Umar YR Lubis: SPALD Sumber Air Alternatif
KANALMEDAN – Air limbah domestik bersumber dari usaha kegiatan manusia yang berasal dari pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Pada umumnya, tempat-tempat ini belum memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sendiri, sehingga diperlukan SPALD atau Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Praktisi lingkungan Umar YR Lubis mengatakan, SPALD merupakan serangkaian kegiatan pengelolaan air limbah domestik dalam satu kesatuan dengan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah domestik. SPALD ini terbagi dua yaitu SPALD Terpusat (SPALD-T) dan SPALD Setempat ( SPALD-S). Air limbah domestik digolongkan kepada 2 bagian yaitu Black Water (kakus) dan Grey Water (non kakus). Dan jika tak diolah dengan tepat akan dapat menimbulkan biogas yang akan berdampak kepada perubahan iklim.
Beberapa tujuan dari SPALD ini adalah menjaga sumber air agar tidak tercemar, dan pemanfaatan hasil pengelolaan air limbah domestik sebagaimana telah dituangkan di dalam Permen PUPR No 04 Tahun 2017.
“Maka salah satu cara untuk menjaga kualitas Sumber Daya Air adalah dengan melakukan SPALD, baik skala kecil (komunal, kawasan/setempat) atau pun skala besar (terpusat). Jadi untuk melindungi sumber daya air, bukan hanya industri saja yang harus mengolah air limbahnya, masyarakat sendiri juga harus mengolahnya,” sebut Umar YR Lubis di Medan Jum’at (24/2/2023).
Umar menambahkan, jika SPALD ini dilakukan, maka krisis air bersih di daerah perkotaan atau daerah yang sulit air bisa teratasi dengan memanfaatkan air hasil olahan dari SPALD. Sebab air olahan dari SPALD ini bisa dapat dimanfaatkan kembali, karena airnya sudah memenuhi baku mutu air limbah domestik sesuai dengan Permen LHK No. 68/2016, tinggal dipasang water treatment di ujungnya, air tersebut dapat digunakan kembali,” urai Umar.
“SPALD ini yang salah satunya untuk menjaga sumber daya air, dimana di dalam UU No. 17/2019 tentang Sumber Daya Air tercantum sanksi pidana bagi yang melakukan perusakan/pencemaran terhadap sumber daya air. Jika pencemaran terjadi maka untuk mendapatkan air bersih akan sulit, untuk itu peranan pengawas sangat perlukan,” kata Umar YR Lubis.
Selain itu, kata Umar, bagi penerima manfaat SPALD ini, maka septik tanknya tidak akan pernah penuh, karena semua tinja/feses akan terurai menjadi lumpur, dan terkumpul di bak pra pengolahan maupun di bioreaktor utama. “Jadi, jika dikenakan retribusi, maka retribusi tersebut adalah retribusi perawatan SPALD.” jelas Umar.
Disinggung mengenai banyaknya IPAL komunal yang tidak berfungsi lagi, dia menyebutkan mangkraknya IPAL komunal itu dikarenakan tidak adanya perawatan, dan tidak ada penanggung jawabnya. Pasalnya, IPAL komunal itu tidak jelas siapa pengelolanya. Kelompok masyarakat juga tidak dilatih untuk perawatannya. Kemudian tidak jelas dinas apa yang bertanggung jawab untuk itu.
“Jadi harus jelas siapa penanggung jawabnya, agar bisa tuntas masalahnya” tambahnya.
Di dalam aplikasinya, kata Umar, SPALD ini tidak jauh beda dengan IPAL, karena konsep dan prinsipnya sama. Jadi bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.
Umar berharap kepada seluruh pemerintah daerah agar dapat melakukan SPALD berbasis kelurahan/desa dan atau lingkungan, sehingga fungsi parit/selokan itu hanyalah untuk air hujan, bukan sebagai comberan bersama di masyarakat. Selain SPALD sebagai sarana menjaga sumber daya air, juga sebagai Sumber Air Alternatif bagi masyarakat. (Nas)