DIREKTUR KIRAB: MEDAN DARURAT SAMPAH
MEDAN – Direktur Komite Integritas Anak Bangsa (KIRAB) Sumut, Indra Buana Tajung SH menyoal dengan kritis keberadaan sampah di Kota Medan, yang hingga kini belum tertangani dengan tuntas. Dia juga mempersoalkan slogan Kota Medan “Medan Rumah Kita”.
“ Saya nggak ngerti slogan Medan Rumah Kita, yang digadang gadang pemko Medan ini seperti apa ? kata Indra Buana Tanjung (foto) dalam keterangan pers nya kepada wartawan.
“Mencermati kinerja pemko Medan dalam setahun terakhir ini dalam pengelolaan sampah saya justru melihat kota Medan dalam fase darurat sampah. Beberapa pekan ini saya monitor dibeberapa ruas jalan maupun permukiman masyarakat, di waktu pagi, siang bahkan malam hari titik tumpukan sampah semakin mengkhawatirkan.
“Coba cermati sepanjang Jl AR. Hakim terutama pasar sukaramai( tak terkecuali pasar- pasar tradisional lainnya) sampai dikawasan rumah susun, Jl SM Raja, Jln Prof Yamin SH dan jalan protokol lainnya. Tumpukan sampah masih menjadi pemandangan abadi bagi masyarakat, ” ujar Indra.
Lebih lanjut praktisi Tim penilai Adipura untuk kabupaten/ kota Sumatera Utara ini mengungkapkan kegundahannya bahwa efesiensinya pemerintah menggabungkan dua instansi Dinas Kebersihan dan Dinas Pertamanan, apakah merupakan prioritas kebutuhan dalam penataan kota, saya justru melihat tanda tanda terurainya masalah sampah kota Medan.
“Saya pikir kopentensi pejabat yang mengurusi sampah dan penataan taman di kota ini, harus terukur dan terencana. Sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dan amanah Undang- undang yang mengatur tentang hal tersebut”.
Menurut Indra yang juga menjabat wakil ketua Paguyuban Bank Sampah Kota Medan, sepanjang peraturan dan perundang undangan yang ada masih merupakan kitab sakti, yang pantang dijamah ( disosialisasikan kemasyarakat) dalam artian yang sesungguhnya.Maka jangan diharapan masyarakat akan memiliki kesadaran dan tanggung jawab, bahwa kebersihan dan keindahan kota ini. Apakah dalam transfer informasi, bimtek maupun penerapan hukum yang ada, sebagai tanggung jawab bersama secara kolektif
“ Sebut saja Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah,
Peraturan pemerintah nomor 81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga,
Peraturan menteri lingkungan hidup nomor 13 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan reduce, reuse dan recycle melalui bank sampah.
Bahkan Peraturan Daerah kota medan nomor 6 tahun 2015 tentang pengelolaan sampah, di internal instansi terkait saja mungkin masih banyak yang belum membaca konon lagi memaknai kitab sakti tersebut, lalu bagaimana lagi masyarat luas.
Jadi tidak berlebihan bila saya katakan pemko Medan dengan slogannya Medan Rumah Kita, besar pasak dari tiang, dalam menata dan management lingkungan, ngga punya konsep yang jelas, ngga tau mau dibawa ke mana rumah kita ini.
“ Saya masih pesimis pemko Medan memiliki kemauan dan kesungguhan dalam membenahi wajah kota tercinta ini. Bukan tanpa alasan di katakan demikian, bahwa daya dukung TPA Terjun di Medan Marelan yang luasnya 137.563 M2,saat ini sudah penuh sesak akibat peningkatan volume bahkan keaneka ragaman jenis dan karakteristik sampah yang dihasilkan.
TPA
Sebagai kota metropolitan semestinya pemko Medan sudah bisa menerapkan sistem sanitary landfill untuk TPA (Tempat Pengelolaan Akhir Sampah), sebab ini amanah Undang – undang nomor 18 tahun 2008.
Lagi lagi mungkin alasan klasik yang menjadi penghalang adalah masalah pembiayaan. Alasan ini tidak boleh dimaklumi apalagi menjadi pembenaran untuk tidak berbuat, sejatinya bila pemerintah dan stakeholder di dalamnya memiliki komitmen yang jelas, niscaya akan ditemukan solusinya.
Saya perhatikan hanya ketika event- event tertentu atau ketika program semacam sertfikasi dari pemerintah pusat, sebut saja untuk program Adipura( penilaian kota bersih dan hijau ) dllnya, ujung ujungnya perangkat pemko dari level tertinggi sampai level kepala lingkungan krasak krusuk — tak beraturan apa yang harus dilakukan. Biasanya yang menerima imbasnya masyarakat lapisan bawah, yakni PKL (pedagang kaki lima) simpul simpul masyarakat yang digusur dan gusar demi ajang sesaat tersebut, entahlah itu sebuah prestise atau prestasi ” .
“ Hari ini tidak kurang dari 170 komunitas pegiat Bank Sampah dan pegiat 3R (reduce, reuse, recycle), di kota Medan, yang kelangsungan aktifitas mereka lesu darah. Jujur saja bersama teman teman pegiat lingkungan berbagai upaya dan swadaya yang kita lakukan sebagai fasilitator tidak berdampak signifikan untuk Medan Rumah Kita ini. Hal ini dilemahkan oleh sarana, prasarana, pemasaran maupun program komunitas yang banyak mengalami hambatan. (Partono)