Korban Penipuan Jadi Terdakwa
KANALMEDAN-Serdang Bedagai : Sudah jatuh tertimpa tangga, nasib tidak beruntung inilah yang dialami Santiano Putra Sinulingga, (39) warga Komplek Perumahan Pinang Baris Permai Medan. Santiano Putra Sinulingga tidak saja telah menjadi korban penipuan, tapi kini malah duduk dikursi pesakitan sebagai terdakwa kasus pertambangan ilegal atau galian C di kawasan di Dusun-III, Desa Sungai Buaya, Kecamatan Selindak/Bangun Purba, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, saat ini perkaranya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Rampah Serdang Bedagai, Selasa (13/2/2018).
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Aji Admaja SH menuntut terdakwa telah melakukan penambangan ilegal atau telah melakukan penambangan melawati batas titik kordinat sejauh 60 meter dari izin batas penambangan.
Mendengar dakwaan itu, terdakwa memohon kepada Ketua Majelis Hakim, Doris Saragih SH untuk menyampaikan nota keberatan. Untuk selanjutnya, sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengar nota keberatan dari terdakwa.
Setelah persidangan, terdakwa Putra menyatakan bahwa sesungguhnya dirinya telah menjadi korban penipuan oleh Saurina yang mengaku sebagai pemilik tambang sebagaimana tertuang dalam akte perjanjian kerjasama yang dibuat dihadapan Notaris Epi Sulasteri, SH Nomor 1 tertanggal 19 Juli 2016.
Dikatakan Putra, bahwa lahan seluas lebih kurang 1,12 Ha sesuai SIUP dikeluarkan oleh Bupati Serdang Bedagai Nomor : 18.13/540/801/2015 tanggal 03 Maret 2015, yang diakui milik saudari Saurina, ternyata izinnya telah berakhir dan atas bujuk rayu sudari Saurina terdakwa Putra sebagai Direktur PT.Trimurty Jaya Mandiri diminta untuk membiayai perpanjangan izin pertambangannya, sekaligus untuk memperluas areal pertambangan miliknya. Untuk itu keduanya sepakat untuk melakukan perjanjian dihadapan notaris.
Lebih lanjut dijelaskan Putra¸ bahwa sesuai kesepakatan itu ditetapkan hak-hak dan kewajiban masing-masing, termasuk kewajiban terdakwa menalangi dana sebesar Rp 350 juta untuk pengurusan IUP atas nama Saurina Ramadhani ke Provinsi Sumatera Utara untuk luas 20,4.Ha yang tadinya hanya seluas 1,12 Ha. Dalam perjanjian itu juga disebutkan mengenai proses bagi hasil pertambangan melalui bukti bon pengiriman barang.
Selanjutnya atas perintah Saurina, terdakwa diminta untuk membawa alat-alat berat berupa damp truk, alat pengayak dan becko ke lokasi galian, dan sekaligus mendirikan bangunan sebagai bass camp yang dikerjakan langsung oleh Saurina melalui orang suruhannya yang bernama Gopal dan di danai oleh terdakwa. Sebagai awal dimulai beroperasinya pertambangan tersebut.
Faktanya hasil pertambangan pasir dan batu koral diareal yang diakui milik Saurina ternyata tidak sesuai yang diharapkan, dan atas perintahnya untuk melakukan pertambangan dibagian hilir sungai, namun lagi-lagi hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Dan dari sinilah titik awal perseteruan terdakwa dengan Saurina, karena sebagai pihak yang mengaku pemilik lahan tidak mampu menunjukan titik kordinat areal pertambangan yang sebenarnya, termasuk diareal perluasan yang ternyata hak kepemilikannya masih milik warga.
Melaporkan ke Polda Sumut
Merasa telah menjadi korban penipuan terdakwa melaporkan perbuatan itu ke Polda Sumatera Utara dengan Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor : STTLP/49/ I/2017/SPKT tertanggal 13 Januari 2017. Namun beberapa bulan kemudian terdakwa malah balik dilaporkan oleh Saurina, tepatnya pada tanggal 11 Pebruari 2017 dengan Laporan Polisi Nomor : LP/10/II/2017/SU/RES SERGAI/SEK KOTARIH dengan tuduhan telah melakukan pertambangan ilegal.
Ironisnya, Polda Sumut malah menetapkan Putra Sinulingga menjadi tersangka hingga perkara tersebut disidangkan di PN Serdang Bedagai. Sementara kasus penipuan yang dilaporkannya dinyata SP3 karena salah seorang terlapor Aritah Ginting orang yang pertama kali memperkenalkan terdakwa dengan Saurina dinyatakan masuk daftar pencarian orang (DPO).
“Saya telah menjadi korban rekayasa kasus ini, pasalnya bagaimana mungkin saya melakukan perbuatan penambangan ilegal, sebab galian C itu atas perintah Saurina sesuai surat perjanjian yang dibuat dihadapan notaris,” ungkap Putra.
Dipaparkan Putra, faktanya sangat jelas karena pertambangan itu mulai beroperasi sesuai perintah Saurina yang tertuang dalam akta perjanjian dinotaris, bagaimana mungkin saya dinyatakan sebagai terdakwa, sementara orang yang mengaku sebagai pemilik lahan dan menerima uang untuk perpanjangan izin pertambangan bebas dari jeratan hukum. “Dimana rasa keadilan itu dan penegak hukum telah tebang pilih dalam perkara ini,” tutur Putra menyesali. (Adek)