terlebih dahulu.
Pasal 69 UU TPPU mewajibkan setiap orang yang bekerja pada Lembaga Jasa Keuangan (“LJK”) dan penyedia jasa lainnya yang ditetapkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (“PPATK”), untuk melaporkan transaksi keuangan yang diduga sebagai transaksi mencurigakan kepada PPATK.
Kewajiban pelaporan ini merupakan bagian penting dari upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dengan melaporkan transaksi mencurigakan, LJK dan penyedia jasa lainnya membantu PPATK dalam mengidentifikasi dan menindaklanjuti transaksi yang diduga terkait dengan tindak pidana.
Pasal 69 UU TPPU memiliki dampak yang signifikan terhadap hukum anti money laundering di Indonesia, antara lain: Meningkatkan efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Memperkuat peran LJK dan penyedia jasa lainnya dalam memerangi pencucian uang. Meningkatkan kerja sama antara LJK, penyedia jasa lainnya, dan PPATK dalam menindaklanjuti transaksi mencurigakan. Mendorong terciptanya sistem keuangan yang sehat dan bersih dari praktik pencucian uang.Dalam praktiknya, korelasi ini sering menjadi topik diskusi yang hangat, terutama dalam hal interpretasi dan implementasi hukum, yang mana Mahkamah Konstitusi telah memberikan beberapa putusan terkait dengan konstitusionalitas dan interpretasi dari Pasal 69 UU TPPU.
Secara keseluruhan, Pasal 69 UU PPTPPU merupakan ketentuan penting dalam hukum anti money laundering di Indonesia, karena mewajibkan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan memperkuat peran LJK serta penyedia jasa lainnya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
*Mahasiswa Magister Hukum USU, NIM : 227005198