KPK dan Institusi Penegak Hukum Lainnya Didesak Usut Dugaan Korupsi Dalam Proyek Property di Atas Lahan HGU PTPN II
KANALMEDAN, Medan – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau institusi penegak hukum lainnya maupun Ombudsman RI, didesak untuk mengusut dugaan maladministrasi dan korupsi dalam proyek property besar-besaran di atas tanah yang selama ini diketahui publik sebagai lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN-II.
“Demi menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat di negara hukum Indonesia, maka KPK dan institusi penegak hukum lainnya maupun pengawas pelayanan publik Ombudsman RI, harus melakukan pengusutan,” tegas Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar, Kamis (19/12/2024).
Abyadi sangat yakin ada praktik korupsi dalam proyek property di atas tanah diduga sebagai HGU PTPN-II itu. “Kalau mengacu pada UU Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960, di tanah HGU ternyata tidak boleh dibangun property. Tapi faktanya, justru saat ini sedang berpacu pembangunan rumah toko dan perumahan mewah secara besar-besaran di lahan tersebut,” tegas Abyadi.
Menurutnya, ketika terjadi penyimpangan dari peraturan perundang-undangan, itu berarti ada yang tidak beres dalam prosesnya. Dalam posisi seperti inilah, diduga terjadi maladministrasi hingga korupsi. “Nah, inilah yang diduga terjadi dalam pembangunan property diduga di lahan HGU milik PTPN-II. Diduga terjadi maladministrasi dan korupsi,” tegasnya.
Pembangunan kawasan pertokoan dan perumahan mewah secara besar-besaran itu, menurutnya, sebenarnya juga telah mempertontonkan ketidakadilan di tengah masyarakat. Sebab, tidak sedikit masyarakat yang digusur paksa untuk kepentingan proyek tersebut.
“Masyarakat yang sudah bertempat tinggal di suatu lahan tertentu selama puluhan tahun, tiba-tiba digusur. Tapi, tanah tersebut kemudian berubah menjadi kawasan pemukiman mewah. Ini tidak adil. Masyarakat digusur. Pengembang difasilitasi. Negara tidak boleh jahat kepada rakyatnya. Negara tidak boleh berbisnis kepada rakyatnya. Karena itu, kasus ini harus diusut secara hukum,” katanya.
PINTU MASUK PENEGAK HUKUM
Sementara Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar menilai, UU Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, menjadi kunci pintu masuk bagi penegak hukum maupun Ombudsman RI untuk mengusut kasus ini.
Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas penyelenggara pelayanan publik, bisa menggunakan strategi Own Motion Investigation (OMI) untuk mengusut kasus ini. Dengan inisiatif sendiri, Ombudsman dapat mengungkap bagaimana proyek property besar-besaran diduga di lahan HGU itu terjadi.
“Apakah benar proyek property besar-besaran itu memang benar masih di atas HGU? Atau jangan jangan sudah berubah Hak Guna Bangunan (HGB)? Nah, kalau sudah berubah menjadi HGB, bagaimana prosesnya. Di sinilah diduga terjadi potensi maladministrasi yang bisa diungkap Ombudsman RI,” tegas Abyadi Siregar.
Demikian juga KPK atau penegak hukum lain seperti kejaksaan maupun kepolisian, lanjut Abyadi, diharapkan bisa mengungkap potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi ini. “Kita berharap, KPK maupun kejaksaan dan kepolian, segera melakukan tindaklanjut dalam rangka tegaknya keadilan di tengah masyarakat,” kata Abyadi.
PROPERTI DIDUGA DI LAHAN HGU
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pembangunan proyek property secara besar-besaran diduga di lahan HGU PTPN-II saat ini sedang berlangsung di sejumlah kawasan di daerah Kabupaten Deliserdang. Proyek tersebut diduga dilakukan atas kerjasama anak perusahaan PTPN-II, yakni Nusantara Dua Propertindo (NDP) dengan perusahaan property raksasa di Indonesia PT Ciputra Development Tbk.
