Alokasi Dana Desa, Manfaat, Masalah dan Penyelesaiannya Ditinjau dari Perspektif Kelembagaan Publik


Oleh: SYOFYAN*

Latar Belakang

Sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi, satu strategi yang ditetapkan dalam pembangunan adalah strategi Nawacita Pembangunan Desa, yaitu membangun dari pinggiran. Sejalan dengan semangat otonomi yang diberikan kepada daerah dan desa, kebijakan pembangunan desa ini diwujudkan dengan mengeluarkan UU. 6 tahun 2014 tentang desa yang kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya Permendagri No.113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Berdasarkan UU. No. 6 tahun 2014 dan Permendagri No.113 Tahun 2014, desa-desa yang terdapat di Indonesia mendapatkan kucuran dana yang diterima berdasarkan formulasi tertentu yang telah ditetapkan. Dana tersebut sepenuhnya dikelola oleh desa melalui mekanisme tertentu yang ditetapkan termasuk juga kegiatan pengawasan dan pembinaan yang melibatkan masyarakat di desa, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.

Dalam konsep pembangunan wilayah pedesaaan, dana desa merupakan satu bentuk investasi yang dapat mendorong peningkatan kegiatan ekonomi di desa yang mempunyai dampak multiplier bagi kegiatan ekonomi lainnya di desa seperti  peningkatan sarana dan prasarana fisik, penyerapan tenaga kerja, kegiatan ekonomi masyarakat desa, pelayanan pemerintahan desa yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa sebagaimana tujuan dari strategi nawacita itu sendiri.

Oleh karena itu, terlepas dari berbagai persoalan dan masalah  dan evaluasi yang terdapat dalam pelaksanaan alokasi dana desa ini, diharapkan program pembangunan desa melalui dana desa dengan jumlah yang telah diberikan dapat merangsang masyarakat untuk bergerak membangun desanya dan oleh karena itu, perlu dilanjutkan dan ditingkatkan.

Dalam konteks ini, desa dituntut untuk piawai dalam melaksanakan pengelolaannya. Oleh karena itu, keterlibatan berbagai pihak khususnya perguruan tinggi sangat berperan penting dalam mengoptimalkan pelaksanaan dana desa, terutama bila dikaitkan dengan proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggung-jawabannya yang mengacu pada azas pengelolaan keuangan yang transparan, akuntabel, partisipatif, tertib dan disiplin anggaran. Berdasarkan fakta yang terjadi, azas pengelolaan keuangan ini masih menemukan berbagai persoalan dan tantangan baik untuk tingkat nasional, provinsi maupun pemerintah daerah/kota. 

Kucuran dana desa yang telah dilakukan pemerintah melalui dana desa telah dijalankan selama lima tahun sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi.  Provinsi Sumatera Utara, memiliki jumlah desa sebanyak 5418. Berdasarkan data direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan RI, tahun 2019, jumlah alokasi dana desa yang ditetapkan sampai dengan tahun 2019 sebesar 4,3 trilyun. Perlu kajian makro khusus untuk mengetahui dampak multiplier dana desa terhadap pembentukan pendapatan domestik regional bruto di provinsi Sumatera utara agar kita dapat mengetahui seberapa besar sumbangsih dana desa dalam memajukan perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Dana desa dalam perspektif  kelembagaan publik

Banyak kajian yang sudah dilakukan tentang manfaat dana desa terhadap pembangunan desa baik yang dilakukan oleh akademisi, para eksekutif dan para praktisi.  Kajian tersebut sangat bermanfaat untuk mengevaluasi berbagai manfaat dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat desa dalam melaksanakan pembangunan dengan dana desa yang berkontribusi dalam peningkatan pembangunan khususnya masyarakat pedesaaan.  Kajian yang dilakukan meliputi aspeek ekonomi, sosial, budaya. Pada tahap awal, hasil kajian dan penelitian terhadap alokasi dana desa menemukan bahwa bahwa alokasi dana desa memiliki dampak positif maupun negatif terhadap program pembangunan desa.

Pada tahap awal, masalah muncul dari sisi kesiapan desa dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun hasilnya. Seperti yang dikemukakan oleh Rahmawati, Ayidiati, & Surifah (2015), desa belum sepenuhnya siap karena masih ada kendala dalam implementasi Undang-Undang Desa. Faktor utama yang menjadi penghambat adalah keterbatasan waktu dalam persiapan administrasi dan pemahaman isi undang-undang sebagai dasar aturan. Faktor lainnya adalah sumber daya manusia (SDM) yang kurang mendukung.

Abidin (2015) juga menemukan fakta bahwa penggunaan alokasi dana desa masih menemui sejumlah permasalahan dalam perencanaan, pelaksanaan, kualitas pelaporan, dan lemahnya kelembagaan desa serta koordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota. Rulyanti (2017) mengemukakan bahwa komitmen organisasi dan sumber daya manusia memiliki hubungan positif signifikan terhadap pengelolaan anggaran dana desa dan kinerja pemerintah desa, kinerja pengelolaan anggaran desa namun regulasi dan komunikasi tidak signifikan.   Dari aspek makro, Harahap (2018) menemukan bahwa alokasi dana desa memberikan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan tenaga kerja dan indeks pembangunan manusia.

