Ditanya Kasus PT Jui Shin Indonesia, Dirkrimsus Polda Sumut: Ke Humas Saja Ya
KANALMEDAN – Direktur Ditreskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan kembali dicoba konfirmasi langsung terkait kasus PT Jui Shin Indonesia Cs saat keluar kantornya menuju masjid di Mapolda Sumut, Jumat (5/7/2024), siang.
“Saya sholat dulu ya,” katanya singkat. Saat momen tersebut, ajudan pun berusaha menahan dengan memegang bahu wartawan yang menyodorkan selulernya ke Dirkrimsus untuk siap-siap merekam yang mungkin ada jawaban konfirmasi wartawan yang sempat dicetuskan.
Kemudian, merasa akan memperoleh jawaban sebagai respon dari Kombes Pol Andry Setyawan, sejumlah wartawan pun menunggunya di parkiran dekat pintu masuk kantor Ditreskrimsus Polda Sumut.
Hingga saatnya pun tiba, sekira pukul 13.15 wib, tampak Kombes Andry Setyawan berjalan keluar dari masjid Polda Sumut, lalu dihampiri para wartawan yang sedari tadi menunggu menagih janjinya. Dan setelah berjarak sekitar dua meter, dilontarkan wartawan lagi pertanyaan konfirmasi yang sebelumnya diucapkan.
“Soal PT Jui Shin Indonesia Pak dan PT BUMI, terkait penambangan pasir kuarsa di luar kordinat sehingga diduga ilegal merusak lingkungan merugikan pendapatan negara berlokasi di Kabupaten Batubara Desa Gambus Laut, Bapak bilang kemarin sudah turunkan anggota ke lokasi, lalu sedang periksa saksi -saksi, dan saat ini apakah sudah dapat ditentukan pelanggaran hukumnya,” isi pertanyaan wartawan.
Namun, alangkah terkejutnya para wartawan sembari menahan lemas mendengar jawaban Kombes Pol Andry Setyawan yang sudah lama ditunggu -tunggu itu, “Ke Humas (Kabid Humas) saja ya, iya ke Humas, tanyakan ke Humas,” ucap calon Jenderal itu sembari terus melangokah memasuki kantornya.
Di tempat terpisah, terkait apa yang dialami wartawan tersebut, dimintai tanggapan kepada Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak), Max Donald. “Sejatinya wartawan melakukan konfirmasi, salah satunya sebagai perimbangan dalam hal pemberitaan, dan informasi yang disampaikan wartawan dalam media merupakan demi kepentingan publik. Kita, yang pertama mengapresiasi kerja para wartawan, apalagi memberikan informasi soal adanya dugaan korupsi, sebab itu tentunya akan banyak membantu kinerja para APH,” terang Donald.
Sambungnya, “Presiden Joko Widodo sendiri terus berusaha memangkas, menyederhanakan birokrasi yang berbelit-belit, artinya bila bisa cepat untuk apa menjadi lambat. Bila demikian faktanya, wajar para wartawan melakukan konfirmasi ke tingkat yang lebih tinggi, contohnya ke Kapolda Sumut langsung, begitu seterusnya sampai mencapai kebenaran yang sejati,” ujarnya.
Kasus yang dikonfirmasi wartawan tersebut berawal dari laporan pengaduan Sunani yang didampingi Pengacaranya, Dr Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med, ke Polda Sumut, dimana lahannya seluas sekitar 4 hektar di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara dirusak dan pasir kuarsa di dalamnya dicuri, sebagai terlapor PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI.
Kasus tersebut ditangani Ditreskrimum Polda Sumut, lalu berhasil menyita dua unit alat berat ekscavator yang diduga digunakan perusahaan tersebut dalam melancarkan aksinya.
Terus berjalan, Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia, Chang Jui Fang yang sekaligus jabatannya sebagai Komisaris Utama di PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI) pun dipanggil Polda Sumut sebanyak dua kali melalui surat. Namun Chang Jui Fang diketahui selalu mangkir, sehingga proses hukum selanjutnya terbit surat panggilan paksa terhadap Chang Jui Fang.
Tetapi disinilah korban mengaku merasa penuh tanda tanya, mengapa sampai sekarang panggilan paksa terhadap Chang Jui Fang itu tak kunjung terlaksana meski sudah sekitar satu bulan terbit?
Dari itu, anak Sunani bernama Adrian Sunjaya (25), didampingi Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf kembali melaporkan PT JUi Shin Indonesia dan PT BUMI ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK.
Kepada Kombes Pol Sumaryono selaku Direktur Ditreskrmum Polda Sumut sudah dicoba konfirmasi, terkait keluhan korban (Sunani), namun belum juga didapat jawaban. Juga kepada
Chang Jui Fang melalui nomor whatsaap-nya dikonfirmasi, apa alasannya tidak mau dipanggil Polda Sumut?
Chang Jui Fang menjawab, “Mohon menghubungi Pak H untuk klarifikasi.
0812….,” balas Chang.
Diikuti kata Chang Jui Fang, konfirmasi terhadap H dilakukan wartawan dengan pertanyaan yang sama, ternyata H juga tak mampu menjawab.
Kepada Kombes Pol Andry Setyawan, sebenarnya sejak sekitar Januari 2024 sudah diinformasikan masyarakat dan wartawan soal dugaan penambangan di luar kordinat sehingga diduga ilegal merusak lingkungan hidup merugikan pendapatan negara yang terjadi di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara, yang lebih parah sampai kini tak dilakukan reklamasi dan pasca tambang sesuai aturan hukum.
