Perguruan Bina Santri Kurban Enam Sapi
KANALMEDAN – Keluarga besar Yayasan Perguruan Bina Santri menyembelih enam sapi kurban, seusai pelaksanaan salat Idul Adha 1444 H, di komplek perguruan tersebut, Jalan Pasar III No 80 Kelurahan Tegal Rejo, Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan, Kamis (29/6/2023).
Penyembelihan hewan kurban dipimpin langsung Pembina Yayasan Bina Santri Drs H Sotar Nasution MHB bersama Ketua Yayasan Bina Santri Hj Rizqiyah Chairunnisa Nasution SKM, MPd, para guru dan santri Bina Santri.
Ketua Yayasan Perguruan Bina Santri H Sotar Nasution kepada wartawan di sela-sela pembagian daging kurban menyatakan kesyukurannya hewan kurban yang disembelih di Bina Santri bertambah dari tahun lalu.
“Tahun lalu kita menyembelih lima ekor sapi. Alhamdulillah, tahun ini meningkat. Lima ekor sapi kita sembelih di lingiungan sekolah dan seekor lagi kita sembelih di daerah kebun Balam, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau,” kata Sotar Nasution seraya berharap tahun depan meningkat lagi menjadi 10 ekor sapi.
Daging lima sapi yang disembelih di lingkungan sekolah, tambah Sotar, dibagikan kepada wali santri, para guru, masyarakat di kawasan Bina Santri dan warga lain yang membutuhkan.
H Sotar Nasution yang juga Bendahara Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut mengatakan, ibadah kurban disamping memiliki makna untuk menjadikan seseorang saleh secara personal, juga untuk untuk memupuk kaselehan secara sosial.
“Berkurban selain sebagai ketundukan diri kepada Sang Khalik juga ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas moral dan sosial atau kesalehan sosial para pelaku kurban,” kata mantan Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sumut ini.
Dijelaskan, perintah kurban bukan sekadar perintah amal ritual, tapi juga mengandung implikasi sosial, yakni menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Itu karena ibadah kurban lahir dari sejarah Nabi Ibrahim yang dapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih anak kesayangannya Ismail. Atas kepatuhan Nabi Ibrahim yang total, Allah kemudian mengganti Ismail dengan domba.
“Artinya, pelajaran yang dipetik dari peristiwa tersebut merupakan bukti cinta atau cara manusia memberikan sesuatu paling berharga yang dimilikinya kepada Allah guna mendapatkan yang lebih berharga. Penyerahan sesuatu yang paling berharga membuktikan bahwa tidak ada kepemilikan mutlak yang dimiliki makhluk. Kepemilikan mutlak hanya ada pada Allah,” kata alumni Fakultas Syariah dan Hukum IAIN (sekarang UIN) Sumut dan Magister Hukum Bisnis Pascasarjana UMA ini. (Nas)