Begini Himbauan Ketua DPRD Sumut Soal Unjukrasa Protes Myanmar

Wagirin Arman SSos
Wagirin Arman SSos

KANALMEDAN – Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman menghimbau, unjukrasa memprotes tragedi kemanusian etnis Rohingya Myanmar jangan terjebak anarkisme. Semua pihak hendaknya memahami, perlakuan terhadap muslim Rohingya di Myanmar  bukan representasi ajaran agama tertentu.

“Berunjukrasa tentu sah-sah saja, namun hendaknya jangan merusak iklim kondusifitas yang selama ini sudah terjalin dengan baik”, katanya saat diminta tanggapannya di gedung dewan, Rabu (6/8/2017).

Dia mengatakan, aspirasi dari masyarakat atas keprihatinan terhadap etnis Rohingya sebaiknya diserahkan saja kepada pemerintah. Biarkan pemerintah dengan kewenangannya, mengambil langkah-langkah terbaik guna membantu mengatasi derita etnis Rohingya.

“Jangan terpancing pihak-pihak yang memanfaatkan situasi. Kalaupun berunjukrasa, tetaplah damai jangan merusak. Biarkan pemerintah melakukan apa yang terbaik”, katanya.

Sementara kepada  pemerintah Indonesia, politisi Partai Golkar ini mengharapkan dapat melakukan hal yang mendasar, guna menghentikan kekejaman junta militer Myanmar terhadap etnis Rohingya itu.

Pemerintah  harus greget menghentikan aksi genosida terhadap etnis Rohingya. Makanya, tidak bisa hanya melalui statmen atau imbauan saja.

“Pemerintah harus greget, punya political will yang kuat untuk menghentikan itu. Bukan hanya sikap imbauan saja, tetapi secara fisik, datangi langsung dan minta itu dihentikan,” katanya.

Menurutnya, keprihatinan warga Indonesia terhadap etnis Rohingya merupakan hak azasi manusia. Karena itu, silakan berunjukrasa, suarakan dengan lantang dan tegas kepada pemerintah Indonesia terhadap aksi pembantaian tersebut.

Sah-sah saja unjukrasa itu, suarakan dengan lantang dan tegas karena itu dibenarkan UU untuk menyampaikan pendapat dan ekspresi diri. Tapi jangan sampai pula menjadi anarkis karena itu berbenturan dengan UU.

“Intinya, jangan sampai terjadi pelanggaran atau merugikan pihak lain,” tegasnya.

Dia berharap, keprihatinan itu juga tidak merangsang dan menjadi emosi sehingga menyalahkan agama lain.

“Prihatin itu hak azasi manusia, tapi jangan pula terjebak untuk menjadi emosi. Harus dipahami, itu bukan kesalahan penganut agama tertentu, tapi itu sikap dari daerah atau negaranya, bukan sikap dari agama tertentu,” jelasnya.(Jen)

Print Friendly