Dekan FISIP USU: Media dan Perguruan Tinggi Harus Ikuti Perubahan

KANALMEDAN – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), Dr Muryanto Amin SSos MSi mengatakan, mau tidak mau media dan perguruan tinggi (PT) harus mengikuti era digitalisasi. Karena, jika tidak mengikuti prubahan, media dan perguruan tinggi akan ditinggalkan masyarakat.

“Saat ini banyak sekali muncul media-media baru yang banyak berinovasi di era digitalisasi. Orang-orang juga tidak membaca satu pemberitaan saja. Nah, jika media mainstream tidak mengikuti perkembangannya, maka akan tertinggal dari media baru tersebut,” kata Muryanto Amin saat menjadi pemateri kegiatan Kemah Kerja Jurnalistik bagi Jurnalis Kampus, di Hotel Niagara, Parapat, Minggu (17/11).

Begitu juga perguruan tinggi, kata Muryanto Amin, harus cepat merespon perubahan digitalisasi. “Kita tidak mungkin bertahan dari zona-zona yang nyaman. Sementara, di luar sana orang-orang sudah harus berpacu mengejar ketertinggalannya. Dosen, misalnya, harus mampu memanfaatkan teknologi informasi agar tidak dianggap bodoh oleh mahasiswanya,” ujarnya.

Diakuinya, saat ini USU sendiri memang sudah berada di kluster satu rangking perguruan tinggi nasional. Peringkatnya juga meningkat dibandingkan tahun lalu. Namun, jika tidak berubah dan tidak mampu meningkat lagi, maka USU bisa terlempar diganti dengan universitas lain.

“Ya, salah satunya adalah digitalisasi tadi. Sumber ilmu kan tidak hanya bisa didapatkan dari dosen saja. Tapi, dari mana-mana, termasuk digital. Tugas dosen lebih pada membina karakter mahasiswanya agar tidak jadi orang yang individualis. Apalagi, universitas itu institusi yang menguasai anak-anak usia produktif. Kalau perguruan tinggi gagal mengelola usia produktif, maka kita akan mengalami defisit pembangunan,” bebernya.

Untuk itu, lanjutnya, Perguruan Tinggi dan media harus terus berinovasi mengikuti perkembangan zaman.

“Belajar harus sepanjang hayat. Fungsi perguruan tinggi hanya memberi fasilitas dan memberi koridor. Tapi, substansi materi lebih canggih dari dosen, dekan, program studi bahkan rektornya. Jadi, harus ada perubahan. Karena, bisa kita lihat sudah ada perusahaan yang merekrut karyawannya tidak lagi melihat pendidikannya, tapi skillnya,” ujarnya.

Sementara itu, Kahumas USU, Elvi Sumanti ST, MHum yang turut hadir menyebutkan, kegiatan Kemah Kerja Jurnalistik yang digelar Kantor Humas, Protokoler dan Promosi USU itu diikuti watawan media cetak, online dan TV/radio. Kegiatan ini diselenggarakan untuk meningkatkan sinergi antara USU dengan wartawan.  

Harus Beradaptasi

Sebelumnya, Ketua PWI Sumut H Hermansjah SE yang juga menjadi narasumber pada kegiatan itu mengatakan, di era industri 4.0, jurnalis dituntut tidak hanya kompeten, tetapi juga harus mampu beradaptasi terhadap perubahan cepat yang terjadi. Apalagi era distrupsi, transportasi menjadi penting dan meminta perusahaan harus lebih adaptif terhadap perubahan yang sedemikian cepat guna menjawab fenomena “masa depan adalah hari ini”.

“Di era ini, daya adiktiflah yang menjadi kunci keberhasilan,” kata Hermansjah, Sabtu (16/11).

Selain itu, lanjut Hermansjah, peningkatan SDM wartawan sebagai kunci menghadapi perubahan cepat era revolusi industri 4.0. Selain menyiapkan kemajuan teknologi juga mutlak pengembangan SDM.

Hermansjah mengatakan saat ini telah terjadi senjakala media massa khususnya cetak di mana sejumlah media mengalami penurunan oplah atau tiras penjualan ke publik. Hal ini akibat maraknya media sosial (medsos), dan media online sehingga menggerus keberadaan media cetak.

 “Kondisi ini merata mulai dari daerah hingga nasional bahkan di internasional seperti di negara Korea Selatan,” tukasnya.

Hal ini merupakan tantangan berat bagi media cetak untuk terus bertahan dan tetap terbit menyapa pelanggannya. Karenanya agar media cetak bisa bertahan, di sejumlah negara maju termasuk Korea mereka mulai bermetamorfosis menciptakan kemampuan inovasi teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi dengan seluruh proses bisnis korporasi.

Berita Pendidikan

Sedangkan Excecutive Producer BeritaSatu TV Denny S Batubara SSos M Kom mengatakan, pemberitaan tentang pendidikan di media masih rendah. Bahkan, pemberitaan pendidikan lebih dominan disajikan media lokal.

“Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya pemberitaan pendidikan antara lain media tidak memberikan fokus utama berita pendidikan. Atau saat berita diterbitkan sedikit yang membaca. Hanya beberapa media yang khusus memberitakan pendidikan, ” jelas Deny yang tampil sebagai narasumber pertama Kemah Kerja Jurnalistik Bagi Jurnalis Kampus, Jumat (15/11) malam.

Dikatakannya, isu pendidikan masih kalah dibandingkan isu politik dan kriminal. Sehingga publik tidak tertarik dengan berita pendidikan.

Faktor lain,  lanjutnya, media tidak memberikan fokus utama berita pendidikan.  Atau saat berita diterbitkan sedikit yang membaca. Hanya beberapa media yang khusus memberitakan pendidikan.

 “Berita USU muncul tidak terkait dengan pendidikan.  Misalnya berita kecelakaan yang terjadi di kawasan USU.  Tentu tidak terkait dengan kinerja dan prestasi,”  katanya.

Denny juga menyebutkan hasil riset di Amerika tahun 2019, porsi berita pendidikan hanya 1,4 persen.  Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan Indonesia meski belum ada penelitiannya.

Denny melanjutkan,  berita pendidikan di Indonesia didominasi oleh berita penerimaan mahasiswa baru, non headline.

“Keberhasilan USU dari upaya civitas akademika, tapi kinerja itu tidak ada apa apa tanpa publikasi. Media sangat berperan dan penilaian publik yang menentukan. Bagaimana publik tahu, tentu dari media.  Makanya USU tidak bisa lepas dari media. Peran dari media sangat dibutuhkan, ” jelasnya.

Paradigma lama media butuh berita tidak lagi diperlukan.  Perlu sinergi antara kampus dengan media terutama untuk penelitian guna mewujudkan paradigma baru yaoni sama-sama berusaha saling meningkatkan.  Selama ini yang kurang disorot media tentang hasil penelitian. Hasil penelitian oleh profesor dan mahasiswa banyak disimpan di kampus.

Kampus juga tidak mempublikasikan hasil penelitian, kecuali ada penelitian yang aneh atau memenangkan lomba.  (Nas)

Print Friendly