Fraksi PDIP Usulkan Pejabat yang Perlambat Dokumen Kependudukan Didenda
KANALMEDAN-Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (P-DIP) DPRD Medan mengusulkan agar pejabat Pemko Medan yang memperlambat pengurusan dokumen kependudukan dikenakan sanksi denda Rp1 juta.
Hal itu dikatakan juru bicara Fraksi PDIP Margareth menerangkan, pada Bab XI Pasal 110 Ranperda Penyelenggara Administrasi Kependudukan, pejabat pada dinas yang melakukan tindakan memperlambat pengurusan dokumen kependudukan yang bukan kendala teknis dalam batas waktu yang ditentukan dalam perundang-undangan dikenakan denda administrasi sebesar Rp100.000.
Sementara, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pada pasal 92 ayat 1 disebutkan pejabat instansi pelaksana administrasi yang sengaja melakukan tindakan yang memperlambat proses pengurusan dokumen kependudukan dikenakan sanksi berupa denda paling banyak Rp10 juta.
“Karena Ranperda penyelenggaraan administrasi kependudukan ini adalah merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006, maka fraksi kami meminta supaya denda administrasi sebagaimana diatur pada Bab XI Pasal 110 dinaikkan menjadi Rp1 juta agar menimbulkan efek jera kepada pejabat yang melakukan pelanggaran,” terang Margareth saat membacakan pandangan fraksinya terhadap Ranperda Kota Medan tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, Senin (20/1).
Dihadapan Wakil Ketua DPRD Medan, Rajudin Sagala, dan Sekda Kota Medan Wiria Alrahman, dia mengaku tujuan Ranperda Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan untuk memenuhi hak-hak administrasi penduduk dalam pelayanan publik serta memberikan perlindungan yang berkenaan dengan penerbitan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan diskriminatif.
Namun berdasarkan laporan dari masyarakat dan temuan di lapangan, masih sering terjadi pelayanan administrasi yang tidak profesional dan cenderung diskriminatif di bidang kependudukan mulai dari tingkat lingkungan, kelurahan, kecamatan termasuk di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan, khususnya terhadap etnis Tionghoa.
“Dalam pengurusan administrasi kependudukan seperti KTP elektronik, kartu keluarga, surat nikah, surat pindah termasuk dalam pembuatan kartu identitas anak (KIA) sering mendapatkan pelayanan berbelit-belit dan membutuhkan waktu lama bila tidak disertai dengan embel-embel uang pelicin atau uang sogok,” tukasnya.
Karena itu, Margareth mempertanyakan langkah-langkah dan tindakan yang dilakukan Plt Wali Kota Medan terhadap aparatur pemerintah yang melakukan tindakan diskriminatif dan yang melakukan pungli tersebut. (Jen)