Ketua DPRDSU: Reformasi Total Sistem Pemilu di Indonesia

Ketua DPRDSU H Wagirin Arman

KANALMEDAN – Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara, H Wagirin Arman berharap reformasi atau perubahan total sistem pemilihan umum (Pemilu) di tanah air. Wagirin berharap ke depan pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan gubernur dan wakil gubernur hingga pemilihan bupati/walikota dan wakil walikota/wakil bupati sebaiknya cukup dilakukan melalui wakil rakyat  atau anggota dewan.

Hal itu disampaikan Wagirin Arman menanggpi kondisi pascapemilu 2019, hingga kini kalangan masyarakat masih terus terkesan pro-kontra yang cenderung mengaerah perpecahan.

“Sebaiknya para pemimpin bangsa saat itu, hendaknya memikirkan diubahnya sistem pemilu 2019 yang hingga kini menimbulkan ratusan korban jiwa dan pembiayan cukup fantastis. Meningkatnya isu-isu yang memecah belah, sebaiknya dijadikan momentum  perubahan untuk membuat sistem pemilu di Indonesia kedepannya lebih adil dan mengurangi polarisasi,”kata Wagirin kepada wartawan di gedung dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (15/5).

Perselisihan di antara keluarga dan teman, hoaks dan hinaan yang masih terus terjadi di Pemilu 2019 yakni disatukannya Pilpres dan pemilihan legislatif, diharapkan menjadi prioritas utama kalangan pemimpin bangsa . Selain itu, faktor pembiayaan yang sangat besar, juga sebaiknya turut jadi pertimbangan para pemimpin di tanah air untuk merubah sistem pemilu kedepan.

“Besarnya biaya yang dianggarkan pemerintah untuk pelaksanaan pemilu juga berimbas pada pos anggaran pembangunan yang akan dilakukan. Tidak hanya itu, sistem pemilu yang selama ini dilakukan juga menghasilkan pembiayaan yang cukup besar bagi para calon, khususnya para calon kepala daerah yang harus mengeluarkan biaya besar juga dalam meraup suara rakyat. Sehingga rentan terjadinya jual-beli atau politik uang,”jelasnya.

“Sehingga tidak heran hingga kini kita sering melihat banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT KPK. Hal ini salahsatu penyebabnya kemungkinan  pemimpin yang terpilih tersebut terpilih karena mengandalkan banyaknya uang yang dikeluarkannya,”:imbuhnya.

Mencermati hal itu, Wagirin menilai politik di Indonesia menjadi terlalu mahal,karena rentan merujuk pada “mahar politik”, atau uang yang diberikan.Demokrasi kita semakin transaksional dan semakin koruptif. Para kandidat harus menghabiskan begitu banyak uang hanya untuk masuk ke arena,” katanya.

Apalagi, lanjut politisi DPD Partai Golkar Sumut ini, melihat banyaknya korban jiwa para petugas KPPS meninggal dunia dalam menjalankan tugasnya. Secara pribadi  Wagirin  menyarankan agar semua pihak yang relevan berkumpul dan secara serius mempertimbangkan perubahan signifikan sistem pemilu di tanah air.

“Yakni apakah memberlakukan sistem electoral college, di mana pemilihan anggota parlemen atau dewan mulai dari pusat, provinsi hingga kabupaten dan kota tetap dipilih rakyat. Selanjutnya pada gilirannya pemilihan presiden dan wakil presiden hingga pemilihan kepala daerah mulai dari gubernur dan wakil gubernur,  bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota kedepannya lebih baik cukup dilakukan melalui anggota dewan saja.”bebernya.

“Sebab diyakini jika sistem pemilu 2019 ini tetap dipakai kedepannya, maka diyakini lebih banyak mudaratnya ketimbang positifnya.Sebab kita menilai karakter bangsa yang berpendukuk sangat besar ini diyakini belum mampu menerapkan sistem pemilu yang dipakai di tahun 2019 ini. Apalagi para masyarakat kita khususnya para calonnya juga diyakini belum sepenuhnya komitmen mengedepankan siap menang dan siap kalah,” imbuhnya lagi. (Jen)

Print Friendly