Umar YR Lubis: Pemko Medan Harus Bertanggung Jawab Atas Pencemaran Akibat Sampah
KANALMEDAN – Pemko Medan sampai saat ini belum mampu menuntaskan masalah sampah, terutama di TPA Terjun.
“Penanganan sampah yang tidak tuntas itu dapat dilihat di TPA Terjun, karena sifatnya yang masih menimbun, meskipun beberapa waktu yang lalu Sanitary Landfill telah diresmikan,” kata praktisi lingkungan Umar YR Lubis di Medan, Senin (22/4).
Menurut Umar, sanitary landfill itu hanya menyembunyikan masalah (sampah), dan daya tampungnya yang terbatas oleh waktu.
Jika dilihat dari UU No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, maka Pemko Medan itu jauh dari harapan, karena tidak adanya penanganan sampah dalam bentuk pengurangan (eliminasi) yang siknifikan, dan sampah yang telah menggunung di TPA tersebut tidak ada dilakukan penaganan yang tepat.
“Seharusnya dalam mengurangi sampah itu dilakukan eleminasi terhadap sampah, bukan menumpuk atau menyembunyikannya diTPA, karena fungsi dari TPA itu adalah tempat pemrosesan sampah untuk dikembalikan ke media lingkungan secara aman baik bagi manusia maupun lingkungan,” jelas Umar.
Selain itu, Instalasi Pengolahan Lindi di TPS juga tidak terlihat. “Apalagi yang di TPA Terjun, jika ada apakah berfungsi dengan baik? ” tanya Umar.
Maka jika bicara sampah tidak akan tetlepas dari UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, karena sampah itu adalah salah satu sumber pencemar, baik tanah, air maupun udara, karena sampah menghasilkan lindi dan gas. Jika penanganannya tidak tepat maka TPA itu sesungguhnya menjadi sumber pencemar.
“Nah di sinilah peranan PPNS untuk melakukan penyelidikan terhadap pencemaran tersebut, tapi apakah mungkin?” kata Umar.
Di dalam Perda No. 6 tahun 2015 pasal 32 disebutkan” Setiap orang atau badan dilarang : a. Membuang sampah sembarangan; b. Menyelenggarakan pengelolaan persampahan tanpa seijin walikota; c. Menimbun sampah dan pendauran ulang sampah dan/atau pemanfaatan kembali sampah yang berakibat kerusakan lingkungan”.
“Jika pengelolaan sampah itu harus mendapat izin dari walikota, dan tidak mencenari kenapa di TPS dan TPA Terjun yang diduga telah terjadi pencemaran dibiarkan? Tentu ini sangat menyedihkan, masyarakat dikutip retribusi tapi pada akhirnya sampah yang dikumpul dan diangkut ke TPA Terjun ternyata mencemari lingkungan. Seharusnya Walikota mencabut izin pengelolaan tersebut, minimal pengelolanya diberikan sanksi karena telah melakukan pencemaran,” tutur Umar.
Dengan terjadinya pencemaran tersebut Umar mengatakan bahwa “Seharusnya Walikota Medan bertanggung jawab penuh terhadap pencemaran yang terjadi di TPA Terjun maupun di TPS yang ada, baik berupa air lindi maupun Gas Metana yang ditimbulkan dari penumpukan sampah tersebut”.
Selain itu, praktisi lingkungan ini menyebutkan bahwa Pemko Medan juga tidak mampu menerapkan Perda no 6 tahun 2015. Ini dapat dilihat dari masih banyaknya sampah yang dibuang sembarangan, sehingga pada saat hujan sampah terbawa air ke parit ataupun ke sungai yang ada di Kota Medan. Hal ini salah satu akibat dari tidak diterapkannya sanksi perda sampah tersebut.
Dalam Kebijakan Strategi Daerah (JAKSTRADA) yang tertuang dalam Perwal No. 26 tahun 2019 yang menarget pengurangan 30% timbunan sampah dan 70% penanganan sampah dan sampah sejenis rumah tangga pada tahun 2025 sudah tentu tidak tercapai.
Pada kesempatan tersebut Umar mengingatkan kepada Pemerintah Kota Medan agar lebih serius pada pengelolaan sampah dan lebih obyektif dalam memilih program dan penerapan tekhnologi dalam pengurangan sampah di Kota Medan. (Nas)