Polres Tapsel Jangan Endapkan Kasus Pidana Deklarasi Camat, Kades/Lurah

Abyadi Siregar

KANALMEDAN, Medan – Polres Tapanuli Selatan (Tapsel) diminta tidak “mengendapkan” kasus tindak pidana deklarasi dukungan camat, kepala desa/lurah se Kecamatan Sayur Matinggi, Tapsel kepada Bobby Nasution-Surya dan Gus Irawan Pasaribu-Jafar Syahbuddin.

Begitu juga kasus dugaan ketidaknetralan Plt Bupati Tapsel Rasyid Assyaf Dongoran yang dilaporkan ke Bawaslu Sumut. Berdasarkan regulasi, kasus ini juga masuk katagori tindak pidana, sehingga memungkinkan diteruskan ke kepolisian.

“Dua kasus ini sangat viral. Masyarakat Sumut, khususnya Tapsel, sangat menunggu tindaklanjut penanganan kedua kasus tersebut,” tegas Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar menanggapi pertanyaan wartawan lewat pesan WhatApss, Minggu (24/11/2024).

Sebagaimana diketahui, lanjut Abyadi Siregar, penanganan kasus tindak pidana deklarasi dukungan camat, kepala desa/lurah se Kecamatan Sayur Matinggi kepada pasangan Boby-Surya dan Gus Irawan-Jafar itu, telah diteruskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tapsel ke Polres Tapsel.

Pelimpahan penanganan tersebut, dilakukan karena Bawaslu Tapsel telah memutuskan bahwa kasus tersebut merupakan tindak pidana. “Namun sampai saat ini publik belum mendengar penjelasan resmi Polres Tapsel terkait progres penanganan kasus tersebut,” jelas Abyadi.

Itu sebabnya, lanjut mantan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut dua periode itu, banyak masyarakat bertanya-tanya tindaklanjut yang dilakukan Polres Tapsel.

“Apakah Polres sudah menetapkan camat, lurah/kades yang deklarasi dukungan sebagai tersangka? Apakah Boby-Surya dan Gus Irawan-Jafar juga sudah diperiksa untuk memenuhi unsur pasal 189 UU No 1 tahun 2015 tentang Penetapan Perppu UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU?,” tegas Abyadi Siregar.

TUDINGAN NEGATIF
Menurut Abyadi, penanganan kasus ini justru momentum bagi Polres Tapsel untuk menepis tudingan negatif atas netralitas kepolisian dalam Pilkada 2024. Selama ini, sudah berkembang luas keraguan masyarakat atas netralitas kepolisian di Sumut.

“Munculnya istilah partai coklat alias Parcok, itu kan membuktikan ketidakpercayaan masyarakat atas netralitas kepolisian. Apalagi saat ini, masyarakat merasakan vulgaritas ketidaknetralan jajaran kepolisian dalam Pilkada. Itu kan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Dan, itu sangat tidak baik dalam demokrasi kita,” tegas Abyadi Siregar.

Sama halnya dalam kasus laporan Plt Bupati Tapsel Rasyid Assyaf Dongoran. Tindaklanjut penanganan kasus ini juga sangat ditunggu masyarakat luas. Dilihat dari kronologis kasusnya, Bawaslu Tapsel sangat memungkinkan mengkatagorikan kasus Plt Bupati Tapsel ini sebagai tindak pidana. Karena dalam rekaman yang beredar luas, terdengar suara diduga Rasyid Assyaf Dongoran sebagai Plt Bupati Tapsel sangat vulgar dan arogan mengintimidasi para kepala sekolah agar memilih Boby-Surya dan Gus Irawan-Jafar.

PELANGGARAN
Abyadi menilai, ada beberapa pasal yang bisa diterapkan dalam dua kasus ini. Sebagai misal, pasal 71 UU No 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU.

Para terduga pelaku dalam dua kasus ini, menurut Abyadi Siregar diduga melanggar ketentuan pasal 71, yang menyebutkan bahwa “pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.

Deklarasi dukungan camat, kepala desa/lurah se Keamatan Sayur Matinggi itu, menurut Abyadi, merupakan keputusan dan/atau tindakan camat, kades/lurah yang menguntungkan Boby-Surya dan Gus Irawan-Jafar serta telah merugikan pasangan Edy-Hasan dan Doly Pasaribu-Parulian Nasution. “Ini jelas-jelas pelanggaran yang sangat fatal,” tegasnya.

Abyadi Siregar melanjutkan, dalam pasal 188 ditegaskan bahwa, setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN), dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta. (Nas)

Print Friendly

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.