Dalam teori ekonomi kelembagaan, pelaksanaan dana desa dapat dilihat dari aspek hubungan antara prinsipal yaitu Kepala Desa dan Agen yaitu Sekretaris Desa. Prinsipal dan agen dalam konteks ini timbul karena adanya Undang-Undang. Kepala Desa dikatakan sebagai prinsipal karena berdasarkan UU.No.6 Tahun 2014 dan Permendagri No.113 tahun 2014, Kepala Desa adalah pemilik/penanggung jawab pelaksanaan alokasi dana desa. Sekretaris desa dengan perangkat desa lainnya adalah pelaksana dana desa yang juga berperan sebagai Pelaksana Teknis Pelaksana Keuangan Desa (PTPKD), yang bertugas menyusun rencana alokasi dana desa sampai pada pertanggung-jawabannya.

Prinsipal Agen dalam kelembagaan publik ditentukan melalui kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pihak yang ditentukan oleh Undang-Undang. Kajian alokasi dana desa sebagai bentuk kebijakan publik  adalah dengan melihat hubungan kelembagaan antara pihak yang terlibat. Suatu kebijakan yang terdapat dalam kelembagaan publik di dalamnya terdapat hubungan prinsipal agen seperti hubungan Kepala Desa dan Sekretaris Desa. Hubungan ini dipengaruhi oleh adanya kontrak, biaya transaksi, biaya agensi  dan konflik Prinsipal Agen yang wujud dalam bentuk moral hazard, adverse selection dan konflik tujuan. Kontrak dalam konteks alokasi dana desa adalah hak dan kewenangan yang dimiliki oleh kedua belah pihak yang ditentukan oleh undang-undang dimana kontrak terdiri dari dua model yaitu, yaitu diberikan  karena adanya kegiatan dan insentif yang diberikan berdasarkan kinerja yang dihasilkan.

Selanjutnya dalam banyak literatur biaya transaksi diwujudkan sebagai struktur tata kelola yang mendasari seluruh proses yang terdapat dalam alokasi dana desa yaitu azas pengelolaan keuangan desa.  Biaya agensi dalam kajian ini adalah pengawasan dan pembinaan yang didalamnya turut serta peran masyarakat desa, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.  Moral hazard adalah perilaku yang  ingin memanfaatkan alokasi dana desa untuk kepentingan tersembunyi dengan menetapkan perencanaan yang tidak didasarkan pada fakta yang sebenarnya. Adverse selection adalah sikap yang cenderung untuk bertindak tidak sesuai dengan keputusan yang ditetapkan. Konflik tujuan adalah perbedaan tujuan antara berbagai pihak yang terlibat dalam alokasi dana desa.

Apabila ketiga faktor hubungan kelembagaan desa tersebut berjalan dengan baik, seperti insentif diberikan berdasarkan kinerja, tata kelola yang meminimumkan pembiayaan dan pengawasan dan pembinaan yang efektif serta konflik prinsipal agen yang minimum,  maka proses alokasi dana desa dari sisi prosesnya (input) akan meningkatkan optimalitas tujuan alokasi dana desa. Oleh karena itu, aspek kelembagaan publik menjadi sangat penting dalam mensukseskan berbagai program pembangunan. Dalam tatanan kelembagaan publik, seorang Kepala Desa juga adalah agen bagi hirarki kekuasaan yang berada di atasnya yaitu Bupati/Walikota.  Kajian kelembagaan publik bertujuan untuk mengetahui berbagai aspek hubungan prinsipal agen yang terdapat karena undang-undang (kebijakan publik)  dan menganalisis implementasinya dalam  mengoptimalkan kebijakan pembangunan. 

Jamaluddin, Sumaryana, Rusli, & Buchari (2018) mengemukakan implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 mempunyai manfaat (ideal) dan kerugian (realita), yaitu:Manfaat (Ideal): Dana Desa sebagai sumber daya untuk mensinergikan program pembangunan nasional-provinsi dan daerah. Dana Desa menjadi motivasi masyarakat desa untuk kembali atau tetap di desa untuk membangun desa melalui program padat karya dengan memanfaatkan potensi desa dan memberdayakan kemampuan warga (swakelola) Kebijakan dana desa mengandung nilai ekonomis dan politis.

