Umar YR Lubis: IPLT Sumber Pupuk Alternatif
KANALMEDAN – Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) merupakan sub-sistem dari Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik (SPALD), dapat dijadikan sebagai sumber pupuk organik.
IPLT yang pada akhirnya menghasilkan lumpur yang dapat dijadikan pupuk, akan tetapi pada saat ini masih dimanfaatkan untuk tanaman non pangan, dikarenakan masih mengandung patogen.
“Seharusnya pupuk hasil olahan dari lumpur tinja tersebut dapat juga digunakan untuk tanaman pangan, karena IPLT itu berfungsi untuk ‘pengolahan’ bukan ‘pengeringan’. Jika pengolahan dilakukan dengan benar, bisa dipastikan bahwa patogen yang terdapat di lumpur tinja dapat dimusnahkan atau dimatikan,” jelas praktisi lingkungan Umar YR Lubis di Medan, Senin (27/03/2023).
“Kami telah mengembangkan teknologi pengolahan lumpur tinja tersebut, sehingga lumpur tinja tersebut bebas dari patogen dan dapat digunakan pada tanaman pangan,” tambah Umar.
Untuk itu, kata Umar, pemanfaatan lumpur tinja yang dijadikan pupuk tidak terbatas pada tanaman non pangan saja, maka kelangkaan pupuk subsidi bisa teratasi.
Untuk pemenuhan kebutuhan produksinya, pelayanan lumpur tinja terjadwal dan tidak terjadwal dapat ditingkatkan, sehingga program SPALD yang dituangkan dalam Permen PUPR No. 04/2017 dapat bermanfaat langsung bagi masyarakat, terutama bagi petani.
“Selain itu, pengumpulan lumpur tinja yang dilakukan dari bak pra pengolahan dan atau bak sumpit maupun di reaktor IPALD, yang bersifat komunal (setempat) atau yang terpusat, maka pengguna atau pemanfaat SPALD tersebut septiktanknya tidak akan pernah penuh,” jelas Umar.
Praktisi lingkungan ini menambahkan, “Jika dilihat pada Pasal 15 Permen PUPR No. 04/2017 menyebutkan Ayat 1. Rumah dan / atau bangunan baru yang berada dalam cakupan pelayanan SPALD-T skala perkotaan atau skala permukiman yang sudah terbangun, harus disambungkan dengan SPALD-T tersebut. Ayat 2. Rumah dan / atau bangunan yang yang tidak termasuk dalam cakupan pelayanan SPALD-T skala perkotaan atau skala permukiman yang sudah terbangun, harus membuat SPALD berdasarkan Peraturan Menteri ini.”
“Berdasarkan pasal tersebut, dapat dipertanyakan mengapa pengembang properti atau perumahan, kok perizinannya bisa keluar, sementara SPALD-nya tidak ada. Pertanyaannya lagi adalah, untuk pengembangan kawasan permukiman, pembuatan SPALD tersebut tanggung jawab siapa?” tanya Umar.
“Pada saat ini masalah kita adalah bagaimana membuang air kotor, akan tetapi kedepan masalah kita adalah bagaimana mendapatkan air bersih,” ujarnya.
Umar berharap kepada seluruh pemerintah daerah agar lebih memaksimalkan SPALD dan memanfaatan IPLT sebagai sumber pupuk organik pengganti pupuk subsidi. (Nas)