Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Jangan Asbun Sebut Medan Kota Terkotor

KANALMEDAN – Direktur Eksekutif Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan  Sumut (LIPPSU)  Azhari AM Sinik  meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya jangan asal bunyi (asbun) menyebutkan Medan kota  terkotor di kategori Kota Metropolitan.

“Jangan asal asbun, jangan banyak cakap lah Menteri Siti Nurbaya. Masalah sampah itu (TPA Regional) itu bukan urusan Pemko Medan semata, tetapi  sudah diatur dalam Perpres No 62 tahun 2011 tentang TPA Regional Mebidangro.  Itu artinya keterlibatan pemerintah pusat dan provinsi juga ada di sana ,” kata Azhari AM Sinik kepada pers di Medan, kemarin.

Penegasan ini disampaikan Sinik terkait julukan Kota Medan dan kota-kota lain di Sumatera yang memperoleh nilai terendah di antara ratusan kabupaten/kota, di antaranya terkait pengelolaan tempat pemrosesan akhir (TPA) dan kebersihan fisik.

Menurut Sinik, masyarakat Kota Medan tersinggung dengan ucapan Menteri Susi, karena menganggap warga di kota ini kotor. “Apa gak pernah dibaca Menteri Susi Perpres No 62 tentang TPA Regional Mebidangro,” kata Sinik.

Dijelaskan, sebutan ini tidak layak disampaikan, karena Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo (Mebidangro), terutama pada ayat 2 huruf c yang menyebut bahwa  instansi pelaksana adalah pemerintah, dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKHK), kementrian yang dipimpin Menteri Siti Nurbaya.

Menurut Sinik, warga Medan tersinggung dengan ucapan  Menteri Susi bahwa Kota Medan kota terkotor. “Dipikir Menteri, warga Medan itu jorok, apa gak dibaca Menteri Susi Perpres No 62 tentang TPA Regional Mebidangro,” ujar Sinik.

Harusnya, Menteri Siti berjuang keras mengucurkan dana untuk membuat TPA Regional, mengingat  TPA Terjun yang berada di Marelan tidak layak jadi dijadikan tempat pembuangan pemrosesan akhir (TPA), karena lokasinya berdekatan dengan perumahan warga,” katanya.

Selain mengupayakan dana yang bersumber dari APBN, Menteri Susi juga harus proaktif berkordinasi dengan Gubsu, Bupati, Walikota dan dinas terkait, terutama dalam mencari tempat yang pasti untuk pembuatan TPA Regional.

“Yang lebih penting, Menteri Susi pun harus bersinergi dengan kementrian terkait, yang tupoksinya bersinggungan dengan fisik pelaksanaan TPA Regional. Nah, kalau itu yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup,  kita yakin  Mebidangro akan memiliki TPA Regional,” ujar Sinik.

DIjelaskan Sinik, pemerintah pusat melalui KLHK yang seharusnya berhutang kepada kita (Sumut). Artinya, jangan salahkan Kota Medan kalau kota ini dijuluki kota terkotor, karena warga Medan belum memiliki TPA Regional yang mencerminkan  kawasan Mebidangro.

Sinik mengherankan sebutan disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada penyerahan Piala Adipura 2018 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin 14 Januari 2019 itu harusnya tidak disampaikan ke publik, sama artinya dengan menampar muka sendiri.

DIPRIORITASKAN

Sejak Perpres dikeluarkan, harusnya  KLHK berjuang keras mendorong Pemprovsu dan jajarannya agar mengupayakan pembuatan TPA Regional, mengingat peraturan itu mencantumkan bahwa keberadaan TPA harus diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

 

“LIPPSU sendiri pernah menyelenggarakan sosialisasi Mebidangro di Medan beberapa waktu lalu, yang salahsatu fokusnya meminta perhatian pemerintah pusat untuk mendorong percepatan TPA Regional agar segera diwujudkan di Deli Serdang,” ujarnya.

Menyinggung tentang lambannya pembuatan TPA Regional, menurut Sinik, terjadi karena adanya sikap keberatan Pemkab Deli Serdang melalui Kepala Bappedanya, Irman Dj Oemar ketika itu, yang tidak berkenan kawasannya dijadikan TPA Regional.

Dan masalah tersebut menjadi berlarut-larut hingga akhirnya TPA Regional dibangun di Kelurahan Terjun, Medan Marelan, Medan. TPA ini dianggap tidak layak lagi dijadikan pembuangan sampah karena lokasinya yang bersinggungan dengan lingkungan warga dan sarana dan prasarana umum lainnya.

Jika memang ini disepakati sebelum dibuat TPA Regional permanen, maka perlu keterpaduan langkah semua pihak. Dalam rilis yang disampaikan ke media, terdapat 10 kota terkotor, salah satunya Medan secara khusus dan resmi, dengan penilaian berdasarkan bobot yang ditentukan, salah satunya paling utama adalah pengelolaan TPA.

Dalam penilaian TPA, Medan mendapat penilaian rendah karena masih menggunakan open dumping bukan sanitary landfill. Untuk itu, Direktur LIPPSU Azhari AM Sinik meminta Gubsu Edy Rahmayadi untuk proaktif mensinkronkan langkah dengan pemerintah pusat dan memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk Bupati dan Walikot terkait, agar duduk satu meja, guna mempercepat  pembuatan TPA Regional. Selama ini, menurut Sinik, upaya tersebut tidak intensif dilakukan  gubernur sebelumnya.

Selain itu, Sinik juga meminta Walikota Medan terus berkordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dengan fokus memberdayakan masyarakat di 21 kecamatan agar tetap menjaga lingkungan dan jangan membuang sampah sembarangan.

“Perlu dicari langkah-langkah terukur agar pengelolaan sampah yang sekarang dilakukan di TPA Terjun tidak lagi menggunakan sistem open dumping — yaitu sampah dibuang begitu saja di TPA tanpa dilakukan pengelolaan lebih lanjut – menjadi sanitary landfill, yakni sistem pengelolaan (pemusnahan) sampah dengan cara  membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya, dan kemudian menimbunnya dengan tanah.  (Partono)

Print Friendly