Orasi di UMSU, Romo : Peran pemuda Islam di Indonesia tidak terbantahkan
MEDAN – Fakta yang tidak terbantahkan, bahwa pemuda Islam selalu menempati peran strategis dari setiap peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Demikian dikatakan Romo H.R. Muhammad Syafi’i ketika didaulat menyampaikan orasi kebangsaan pada acara pelantikan Up Grading dan Raker Pengurus Komisariat Ikatan Mahsiswa Muhammadiyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (PK IMM FAI UMSU) Periode Amaliah 2017-2018 di Auditorium Kampus UMSU, Jalan Kapten Muchtar Basri Medan, Sabtu (23/9/2017).
Romo menerangkan, hal itu dapat dilihat dari peran pemuda Islam sejak merebut kemerdekaaan hingga saat sekarang ini. “Mulai dari merebut kemerdekaan, mempertahankannya hingga perjuangan mengisi kemerdekaan, pemuda Islam tidak pernah absen. Bahkan selalu dominan dan berada pada front terdepan,” terang politisi Senayan ini.
Diungkapkannya, seperti masa penjajahan kolonial Belanda selama 3,5 abad, yang intens melakukan perlawanan mulai dari ujung pulau Sumatera hingga ke Filipina adalah para Sultan dari kerajaan Islam di Nusantara. “Akan tetapi, oleh sebab kelicikan kaum penjajah dengan strategi devide et impera -nya, membuat perlawanan para Sultan Kerajaan Islam tersebut tidak efektif karena bersifat sporadis,” ungkap Romo.
Ditambah lagi, Romo menjelaskan, fakta tersebut semakin tidak terbantahkan sekaitan dengan berdirinya Budi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Orde Baru 1966, Peristiwa Malari 1974, hingga pergerakan mahasiswa pada 1998 lewat Reformasi yang dipahami sebagai momentum dimulainya kehidupan demokrasi sesungguhnya di Indonesia sebagai bukti nyataa kesahihan peran pemuda Islam. “Dari fakta sejarah itu dapat diungkap, bahwa di antara corak otentik Nasionalisme Indonesia itu adalah Islam . Sebab, sejak perjuangan merebut kemerdekaan, hingga saat ini, enggak pernah ganti kalimat heroiknya (Takbir Allahu Akbar !),” tambahnya.
Namun, Romo menyebutkan, belakangan ada yang ingin mengeliminir fakta tersebut. Spirit nasionalisme itu ingin ditukar dengan yang lain. Seperti contoh, genenrasi muda Islam saat ini disalahkan dan dianggap kehilangan identitas. Padahal, bukan kehilangan namun sengaja dihilangkan. “Coba cermati, sekarang kita disuruh memakai baju yang dijahit bukan untuk kita. Padahal, baju yang dijahit untuk bangsa ini (baju islam)terbukti bisa mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan,” sebut anggota komisi III DPR – Ri ini sembari mengatakan dirinya mencurigai adanya kekuatan kepentingan tertentu yang sengaja ingin mengembalikan keadaan persis seperiti zaman penjajahan dulu.
Begitupun, kata Romo, persoalannya hari ini adalah, tidak ada yang membawa pesan nyambung, seperti dari mulai perlawanan merebut kemerdekaan, perlawan mempertahankan kemerdekaan serta perlawanan untuk tidak menjadi pasar produk – produk ekonomi asing dan itu semua berawal dari diterapkannya Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). (Adek)