Umar YR Lubis: “Sudah Tepatkkah Sanitary Landfill Diterapkan di TPA?”
KANALMEDAN – Sampah yang menjadi masalah bagi seluruh daerah di Indonesia, baik darat maupun di air (sungai, laut, dan danau) membuat negeri ini menjadi darurat sampah. Bahkan, sudah ada daerah yang diumumkan menjadi darurat sampah. Ini mencerminkan bahwa sampah bukan lagi masalah daerah tapi masalah nasional.
Padahal, cara penaganan sampah tersebut sudah disampaikan dalam Permen PUPR No. 03 tahun 2014 yang menerangkan berbagai macam pengelolaan sampah, dari TPS 3R, urugan, hingga termal (pembakaran).
Praktisi lingkungan Umar YR Lubis mengatakan, penanganan sampah yang saat ini masih banyak menggunakan metode Sanitary Landfill masih ditemukan banyak kekurangan, antara lain memerlukan lahan yang luas dan pengolahan lindi dan gas yang bermasalah.
Sedangkan pada prosesnya, sampah tersebut ditimbun kedalam urugan yang telah dilapisi membran yang bertujuan agar lindi sampah tidak mencemari sumber air baku.
Setelah mencapai ketebabalan tertentu, maka sampah tersebut akan ditutup dengan tanah, begitu seterusnya hingga permukaannya rata.
“Dengan konsep seperti itu maka saya menyebutnya cara menyembunyikan sampah, karena sampah tersebut ditimbun, akan tetapi sampah itu tidak habis, dan urugan itu akan penuh, sementara sampah itu akan terus berdatangan ke TPA dan dipastikan akan menumpuk”, kata Umar di Medan, Selasa (5/9/2023).
Selain itu, kata Umar, TPA yang merupakan tempat pemoresan akhir yang bertujuan mengembalikan sampah kemedia lingkungan secara aman tidak terpenuhi, karena sampahnya disembunyikan, meskipun ada pengloaan gas dan lindinya.
“Kemudian kita lihat lagi berapa banyak sampah yang dapat tertampung, didalam urugan tersebut, dan berapa lama urugan tersebut dapat bertahan, dan jika sudah penuh akan di buat urugan baru dan begitu seterusnya,” jelasnya.
Umar menanyakan, “Pengolahan lindinya bagaimana? Apakah sudah tertampung? Karena banyak TPA yang memiliki masalah dengan pengolahan lindi tersebut, salah satunya adalah kapasitas,” katanya.
“Karena pengolahan air lindi tersebut harus disesuaikan dengan curah hujan tertinggi di lokasi TPA tersebut, apakah ini dilakukan di saat akan membuat pengolahan air lindinya, karena TPA itu tidak ada penutupnya,” katanya.
Untuk itu Umar menyarankan kepada seluruh pemerintah daerah agar penanganan sampah dilakukan dengan teknologi termal, dengan mengacu kepada Permen LHK No. P.70 tahun 2016, karena dengan teknologi ini sampah tersebut akan habis, dan hanya menyisakan abu, sehingga masalah sampah dapat dituntaskan.
Disinggung dengan RDF (Refuse Derived Fuel), Umar mengatakan, bahwa RDF itu mengandung unsur plastik, dan RDF itu digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk industri atau yang lainnya.
“Yang perlu diingat adalah pengguna RDF tersebut apakah sudah memenuhi baku mutu emisi? Jika belum maka RDF itu hanya memindahkan masalah, dari sampah menjadi bahan bakar dan menjadi pencemar udara, tentu akan menjadi masalah baru. Artinya penanganan sampahnya tidak tuntas,” tambahnya.
Umar mengatakan penanganan sampah itu harus tuntas. Jangan menyelesaikan masalah akan tetapi menimbulkan masalah baru. (Nas)