Diduga Gelapkan Pajak Rp 650 Miliar, Dirut PT Jui Shin Indonesia Chang Jui Fang Tersangka
KANALMEDAN – Dokumen Direktorat Pajak, Direktorat Penegakan Hukum yang beredar mengenai PT Jui Shin Indonesia Dirut Chang Jui Fang sudah tersangka dalam perkara tindak pidana di bidang perpajakan dibenarkan Humas Dirjen Pajak (DJP) Sumut, Lusi Yuliani.
“Benar, bahwa surat tersebut surat dari Direktorat Penegakan Hukum Dirjen Pajak (DJP) Pusat yang berada langsung di bawah Pak Dirjen,” kata Lusi di kantornya menjawab konfirmasi sejumlah wartawan, Senin (15/72024).
Lanjutnya, yang melakukan Pemanggilan dan Penyidikan terhadap PT Jui Shin Indonesia adalah langsung dari kantor Dirjen Pajak (DJP) Pusat terkait tersangka di bidang tindak pidana perpajakan.”
“Penyidikan sifatnya rahasia, tapi memang tempat penyidikannya disini (DJP Sumut). Kenapa disini? Karena memang PT Jui Shinnya lokasinya ada disini, di Sumatera Utara,” katanya.
Ditanyakan juga ke nomor telepon yang ada di kop surat (Dirjen Pajak). “Kop surat sesuai, konfirmasinya langsung saja ke sana.”
“Berdasarkan NPWP-nya ini, wajib pajaknya di Jakarta ya.
Dirjen Pajak bekerjasama dengan seluruh instansi, lembaga di Indonesia, seperti dengan Bea Cukai, Perhubungan, Perbankan, jadi sangat sulit untuk wajib pajak apalagi sudah tersangka untuk lari dari tanggung jawab,” kata Lusi.
Ditanya wartawan, apabila korporasi (PT Jui Shin Indonesia) dijadikan tersangka, apakah semua Pengurus di dalam PT wajib terlibat?
“Dalam korporasi semua pengurus punya tanggung jawab, tanggung jawab renteng namanya, itu ada dalam UU Perseroan Terbatas, setiap pengurus punya tanggung jawab. Bila komisarisnya Warga Negara Asing, kan ada Direksi, diwakili kan juga bisa, tapi Direktur Utamanya dulu yang punya keputusan dalam operasional perusahaan sehari- hari, Dirjen Pajak dalam proses, ada Penindakan, Penagihan Aktif, Sita Lelang Aset, sampai Sita Badan yaitu kurungan penjara,” tutup Lusi.
Diketahui, Pengurus di PT Jui Shin Indonesia sebagai Direktur Utama bernama Chang Jui Fang, Komisaris Utama disebut – sebut istri Chang Jui Fang bernama Yang Ching Hua alias Yang Chih Hua.
Informasi lebih jauh hasil investigasi wartawan, dalam kasus tersebut, tindak pidana di bidang perpajakan, PT Jui Shin Indonesia/Chang Jui Fang Cs diduga menggelapkan pajak yang seharusnya disetor ke Negara disebut- sebut sekitar Rp 650 Miliar.
Dan diketahui lagi, bila sejak tahun 2023 tidak dibayarkan pula sampai sekarang, jumlahnya tersebut bisa dipastikan sudah bertambah-tambah, dan menurut sumber terpercaya, seharusnya Direktorat Dirjen Pajak sudah melakukan penangkapan.
“Jangankan penggelapan Rp 650 miliar, Rp10 miliar saja APH sudah bisa tangkap, karena kita takut dia melarikan diri,” jelasnya.
Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak), Max Donald mengatakan, “Perkara ini tidak sesimpel dugaan penggelapan pajak, saya yakin diduga lebih dari itu, dugaan tindak pidana pencucian uang mulai kental, jadi Direktorat Penegakan Hukum Dirjen Pajak jangan lama lagi melakukan tindakan tegas, apakah Negara toleransi dengan korporasi diduga penggelapan pajak? Pimpinan APH Sumut juga harus jemput bola, ini saya kira kasus besar dugaan kerugian negara dan satu hal lagi terkait dugaan pertambangan pasir di luar koordinat itu, negara pun dirugikan karena pasir yang ditambang di luar koordinat itu diduga sudah tidak bayar pajak ke negara” kata Max.
