Reses Anggota DPRD Sumut Dibayangi Masalah Hukum

KANAL MEDAN – Rakyat melalui pemerintah Sumut kembali membiayai reses 94 anggota DPRD Sumut ke kabupaten/kota mulai Rabu (13/7) hingga Jumat (15/7). Tampaknya, reses kali ini jauh berbeda dibanding tahun lalu.

Perbedaannya, untuk pertama kali dalam sejarah terbentuknya DPRD Sumut tahun 1971, sejumlah anggota dan mantan anggota dewan tersandung hukum. Yang mencengangkan, ada dua ketua DPRD Sumut yang sudah divonis hukuman dari masing-masing periode, yakni Ajib Shah (periode 2014-2019 dan Saleh Bangun (periode 2009-2014) – keduanya saat divonis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho masih berstatus anggota dewan. Selanjutnya, juga ada tiga wakil ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 yakni Chaidir Ritonga, Sigit Pramono dan Kamaluddin Harahap. Dari ketiganya, Chaidir Ritonga tercatat yang masih aktif sebagai anggota dewan.

Selanjutnya, ada 7 anggota dewan periode 2014-2019 yang sudah menyandang status tersangka, Muhammad Affan (mantan Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Budiman Nadapdap, Guntur Manurung, Zulkifli Efendi Siregar, Bustami, Zulkifli Husein dan Parluhutan Siregar, juga terkait kasus terdapat 11 orang yang bermasalah dalam dugaan kasus korupsi.

Dengan anggaran mencapai Rp 75 juta per orang untuk sekali masa reses, para wakil rakyat di Sumut tersebut harus kembali ke daerah pemilihan masing-masing guna menyerap aspirasi masyarakat.

Sekretaris DPRD Sumut, Randiman Tarigan, mengatakan bahwa terdapat perubahan jumlah Anggota DPRD Sumut yang melakukan reses tahap kedua tahun ini. Jika pada tahun-tahun sebelumnya terdapat 100 Anggota DPRD Sumut yang wajib melakukan reses, kali ini hanya 94 orang yang diwajibkan.

Hal tersebut disebabkan terdapat enam orang yang kini telah berstatus mantan anggota DPRD Sumut periode 2014-2019. Selain ada yang telah meninggal, terdapat juga beberapa orang yang terjerat kasus hukum sehingga tidak lagi terdata pada keanggotaan DPRD Sumut.

Sejumlah pengamat mengatakan, dengan dibayang-bayangi masalah hukum yang dihadapi sejawat mereka, para anggota dewan diperkirakan tidak maksimal menjalankan tugas. “Sedikit banyak, ada pengaruhnya, apalagi nasib seluruh anggota dewan yang diperiksa sebagai saksi belum dapat dipastikan apakah selesai, atau ikut menyandang predikat sebagai tersangka. Tidak ada yang tahu,” ujarnya. (ton)

Print Friendly