DPRD dan Pemko Medan Setujui Pencabutan Perda Tentang Retribusi Izin Gangguan
KANALMEDAN – Pimpinan DPRD Medan dan Walikota Medan, Dzulmi Eldin menandatangani persetujuan bersama atas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kota Medan tentang Pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No. 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan, di ruang sidang paripurna DPRD Kota Medan, Senin (29/7).
Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kota Medan, Henri Jhon Hutagalung, didampingi Wakil Ketua DPRD Kota Medan, Iswanda Ramli dan Ihwan Ritonga itu turut dihadiri Walikota Medan, Drs Dzulmi Eldin dan Wakil Walikota Medan, Akhyar Nasution. Rapat tersebut diawali dengan penyampaian laporan panitia khusus (pansus) dan pendapat fraksi-fraksi DPRD Kota Medan.
Dalam laporannya, Ketua Pansus Ranperda Kota Medan tentang Pencabutan Perda No. 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan, H Zulkarnain Yusuf Nasution, mengatakan, dasar pencabutan perda tersebut adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 19 Tahun 2017 tentang Pencabutan Permendagri No. 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No. 22 Tahun 2016.
“Dalam konsiderans menimbang pada Permendagri No. 19 Tahun 2017 tersebut disebutkan, bahwa Permendagri No. 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin di Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, dan tuntutan kemudahan berusaha di Indonesia, sehingga perlu dicabut,” kata politisi Fraksi PAN DPRD Kota Medan itu.
Pansus, katanya, juga memperhatikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 500/3231/SJ tentang Tindak Lanjut Permendagri No. 19 Tahun 2017. Dimana, surat edaran tersebut meminta Pemda Kabupaten/Kota untuk segera mencabut perda terkait dengan izin gangguan dan pungutan retribusi sejak Permendagri No. 19 Tahun 2017 ditetapkan, serta tidak melakukan pungutan retribusi izin gangguan karena menghambat iklim investasi daerah.
“Bahwa pansus telah menyepakati pencabutan Perda No. 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan karena perintah Undang-undang,” urai Zulkarnain seraya menyebutkan, khusus untuk penerbitan IMB agar ditambahkan lembar format persetujuan (kanan dan kiri) yang ditandatangani masyarakat sekitar sebagai bentuk persetujuan.
Sementara Walikota Medan, Dzulmi Eldin dalam sambutannya menjelaskan, pencabutan perda tersebut sejak terbitnya Permendagri No. 19 Tahun 2017.
“Sesuai dengan mekanisne pembentukan perda, maka Ranperda Kota Medan tentang Pencabutan Perda No. 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan yang telah disetujui, maka Pemko Medan wajib menyampaikannya ke Gubernur Sumatera Utara dan selanjutnya dievaluasi sekaligus mendapatkan nomor register agar selanjutnya ditetapkan dan diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Medan,” jelas Walikota.
SEPAKAT
Dalam sidang paripurna dengan agenda mendengarkan pendapat fraksi, delapan dari sembilan fraksi di DPRD Kota Medan sepakat dan menyetujui Ranperda Kota Medan tentang Pencabutan Perda No. 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan. Masing-masing fraksi meminta Pemko Medan agar dapat menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) lainnya karena sudah kehilangan PAD dari sektor retribusi izin gangguan.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Medan, Herri Zulkarnain dalam pandangan fraksinya mengaku, beberapa tahun terakhir ini PAD dari sektor retribusi izin gangguan cukup besar, yakni mencapai Rp18 miliar setiap tahunnya. Pemko Medan juga didorong membentuk perda baru untuk dijadikan payung hukum dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pertumbuhan dari berbagai aktifitas dunia usaha.
“Pemko Medan harus menyikapi ini, sehingga pencabutan perda tidak menimbulkan rasa tidak nyaman di masyarakat. Selama ini, cukup banyak izin usaha yang telah diberikan kepada perusahaan. Begitupun masih banyak juga pelanggaran atas izin yang diberikan,” urai Herri.
Herri juga khawatir, pencabutan perda tersebut akan berimbas pada banyaknya aktifitas perusahaan yang tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku terkait izin gangguan. “Mereka nanti menganggap ketentuan tersebut tidak berlaku lagi, sehingga perlua ada langkah kongkrit dari Pemko Medan untuk menyikapinya. Kemudian pemerintah juga harus dapat memberi sanksi tegas bagi setiap perusahaan yang melanggarnya,” imbuhnya.
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Medan, Surianto dalam penyampaian pendapat fraksi meminta, tidak ada lagi pungutan liar (pungli) terhadap izin gangguan.
“Fraksi Gerindra menghimbau kepada Pemko Medan melalui dinas terkait untuk mensosialisasikan dengan tepat sasaran guna menjaga eksistensi perda ini nantinya,” harap politisi yang akrab disapa Butong itu.
Sedangkan untuk izin tetangga kiri kanan, Butong meminta, disesuaikan dengan bentuk usahanya dan Pemko Medan harus membuat regulasi terkait hal-hal yang memiliki dampak terhadap masyarakat.
TOLAK
Sementara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Medan melalui juru bicara, Rajuddin Sagala, menolak pencabutan perda tersebut, sebelum diterbitkannya peraturan pengganti yang dapat menjaga nilai-nilai budaya Indonesia dan norma-norma keagamaan di Kota Medan, serta tidak menjauhkan dunia usaha dari kontrol masyarakat.
“Fraksi PKS DPRD Kota Medan, bukanlah anti terhadap dunia usaha dan investasi. Tapi kami menginginkan arus modal yang masuk, tidak boleh mengorbankan sesuatu yang lebih besar,” tegasnya.
Dia mengaku, keberadaan Perda tentang Izin Gangguan adalah sebagai mekanisme kontrol dari masyarakat terhadap dunia usaha agar tidak merugikan hak-hak masyarakat. Apalagi sampai sekarang, masih banyak usaha di Kota Medan yang berbeda antara izin usaha dengan aktivitas usaha yang dilakukan. Sehingga tidak jarang terjadi konflik di tengah-tengah masyarakat.
“Kami sangat menyayangkan Mendagri mengeluarkan Permendagri No. 19 Tahun 2017 tentang Pencabutan Permendagri No. 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah, karena akan menjauhkan dunia usaha dari kontrol masyarakat. Ada karaoke berdiri di samping Masjid, pabrik didirikan di daerah pemukiman dan lainnya. Pencabutan peraturan dilakukan ditengah lemahnya pengawasan Pemko Medan terhadap dunia usaha yang seringkali melanggar izin yang diberikan,” tegasnya lagi. (Jen)