Terkait informasi di atas, kembali Chang Jui Fang dicoba konfirmasi, namun tetap terkesan bungkam, meski pesan yang dikirim wartawan ke WhatsApp nya diketahui dibaca.
Sejak merebaknya informasi PT Jui Shin Indonesia dalam kasus dugaan pencurian bahan tambang (pasir kuarsa) dan pengerusakan lahan, sebagai korban pelapor (Sunani), mengadu di Polda Sumut pada Januari 2024 lalu, didampingi Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Mediator.
Kemudian berlanjut lagi laporan terhadap PT Jui Shin Indonesia ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK terkait dugaan kerusakan lingkungan hidup sehingga merugikan Negara, adalah anak Sunani bernama Adrian Sunjaya. Dia didampingi advokat kondang Dr Darmawan Yusuf, lulusan Hukum USU dengan predikat cumlaude.
Sebelumnya, dalam penyidikan oleh Ditreskrmum Polda Sumut, dua unit alat berat ekscavator milik PT Jui Shin Indonesia telah disita, terkait laporan Sunani. Kemudian, terhadap Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia yang sekaligus Komisaris Utama PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI), Chang Jui Fang telah diterbitkan surat jemput paksa karena selalu mangkir dua kali panggilan dengan surat, meski sampai detik ini belum berhasil membawa Chang Jui Fang.
Karena Chang Jui Fang selalu diam ketika dikonfirmasi ratusan kali melalui selulernya (0811 1839 ###), bahkan selalu memblokir nomor konfirmasi wartawan, sejumlah wartawan pun berusaha mendatangi langsung ke kediamannya di Jalan Walet 4, Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara.
Ternyata sampai disana, didapat lagi informasi, Chang Jui Fang (56), diduga melarikan diri ke luar Indonesia, disebut -sebut ke Negara Tiongkok karena takut memenuhi panggilan Penyidik Polda Sumut.
Pihak RW Kapuk Muara juga mengatakan, Chang Jui Fang memang terdaftar sebagai penduduk disana dan saat ini banyak yang mencarinya.
Kepada pria bernama Haposan atas permintaan Chang Jui Fang dilakukan konfirmasi, Haposan menjawab, “Pimpinan kami memang sdg ada business trip ke luar negeri….kira kira apa yg ingin di tanyakan atau sampaikan??” kata Haposan.
Namun Haposan tetap bungkam soal apa alasan Chang Jui Fang selalu mangkir atas panggilan Polda Sumut, sehingga kembali kepada Chang Jui Fang dikonfirmasi wartawan.
Diketahui, berdasarkan rekaman yang diterima, Haposan ini merupakan salah satu di antara empat orang yang mendatangi rumah Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin belum lama ini.
Haposan dan tiga rekannya diduga menekan Kepala Desa Gambus Laut untuk membuat keterangan berbeda dengan fakta sebenarnya, bahwa lokasi tanah daerah tempat lain mau dipindahkan seolah-olah terjadi tumpang tindih dengan tanah Sunani (korban, pelapor), tetapi Kades Gambus Laut dengan tegas menolak bujukan tersebut.
Diduga lagi, tujuan Haposan Cs untuk mengaburkan penyidikan pihak kepolisian? Haposan Cs ini kabarnya juga sedang proses dilaporkan oleh Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin ke kepolisian.
Haposan Cs juga menyatakan bahwa bekas tambang pasir kuarsa yang sudah mirip danau buatan di beberapa lokasi, di Desa Gambus Laut dibuat kolam ikan, atas dasar surat kerjasama dengan Kepala Desa Gambus Laut.
Menanggapi itu, Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin membantah keras, dengan menantang agar Haposan Cs bila berbicara harusnya disertai dengan bukti.
Dan bisa dipastikan Kades, bahwa dokumen rencana reklamasi dan pasca tambang terkait bekas tambang pasir kuarsa di Desa Gambus Laut bukan untuk dijadikan kolam ikan.
“Jangan mengarang-ngarang lah. Kalau bisa seperti itu, bekas tambang dijadikan kolam ikan, nanti semua perusahaan tambang, gampang, tidak usah keluar modal banyak untuk melakukan reklamasi/penimbunan kembali pasca tambang, tinggal dibuatnya MoU untuk jadi kolam ikan.” tegas Kades.
Baru saja pihak Kementrian ESDM RI melalui Koodinator Inspektur Tambang Provinsi Sumut, Suroyo menjelaskan kepada wartawan, bahwa aktivitas pertambangan di Desa Gambus Laut, Kecamatan Limapuluh Pesisir, Kabupaten Batubara dilakukan di luar wilayah usaha izin pertambangan/di luar koordinat.
