Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswi, Aktivis Perempuan Minta Dosen HS Dipecat
KANALMEDAN – Dosen FISIP USU berinisial HS yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya diminta untuk meminta maaf secara terbuka kepada para korban. Selain itu, HS harus dipecat untuk membersihkan nama baik Universitas Sumatera Utara (USU).
“Meski kami fokus pada pemulihan psikologis korban, tapi kami juga menuntut pelaku untuk meminta maaf secara terbuka. Juga mendesak agar pelaku dipecat dari USU,” kata aktivis perempuan dari lembaga Perkumpulan Sada Ahmo (Pesada), Dina Tobing, dalam konferensi pers yang digelar di sekretariat Pesada, Jalan Pancur Siwa IG Medan Johor, Selasa (11/6).
Dina menambahkan, upaya perdamaian yang digagas antara pelaku dan korban tidak akan berbuat apa-apa, karena toh kejahatan sudah terjadi. Sehingga harusnya pelaku dituntut secara hukum.
Namun begitu, lanjut Dina, pihaknya bersama sejumlah lembaga pendamping kekerasan terhadap perempuan lainnya, menunggu itikad baik dari Rektor USU.
“Seperti apa hukumannya, kita masih memberi kesempatan kepada pihak kampus untuk memulihkan nama baiknya,” ujarnya.
Hal sama juga disampaikan Koordinator Women’s March Medan, Lely Zailini. Dikatakan Lely, kejahatan seksual yang terjadi di kampus merupakan sebuah kejahatan yang sangat serius dan harus ditanggapi secara cepat.
“Kita tidak mau anak-anak kita, saudara kita, belajar di kampus yang ada dosennya cabul. Jangan-jangan ini hanya contoh kecil,” kata Lely
Untuk itu, Women’s March Medan menyampaikan empat hal sebagai berikut: Mendesak kembali agar Rektor USU Prof Runtung Sitepu segera membentuk tim pencari fakta independen, dan sementara itu segera menon-aktifkan HS, dosen terindikasi pelaku.
Sebab, sambungnya, kasus pelecehan seksual adalah kejahatan serius, bukan kasus ‘relatif ringan’ sebagaimana tersebut dalam laporan ketua Prodi Sosiologi FISIP USU. “Kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen kepada mahasiswinya adalah kejahatan serius yang dilatar belakangi relasi kuasa yang timpang antara dosen dan mahasiswinya, dan khususnya antara laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya, investigasi segera mendesak untuk dilaksanakan,” katanya.
Kemudian, mengimbau agar FISIP USU memastikan jaminan keamanan “D” sebagai survivor, dilindungi kerahasiaan identitasnya, dan jaminan tidak ada tekanan dalam menyelesaikan skripsinya (dalam bentuk apapun dan oleh siapapun di lingkup USU).
Mengimbau semua mahasiswi yang pernah menjadi korban kekerasan seksual di FISIP USU menghubungi HOTLINE WCC SINCERITAS-PESADA di Nomor 081360173561. “Kerahasiaan anda semua akan kami jamin,” kata Lely.
Secara terpisah, Rektor USU, Prof Runtung Sitepu ketika dikonfirmasi terkait kasus tersebut meminta, korban segera membuat laporan tertulis mengenai kronologis dari peristiwa itu.
“Saya tidak akan melindungi dosen bila benar melakukan pelecehan atau perbuatan asusila. Tidak akan saya biarkan, namun si mahasiswi harus buat laporan tertulis ke saya secara langsung,” kata rektor menjawab wartawan di sela halal bihalal di rumah dinas Rektor USU, Selasa (11/6).
Rektor menyayangkan, mungkin ada orang merasa lebih penting pemberitaan dari pada penyelesaian. “Kan malu, masalah itu dibaca orangtua si mahasiswi dan orang banyak,” kata Runtung.
Katanya, semua yang merasa dilecehkan dan merasa keberatan agar membuat pengaduan, juga bila ada mahasiswa merasa diperlakukan tidak wajar, misalnya dimintai uang atau lainnya. “Kita tunggu secepatnya buat pengaduan,” kata Runtung Sitepu. (Nas)