Siswa SMAN 7 Medan Inginkan Ruangan Khusus Untuk Belajar Agama
KANALMEDAN – Adanya dugaan diskriminasi bagi siswa untuk beribadah di SMA Negeri 7 Medan, Jalan Timor Medan menjadi perhatian Wardiksu (Wartawan Dinas Pendidikan Sumatera Utara) yang diketuai Vera Rosalina Sinaga. Karena ini bertentangan dengan Permendikbud No 46 Tahun 2023.
Dikutip dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), meluncurkan peraturan baru tentang penanganan kekerasan di sekolah untuk jenjang SD hingga SMA yakni Permendikbud No 46 Tahun 2023. Peraturan terbaru ini mengatur tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP). Peraturan ini bertujuan dalam penanganan dan pencegahan kasus kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi di sekolah.
Peraturan yang baru ini juga tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain.
Berangkat dari Permendikbudristek itu, Wardiksu ingin mengkonfirmasi kebenaran dugaan tersebut, Rabu (27/03/2024). Sayangnya keinginan tersebut terhenti karena pihak sekolah seakan menutup diri. Ini terlihat dari sikap Hasiholan Sitompul yang dikenal dengan sebutan Humas SMAN 7 Medan seakan membatasi gerak Wardiksu.
Lelaki yang akrab dipanggil Tompul ini mengatakan pihaknya sedang sibuk karena menjadi panitia pengawas ujian dan tidak ada waktu untuk wawancara.
“Pak Kepsek tidak ada kak dan kami lagi mengawas ujian. Yang berkompeten menjawab pertanyaan orang kakak hanya Pak Kepsek. Nanti-nanti aja ya kak karena kami lagi sibuk,”ucapnya tergesa-gesa.
Tidak mendapatkan jawaban yang pasti, Wardiksu mewawancarai beberapa siswa yang sedang menunggu jam masuk di depan kelas. Menurut seorang siswa kelas XII yang beragama Katolik mengaku saat pelajaran agama, siswa di sekolah tersebut belajar di aula bahkan di ruang laboratorium. Tidak hanya beragama Katolik dan Protestan, agama muslim juga mendapatkan perlakuan yang sama. Di mana saat mata pelajaran agama mereka ditempatkan di tempat yang tidak semestinya.
Hal senada juga dibenarkan siswa kelas XI. Siswa tersebut mengaku jadwal pelajaran agama selalu digabung dengan kelas lain. “Kelas X dan XI belajar agamanya di aula bu tapi kalau kelas XII di ruang kelas. Kadang kami pun belajarnya di laboratorium,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai bantuan keagamaan siswa itu mengaku tidak pernah ada bantuan keagamaan di sekolahnya. Guru yang mengajar hanya memberikan materi.
“Kami ingin punya ruangan khusus untuk belajar agama bu. Karena saat ini ruangan yang disediakan bukan ruangan yang khusus untuk beragama,” pintanya. (Nas)