Hal tersebut juga dijelaskan Inspektur Tambang Sumut saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli atas permintaan Polda Sumut.
Pihak Inspektur Tambang Sumut sudah pula mengeluarkan surat teguran akibat pertambangan (PT BUMI, Chang Jui Fang Komisaris Utama/Pemilik) yang di luar koordinat tersebut, dan nantinya untuk sanksi terhadap perusahaan itu tupoksi Gubernur Sumut.
Diketahui, dalam UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, tidak melaksanakan reklamasi pascatambang, izin IUP atau IUPK bisa dicabut dan bisa diancam dengan pidana penjara 5 tahun dan denda 100 miliiar rupiah.
Menanggapi dugaan PT Jui Shin Indonesia akan menumbalkan sebatas pekerja lapangannya terkait kasus ini, untuk dapat Direktur Utama dan Komisaris Utama (Chang Jui Fang) tidak dijerat hukum?
Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf mengatakan, “Mana bisa perusahaan hanya buang badan ke karyawannya. Dalam konteks korporasi, ada doktrin Vicarious Liability. Apabila seseorang agen atau pekerja korporasi bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, maka tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan,”
“Dengan tidak perlu mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak, atau apakah aktivitas tersebut telah dilarang oleh perusahaan atau tidak.” tetang Dr Darmawan Yusuf yang dikenal selalu semangat memberikan edukasi hukum kepada masyarakat melalui berbagai saluran media sosialnya.
Sekedar mengingatkan, PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI merupakan dua perusahaan milik Chang Jui Fang (56) yang dilaporkan Sunani ke Polda Sumut.
PT Jui Shin Indonesia bekerja sama dengan PT BUMI. Dimana PT BUMI melakukan pekerjaan memenuhi kebutuhan bahan tambang seperti pasir kuarsa, melakukan pertambangan di Kabupaten Batubara Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, untuk digunakan memproduksi keramik oleh PT Jui Shin Indonesia.
Selain di Kabupaten Batubara, (Desa Gambus Laut, Desa Suka Ramai) ada juga di Kabupaten Asahan, pertambangan tanah kaolin di Desa Bandar Pulau Pekan, yang mana hasil tambangnya dijual ke PT Jui Shin Indonesia juga.
Pertambangan di kedua kabupaten wilayah Provinsi Sumut tersebut, ironinya diduga sama sekali tidak dilakukan reklamasi dan kegiatan pasca tambang meski beberapa lokasi sudah ditinggalkan dan tak ada aktivitas tambang lagi. Sehingga akibatnya, diduga pula telah terjadi kerusakan lingkungan hidup sekitar yang serius, menimbulkan kerugian Negara dalam hal dugaan korupsi sumber daya alam, termasuk dugaan kerugian pendapatan negara dari sektor pajaknya.
Sesuai fakta diungkapkan saksi ahli Inspektur Tambang Kementerian ESDM, pertambangan PT BUMI di Kabupaten Batubara di luar kordinat, sehingga pajaknya diduga kuat tidak masuk ke pendapatan Negara, apalagi korporasi tersebut diduga juga tidak melaporkan transaksi atau hasil penjualan yang sebenarnya kepada pihak berwenang perpajakan.
Kepada Dirreskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan berulang kali dikonfirmasi, sepertinya mentok jawaban konfirmasi didapat wartawan hanya sampai sedang memeriksa saksi-saksi untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran hukum. Setelah itu Kombes Andry berubah mengalihkan kepada Kabid Humas.
Sedangkan Kejati Sumut, terakhir mengatakan, mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mengungkap kasus tersebut dari sisi dugaan kerugian keuangan negara, yang mana atas laporan dibuat masyarakat atas nama Adrian Sunjaya.
“Kementerian ESDM sudah memastikan adanya pertambangan di luar kordinat dilakukan perusahaan tersebut, apa lagi yang ditunggu Ditreskrmsus Polda Sumut atau Kejati Sumut, yang namanya di luar izin tentunya diduga tidak bayar pajaknya ke Negara, berarti diduga kuat ada kerugian Nagara disitu, jangan-jangan keduanya sudah masuk angin?, kejar juga laporan penjualan perusahaan itu yang diduga tidak memberikan laporan yang sebenarnya,” tutup Max Donald. (Nas)