Secara ekonomis; dengan meningkatnya infrastruktur mendorong produktivitas masyarakat dalam mengelola potensi yang dimiliki. Secara politis memacu kesadaran masyarakat akan haknya ikut terlibat dalam pemerintahan dan pembangunan. Kerugian (Realita):Desa kesulitan mempertanggung-jawabkan penggunaan dana mengikuti format laporan APBN.Penggunaan dana tidak tepat peruntukannya. Aktor pusat semakin sulit mengawasi penggunaan anggaran. Kalaupun dilakukan melalui direct control, berimplikasi terhadap makin membesarnya sumberdaya (manusia dan anggaran) untuk kegiatan pemantauan dan evaluasi.

Desa menjalankan program menurut RPJMDes-nya dan kurang memperhatikan kebijakan pembangunan daerah. Karena desa memiliki kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang Desa. Dengan kewenangan itu tercipta ego-sektoral setiap desa, sehingga terjadi persaingan antar-desa, dan produktivitas masyarakat dalam mengelola potensi yang dimiliki. Secara politis hal ini memacu kesadaran masyarakat akan haknya untuk ikut terlibat dalam pemerintahan dan pembangunan dan tidak munculnya sinkronisasi program untuk mendorong pencapaian prioritas pembangunan kawasan dan daerah.Pemerintah daerah kurang memiliki power terhadap penggunaan dana desa. Daerah hanya berwenang memantau dan mengevaluasi. Berdasarkan kajian tersebut masih terdapat berbagai masalah kelembagaan seperti kompetensi sumber daya manusia, peruntukan yang tidak tepat, pengawasan dan pembinaan, perencanaan, persaingan antar desa, produktifitas.

Selanjutnya, hasil kajian dari sisi hubungan prinsipal agen antara Kepala Desa dan Sekretaris Desa dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa untuk desa sangat tertinggal dan desa tertinggal menunjukkan bahwa hubungan kontrak antara Kepala Desa dan Sekretaris Desa hanya bersifat formal semata, artinya dijalankan menurut prosedur yang telah ditetapkan dan insentif diberikan didasarkan pada kegiatan yang dibuat. Perlu reformulasi ulang hubungan kontrak antara kepala Desa dengan Sekretaris Desa agar hubungan tersebut optimal seperti Kepala desa/Sekretaris Desa adalah pihak yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam program dana desa,

Agen berasal dari  pihak lain diluar struktur pemerintahan desa yang mempunyai kompetensi untuk itu. Insentif diberikan mengacu pada kinerja yang dihasilkan. Biaya transaksi atau struktur tata kelola menunjukkan bahwa proses dalam tata pengelolaan keuangan desa sudah mengacu pada dua azas yaitu perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggung jawaban dan azas transparansi, akuntabel, partisipatif, disiplin dan tertib anggaran dengan titik berat pelaksanaan pada azas proses dalam perencanaan.

Pembinaan dan pengawasan menunjukkan bahwa pemerintah provinsi dan pemerintah daerah/kota masih sangat berperan dalam proses pengawasan dan pembinaan alokasi dana desa. Selanjutnya  konflik kepentingan dalam pelaksanaan alokasi dana desa sangat mempengaruhi ketiga faktor  yang mempengaruhi hubungan antara Kepala Desa dan Sekretaris Desa dalam pelaksanaan alokasi dana desa. Moral hazard, adverse selection dan konflik tujuan masih tinggi pengaruhnya dalam seluruh proses pelaksanaan alokasi dana desa.

Penutup

Berdasarkan uraian tersebut, dipandang perlu melakukan kajian tentang berbagai kebijakan publik terutama yang berkaitan dengan program-program pembangunan karena dari kajian tersebut dapa dilihat berbagai aspek kelembagaan yang melibatkan pihak-pihak yang terdapat didalamnya sehingga dampak yang timbul seperti adanya konflik-konflik kepentingan dapat dihindari.

Selanjutnya,  agar optimalitas dana desa dapat ditingkatkan, perlu melakukan reformulasi ulang hubungan kontrak antara kepala Desa dengan Sekretaris Desa agar hubungan tersebut optimal seperti Kepala desa/Sekretaris Desa adalah pihak yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam program dana desa, Agen berasal dari  pihak lain diluar struktur pemerintahan desa yang mempunyai kompetensi untuk itu. Insentif yang diberikan mengacu pada kinerja yang dihasilkan.

Perlu peningkatan azas transparan, akuntabel, partisipatif, tertib dan disiplin anggaran yaitu semua program yang disusun, pelaksanaan dan hasilnya tersosialisasi dengan baik ditengah-tengah masyarakat. Perlu peningkatan pengawasan dan pembinaan terstruktur dari masyarakat di desa dengan penguatan dari pemerintah. Keadaan ini berguna untuk mengatasi keterbatasan pembinaan dan pengawasan yang berasal dari pemerintah daerah karena  cakupan wilayah yang luas. Dalam seluruh proses alokasi dana desa, perlu peningkatan transparansi pada semua aspek pelaksanaan agar masalah-masalah yang timbul karena adanya konflik prinsipal agen dapat dikurangi. *

*Penulis adalah Dosen Tetap Fakultas Ekonomi UISU, Medan

Print Friendly