Setidaknya, ada empat lokasi yang saat ini sedang pembangunannya berlangsung secara besar-besaran. Pertama, Citra Land Gama City di Jalan Willem Iskandar, Medan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deliserdang, persis dekat kampus UIN dan Unimed Medan.
Di kawasan ini, sudah terbangun ratusan unit pertokoan dan perumahan mewah yang bernilai mahal. Menurut informasi, harga satu unit toko di kawasan ini sekitar Rp 2 miliar-Rp 7 miliar. Di kawasan ini masih terus melakukan pengembangan dengan melakukan pembangunan.
Tidak jauh dari Citra Land Gama City Jalan Willem Iskandar, juga sudah berdiri Jewel Garden di Jalan Metrologi, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deliserdang. Jewel Garden juga saat ini juga terus melakukan pembangunan.
Kemudian Citra Land City di Jalan Irian Barat/Jalan Kesuma, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang. Ini juga merupakan proyek property besar-besaran yang sedang berpacu membangun.
Diperkirakan, ribuan unit pertokoan dan perumahan mewah telah berdiri di tiga kawasan tersebut. Selama ini, ketiga lokasi komplek pertokoan dan perumahan mewah itu dikenal sebagai kawasan HGU PTPN-II. Dan terakhir, adalah Citra Land Helvetia di kawasan Kecamatan Helvetia.
DILARANG UU
Kasus ini menjadi sorotan karena selama ini masyarakat luas mengetahui bahwa lahan pertapakan pembangunan property seara besar-besaran itu sebagai lahan HGU PTPN-II. Sebab UU Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 dengan tegas melarang pembangunan property di lahan HGU.
“Tidak pernah terdengar di ranah publik adanya perubahan status tanah pertapakan pembangunan proyek property tersebut. Misalnya, apakah sudah berubah dari HGU ke HGB?” tegas Abyadi nada bertanya.
Lebih jauh Abyadi menjelaskan, larangan pembangunan property di lahan HGU, dengan jelas diatur dalam BAB-IV, pasal 28 UU Nomor 5 tahun 1060, yang menyebutkan bahwa, HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara guna usaha pertanian, perikanan atau peternakan atau usaha lain yang sejenis.
“Jadi, UU sudah sangat jelas mengatur bahwa peruntukan HGU adalah untuk usaha pertanian, perikanan atau peternakan. Karena itu, secara hukum, tanah HGU tidak dapat dibangun property,” tegas Abyadi Siregar.
Atas dasar ketentuan hukum itulah, lanjut Abyadi Siregar, proyek property di lahan HGU PTPN-II yang saat ini sedang gencar-gencarnya dibangun di sejumlah lokasi di kawasan Deliserdang, merupakan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan.
HGU HAPUS SECARA HUKUM
Lebih lanjut Abyadi menjelaskan, status HGU PTPN-II di sejumlah lokasi di Deliserdang, sebetulnya secara hukum sudah hapus dengan sendirinya. Ini bila mengacu pada kondisi objek tanah di lapangan, dan ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Pada pasal 27 PP Nomor 18 tahun 2021 mengatur tentang beberapa kewajiban dan larangan pemegang HGU seperti PTPN-II. Di antaranya, setiap pemegang HGU seperti PTPN-II, dilarang menelantarkan lahannya. “Faktanya kan, lahan lahan HGU sudah sangat banyak dikuasai masyarakat dalam jangka waktu puluhan tahun. Ini kan ditelantarkan?” tegas Abyadi.
Dalam pasal 34 ditegaskan, bahwa HGU bisa terhapus dengan sendirinya bila pemilik HGU menelantarkan tanahnya. “Jadi, secara hukum, status HGU akan terhapus dengan sendirinya bila tanah itu ditelantarkan,” tegas Abyadi. (Nas)