Saat tersebut, Kombes Andry Setyawan menjawab melalui WhatsApp, sudah menurunkan anggotanya melakukan penyelidikan. Sebab memang tanpa adanya laporan, petugas Ditreskrmsus bisa langsung melakukan tindakan hukum (Laporan tipe A).
Berjalan waktu, ditanya wartawan lagi perkembangan, Kombes Andry Setyawan lanjut mengatakan, sedang memeriksa saksi-saksi untuk menentukan pelanggaran hukumnya.
Dan terkini, Kombes Andry Setyawan yang dikonfirmasi kembali, bagaimana perkembangan setelah memeriksa saksi-saksi dimaksudnya, apakah ada atau tidak menemukan pelanggaran hukum atas aktivitas pertambangan pasir kuarsa di Kabupaten Batubara tersebut? Kombes Andry belakangan malah mengarahkan wartawan ke Kabid Humas Polda Sumut.
Terkait pemberitaan ini, pihak PT BUMI dan PT Jui Shin Indonesia melalui legalnya kepada sejumlah wartawan di Ulekareng Jalan Ringroad Medan menjelaskan, bahwa kedua perusahaan tersebut berdiri sendiri -sendiri, memiliki legalitas, PT BUMI bukan anak perusahaan PT Jui Shin Indonesia.
Bila Chang Jui Fang sebagai Direktur Utama di PT Jui Shin Indonesia dan di PT BUMI sebagai Komisaris Utama, menurut legal kedua perusahaan tersebut tidak ada masalah dan tidak ada yang salah dan PT Jui Shin Indonesia bukan perusahaan tambang.
Namun ketika diminta wartawan, dokumen kerjasama antara PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI, sebab alat berat ekscavator yang digunakan menambang pasir kuarsa diketahui merupakan milik PT Jui Shin Indonesia, kedua legal tidak mampu menunjukkan.
Soal menambang di luar kordinat, yakni di lahan milik Sunani, di Desa Gambus Laut dan diduga di beberapa lokasi lainnya, termasuk di Desa Suka Ramai, Kecamatan Air Putih, Batubara, tanpa dilakukan reklamasi pula sampai detik ini, pihak dari kedua perusahaan tersebut mengatakan bahwa bekas tambang itu dijadikan kolam berdasarkan kerjasama dengan Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin.
Terus ditelusuri wartawan mencari kebenaran yang sejati, dikonfirmasi kepada Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin membantah keras.
“Tidak benar itu, mana mungkin saya, sebagai Kepala Desa, berani melawan aturan hukum. Suruh dia tunjukkan bukti kalau ada kerjasama dengan saya untuk membuat bekas galian tambang mereka menjadi kolam ikan. Jangan mengarang-ngarang lah. Kalau bisa seperti itu, bekas galian tambang dibuat kolam ikan, nanti semua perusahaan tambang gampang, tidak usah keluar modal banyak untuk melakukan reklamasi/penimbunan kembali pasca tambang, tinggal dibuatnya MoU untuk jadi kolam ikan.” tegas Kades.
Lanjutnya, “Sudah lah, jangan banyak kali alasan, suruh tunjukan buktinya surat perjanjian yang dimaksud mereka itu, saya jamin tidak ada. Reklamasi dan pasca tambang Itu kan syarat mutlak ketika mau mengajukan izin tambang, wajib dan harus melakukannya, reklamasi.”
“Saya duga mereka mau pengalihan isu. Faktanya sampai sekarang bekas galian mereka di Desa Gambus Laut tidak ada yang ditutup kembali, hanya menyisakan lubang besar mirip kolam, danau buatan dimana-mana.”
Masih kata Kades, “Sehingga ketika hujan, bisa menyebabkan air pasang, meluap airnya membanjiri pemukiman, merusak tanaman dan berbahaya bagi keselamatan manusia maupun ternak peliharaan warga disana.”
Terakhir, “Saya sebagai Kades Gambus Laut, berterima kasih kepada para rekan media. Ketika viral berita tersebut, daratan yang digali sampai jebol ke sungai sudah ditutup kembali oleh mereka. Saya mengharapkan semua pihak, terutama para aktivis dan peduli lingkungan agar mau mendesak pihak yang berwenang menindak perusahaan tersebut, supaya segera melakukan reklamasi dan pasca tambang sampai 100 persen berhasil,” tutup Kades.
Sebagai tambahan informasi, korupsi Sumber Daya Alam (SDA) yang menyebabkan Kerugian Negara dan Perekonomian Negara diduga kuat telah terjadi pada aktivitas penambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir dan Desa Suka Ramai, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara, dan kemudian penambangan tanah kaolin di Desa Bandar Pulau Pekan, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan (Sumut).
Pasalnya, penambangan pada lokasi-lokasi tersebut, selain diduga dilakukan perusahaan penambang maupun perseorangan di luar konsesi atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dan sampai detik ini tidak ada melakukan reklamasi dan pasca tambang, meski ada yang sudah hampir habis masa berlaku IUP Operasi Produksi (OP), dan lokasi penambangan sudah ditinggalkan sejak bertahun-tahun lalu.
Diketahui lagi, dalam pasal-pasal Pidana pada UU No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU 4 Th 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Tidak Melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang, pada Pasal 161B mengatakan (1) Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan:
a. Reklamasi dan/atau Pascatambang; dan/atau
b. Penempatan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eks pemegang IUP atau IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban Reklamasi dan/atau Pascatambang yang menjadi kewajibannya.(Nas)