Ombudsman Paparkan Kajian, Pemprov Anggarkan 45 Milliar Upah Guru Honor
KANAL MEDAN – Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumut, memaparkan hasil kajian Own Motion Investigation tentang nasib guru honor di sekolah negara.
Kajian yang merupakan program nasional Ombudsman tersebut dipaparkan langsung oleh Kepala Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumut, Abyadi Siregar dalam Diseminasi Hasil Rapid Assesment di hotel Polonia Medan, Jumat, (3/11/2017). “Own Motion Investigation ini merupakan program Ombudsman secara nasional yang dilakukan secara cepat untuk kasus tertentu,” ujar Abyadi Siregar.
Lanjut diungkapakan Abyadi, Ombudsman di provinsi lain menginvestigasi beberapa persoalan yang terjadi di masyarakat terkait pelayanan publik. “Sementara Ombudsman Sumut menginvestigasi nasib guru honorer,” ungkapnya.
Dari hasil investigasi itu, Abyadi menjelaskan, pihaknya menemukan kondisi yang sangat miris dialami para guru honorer di beberapa daerah. “Ironi. Penghargaan pemerintah tidak ada terhadap guru honorer. Lihat saja, sesuai hasil temuan kami, masih ada tenaga pendidik itu digaji 100 ribu sebulan. Itupun ada yang dibayar 3 bulan sekali,” jelasnya.
Padahal, orang nomor satu di Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumut ini menyebutkan, para guru tersebut merupakan salah satu ujung tombak di dunia pendidikan. Sebab, komposisi antara tenaga honor dengan guru berstatus PNS sangat berbanding jauh di setiap sekolah di beberapa daerah yang diinvestigasi Ombudsman. “Lebih banyak guru honor. Realita di lapangan ini membuktikan bahwa keberadaan guru honor di sekolah negeri demikian pentingnya. Dari hasil investigasi kajian cepat, ada banyak sekolah yang jumlah guru honornya jauh lebih banyak dibanding guru PNS. Namun keberadaan mereka seolah tidak diperdulikan,” sebutnya.
Oleh sebab itu, Abyadi menyimpulkan bahwa tindakan pemerintah yang tidak memperhatikan kesejahteraan guru honor tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan maladministrasi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dan mengabaikan kewajiban penyelenggaraan pelayanan publik. “Pemerintah yang tidak memperhatikan kesejahteraan para pendidik ini merupakan pelanggaran. Ini maladministarasi. Pemerintah abai,” imbuhnya.
Maka dari itu, Ombudsman, kata Abyadi telah mengeluarkan sembilan rekomendasi kepada pemerintah dari hasil kajian ini. “Ombudsman Sumut sendiri mengeluarkan sembilan saran untuk memperjuangkan nasib guru honorer. Salah satunya meminta pemerintah pusat provinsi Sumut maupun kabupaten/kota bertanggung jawab untuk memberikan penghasilan guru honorer yang mengajar di sekolah negeri, dengan mengalokasikan anggaran baik yang bersumber dari APBN maupun APBD dengan ketentuan setara dengan UMP/UMK,” tandasnya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Plt Kabid Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan Sumut, Abdul Malik Pane mengatakan bahwa pihaknya telah memverifikasi para guru honrer yang ada di seluruh wilayah Sumut. Hasilnya, dari sekitar 12.000 guru honor yang ada, pihaknya mendapatkan angka 7.775 guru honor yang terverivikasi. Angka itu tidak termasuk yang berlatar belakang pendidikan SLTA dan guru honor yang masuk setelah peralihan kewenangan penangan SMA / SMK dan Sekolah Luar Biasa (SLB). “Nah, jumlah yang terverifikasi itu upahnya selama enam bulan terhitung mulai Juni hingga Desember 2017 telah kita anggarkan sebesar 45 milliar di P – APBD Sumut 2017. Realisasinya sebesar 40 ribu rupiah per jam mata pelajaran yang diampu guru tersebut,” kata Pane.
Kendati demikian, Pane menjelaskan, bahwa upah yang seharusnya dibayarkan terhitung mulai bulan Juni 2017 itu belum terrealisasi karena anggaran yang telah disetujui pada P – APBD tersebut belum dicairakan. “Belum dibayar. Anggarannya belum cair,” jelasnya.
Selain itu, kata Pane, untuk upah guru honor di tahun 2018, pihaknya akan mengajukan kembali dalam APBD 2018 dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. “Ini menandakan kita perduli terhadap nasib guru honor. Namun, berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, masalah guru honor tidak diatur,” tandasnya. (Adek)