Dita Indah Sari: Jokowi Serius Jalankan Reforma Agraria

KANALMEDAN – Polemik yang muncul pasca debat dalon Presiden terus berlanjut. Dimulai dari kritik Prabowo soal Program Sertifikasi dan Pembagian Lahan dalam konsep Perhutanan Sosial dari Pemerintah Jokowi, yang kemudian diakhiri dengan pembahasan soal status dan besarnya luas lahan HGU konsesi pribadi yang dikuasai oleh Prabowo, yang menurutnya, siap dikembalikan ke negara jika diminta.

Menanggapi soal ini, Dita Indah Sari dari Gugus Tugas Khusus Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin menyatakan, polemik yang berkembang ramai pasca Debat Capres, dampaknya positif. Secara cerdas Jokowi mengangkat ke permukaan fakta dan hasil kebijakan agraria yang keliru dan sudah berlangsung lama.

 “Aspek keadilan dari sisi apa yang bisa membenarkan kenyataan bahwa golongan 1% penduduk menguasai 68% pemilikan, konsesi, penguasaan dan pengusahaan tanah. Sedang 99% penduduk hanya mendapat sisanya,” kata Dita melalui siaran persnya yang diterima awak media, Kamis (7/3).

Fakta-fakta ini sekian lama terabaikan oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya. Bukannya pak Prabowo selama ini lantang mengecam konsentrasi penguasaan aset ekonomi dengan menyatakan 80% ekonomi Indonesia dikuasai oleh 1% penduduk sebagai ketidakadilan?

Meskipun, menurut Dita, dalam realitasnya akan sulit untuk mendudukkan Prabowo ke dalam golongan yang 99% itu. “Tapi, retorikanya menjadi nggak nyambung. Karena pak Prabowo menentang kebijakan redistribusi aset tanah sebagai salah satu langkah refroma agraria untuk mengurangi ketimpangan sosial. Jadi mengkritik ketimpangan, tapi reforma agraria ditolak. Terus maunya apa?” tanya Wakil Sekjen PKB itu.

Status Tanah

BPN Prabowo Sandi memberi klarifikasi bahwa status tanah tanah Prabowo adalah HGU dan diperoleh secara legal. Bahkan juga menyatakan bahwa di sekeliling pak Jokowi juga banyak yang menguasai lahan-lahan dalam skala raksasa. Dita, yang juga Wakil Sekjen DPP PKB menanggapi, “Reaksi itu keliru. Pesan yang disampaikan pak Jokowi  itu tidak hanya spesifik terhadap pemilikan tanah  pak Prabowo. Itu hanya contoh. Pemerintah saat ini fokus pada soal reforma agraria dan perhutanan sosial, bukan pada pemberian konsesi ratusan ribu hektar pada segelintir orang. Kebijakan politik agraria di masa-masa lalu itu keliru, walaupun tetap legal dan mengikat secara hukum. Ya sudah, sekarang kita benahi, kita koreksi yang keliru. Tapi yang sudah legal dan mengikat, kita hormati. Begitu maksudnya. Bukan menyerang pribadi Prabowo. BPN juga nggak perlu nggerambyang kemana-mana soal lahan-lahan pribadi ini,” lanjut Dita.

Reforma Agraria dan Redistribusi aset tanah adalah salah satu langkah penting untuk mengurangi ketimpangan dan ketidakadilan.  Ijin HGU yang diperoleh secara legal dan diberdayakan sesuai peruntukannya, tentu harus dihormati sampai masa konsesi nya habis. Juga konsesi pertambangan.

“Karena jika tidak dihormati, diambil alih begitu saja tentu akan menimbulkan kekacauan ekonomi. Kecuali jika ada konsesi HGU yang habis masa waktunya, ditelantarkan, atau peruntukannya menyalahi ijin HGU nya bisa saja pemerintah bertindak dengan aturan yang ada, mengambil alih kembali dan menjadikan nya sebagai obyek Reforma Agraria,” demikian tutup Dita yang lama aktif sebagai aktivis buruh ini. (Partono)

Print Friendly