Gawat, Seluruh Anggota DPRD Sumut Bisa jadi Tersangka
MEDAN – Sumatera Utara tampaknya bakal “menyusul” Surabaya. Tetapi yang disusul bukanlah masalah jumlah penduduk, melainkan rekor jumlah anggota dewan yang sudah ditetapkan jadi tersangka. Kalau di DPRD di Jawa Timur, jumlah wakil rakyat yang sudah ditetapkan jadi tersangka seluruhnya 45 orang, terkait dugaan kasus gratifikasi Wali Kota Surabaya sebesar Rp 250 juta tahun 2008. Nah, kalau di Sumut saat ini jumlahnya 12 orang – lima di antaranya sudah “gol”, dan 7 resmi tersangka. Diprediksi, jumlah wakil rakyat yang bakal menghuni penjara lebih dari itu, terkait sejumlah dugaan kasus penyuapan yang diduga digelontorkan Gubernur Sumut saat masih dijabat Gatot Pudjonugroho.
Selain Gatot dan istri mudanya Evi Susanty, yang sudah lebih dulu diterungku, nama Evi Diana – istri Gubernur Tengku Erry Nuradi – ikut terpontal-pontal.
“Meski sudah mengembalikan uang yang diduga diberikan Gatot, tak otomatis semua anggota dewan yang menerima aliran dana itu bebas dari jerat hukum,” ujar Koordinator Masyarakat Antikorupsi Sumut, Wesli Marpaung, Minggu (26/6) malam.
Termasuk, tambah Wesli, terhadap Evi Diana yang juga anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 belum bisa tidur nyenyak. “Bila Evi yang juga istri gubernur ada menerima dana suap itu, dan meski sudah mengembalikan uang haram itu ke lembaga antikorupsi, maka bukan berarti orang bersangkutan bisa lolos dari jeratan hukum,” tambahnya.
Wesli mengatakan, lembaga antikorupsi tidak boleh melakukan “tebang pilih” dalam menetapkan status tersangka dalam memeriksa kasus dugaan suap anggota DPRD Sumut periode 2009 – 2014, terkait dalam pengesahan APBD dan gugurnya penggunaan hak interpelasi terhadap Gatot.
“Keterangan Sekretaris DPRD Sumut, Randiman Tarigan dan pengakuan sejumlah anggota DPRD yang mengaku sudah mengembalikan uang suap itu, merupakan salah satu alat bukti. Pengembalian itu hanya bersifat meringankan hukuman, dan bukan berarti kasusnya ditutup,” katanya.
Menurutnya, nama baik KPK akan dipertaruhkan dalam menangani kasus dugaan korupsi “berjamaah” tersebut. Bahkan, adanya keterkaitan pengusaha dalam membantu pemberian dana ke anggota DPRD Sumut, tidak boleh lepas dari jeratan hukum. Kasus ini bisa melebar jika ditangani serius.
“Berdasarkan data yang kami peroleh, ada sekitar 141 orang yang meliputi mantan dan anggota DPRD Sumut, staf ahli, kepala dinas dan pengusaha, yang diperiksa dalam kasus suap tersebut. Kasus itu berkembang setelah tujuh orang anggota DPRD Sumut ditetapkan sebagai tersangka,” jelasnya.
Tujuh orang anggota DPRD Sumut yang ditetapkan KPK sebagai tersangka gratifikasi itu adalah Muhammad Affan, Budiman P Nadapdap, Guntur Manurung, Zulkifli Effendi Siregar, Bustami HS, Zulkifli Husein dan Parluhutan Siregar. Mereka diduga menerima dana suap itu.
DIVONIS
Sebelumnya, ada lima pimpinan DPRD Sumut yang ditetapkan sebagai tersangka dan sudah divonis pengadilan. Mereka adalah Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Saleh Bangun, tiga Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga (anggota DPRD Sumut 2014-2019), Sigit Pramono Asri dan Kamaluddin Lubis, Ketua DPRD Sumut periode 2014 – 2019, Ajib Shah.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Evi Diana mantan anggota DPRD Sumut periode 2009 – 2014 terkait kasus dugaan gratifikasi era Gubernur Gatot Pujo Nugroho (GPN).
“Istri Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi itu diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi,” ujar Kepala Biro Hukum Pemprov Sumut, Sulaiman di Markas Brimob Jl KH Wahid Hasyim Medan, Senin (20/6).
Sulaiman yang turut memberikan pendampingan hukum menyampaikan, materi pertanyaan yang diajukan penyidik KPK terhadap Evi Diana tidak jauh berbeda dengan pertanyaan sebelumnya.
“Saya tidak ingat secara mendetail pertanyaan yang diberikan. Saya hanya memberikan pendampingan. Pertanyaan itu sama seperti kasus pemberian dana yang menjerat Ketua DPRD Sumut, Ajib Shah,” jelasnya.
Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDIP Perjuangan, Syamsul Hilal mengungkapkan, pemeriksaan oleh KPK terkait suap Gatot Pujo Nugroho kepada anggota DPRD Sumut. Dugaan gratifikasi itu ada sebanyak tiga kali diterima sejumlah anggota dewan.
“Nilai uang yang diberikan Gatot Pujo Nugroho bervarisasi. Ada yang menerima sebesar Rp 350 juta. Kemudian ada lagi penyerahan uang untuk yang kedua dan ketiga kalinya. Saya tidak ada menerima uang tersebut,” sebutnya. (rel/ton)