MENGANDALKAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR, MELEJITKAN PERFORMA BANK SUMUT

ANDIL Bank Sumut untuk lebih aktif memacu pembangunan di Sumatera Utara, dan Indonesia pada umumnya kini bertambah lagi. Hal itu dibuktikan dengan pengucuran kredit di sektor infrastruktur jalan bebas hambatan Medan-Tebingtinggi dan sejumlah proyek lainnya di Jawa Barat, Jakarta dan Surabaya. Meski hanya terbilang sejumput, penetrasi capital bank kebanggaan masyarakat Sumut tercatat yang pertama dalam jumlah skala besar sejak didirikan 4 November 1961 lalu itu.

 

Tak hanya itu,  peran serta bank yang bulan Agustus 2017 baru saja menyabet predikat BPD (Bank Pembangunan Daerah) Indonesia Terbaik 2017 Peringkat I kategori BUKU II aset di atas Rp 25 triliun itu, juga bakal dicatat dalam sejarah dalam bidang infrastruktur jalan tol. Hal ini terukir dengan telah diresmikannya oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat, 13 Oktober 2017,  pembangunan tol Medan-Kualanamu-Tebingtinggi ruas Kualanamu-Sei Rampah, ditambah soft opening jalan tol Medan-Binjai seksi ruas Helvetia-Seisemayang dan Seksi 3 Seisemayang-Binjai. Sebelumnya, pada 24 Maret 2017, juga sudah dibuka ases ruas jalan bebas hambatan, mulai dari Tanjung Morawa (Medan) – Kualanamu (Deli Serdang) – Sei Rampah (Serdangbedagai) sejauh lebih 61,5 km.

 

Disebut bersejarah karena memang infrastruktur regional itu, yang keseluruhannya menelan anggaran Rp 4,9 triliun rupiah membentang di delapan kabupaten/kota di Sumut,  tak pernah ada sejak Provinsi Sumut lahir 15 April 1948 lalu.  Khusus untuk Sei Rampah-Tebingtinggi, diproyeksikan sudah menyambung sampai ke Tebingtinggi pada pertengahan 2018.

 

Ruas jalan tol Kualanamu-Sei Rampah-Tebingtinggi juga diklaim sebagai yang terpanjang di Sumut dan merupakan bagian dari jalan tol Trans Sumatera, diyakini mampu mendorong perekonomian, industri, dan pariwisata, terutama Kawasan Pariwisata Strategis Nasional (KPSN) Danau Toba dan sekitarnya.  Dengan begitu, mobilisasi orang dan barang sangat cepat, sehingga harga transportasinya bisa dipangkas, dan barang-barang akan menjadi lebih murah.

 

Bangga tentu saja, mengingat dengan suntikan modal cukup besar, yakni  Rp 300 miliar dalam pembangunan tol Medan-Tebingtinggi menjadi gebrakan inovatif dan signifikan, yang bakal mendongrak pamor bank ke kancah nasional bahkan internasional. Disebut sebagai gebrakan inovatif, karena setelah  berkecimpung di tataran lokal, Bank Sumut  yang sahamnya dimiliki stakeholder (pemegang saham) dari 33 kabupaten/kota, tercatat pertamakali mengepakkan sayap bisnisnya ke sektor infrastruktur, setelah  dianggap mumpuni mengurusi proyek-proyek yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut.

 

Selanjutnya, disebut signifikan, karena Bank Sumut jeli mencermati situasi yang berkembang, di tengah tingginya ekspektasi konsumen, sehingga selain aktifitas layanan rutin perbankan, dibutuhkan satu lompatan besar yang memberi arti dari sisi perluasan bisnis. Torehen yang patut diacungi jempol ini akan memupus anggapan klasik bahwa perbankan adalah industri yang kaku karena terbentur sistem dan regulasi yang ketat.

 

Kehadiran Bank Sumut yang sudah berstatus perseroan terbatas (PT) untuk membiayai proyek infrastruktur ini sejalan dengan tekad Sumut yang ingin menjadi provinsi berdaya saing menuju hidup sejahtera; dan meningkatkan kualitas standar hidup layak; kesetaraan dan keadilan. Provinsi berpenduduk 13 juta jiwa ini telah lama mendambakan sarana dan prasarana yang tak terbatas hanya antarkabupaten/kota, tetapi  menjauh hingga lintas provinsi di Sumatera. Selain itu, Sumut berada dalam zona strategis yang di bagian Utaranya berbatasan dengan Provinsi Aceh dan Selat Malaka; Selatan dengan Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Samudera Indonesia; Barat  dengan Provinsi Aceh dan Samudera Indonesia; dan Timur yang berbatasan dengan Selat Malaka.

Sadar dengan misinya sebagai institusi perbankan yang dulunya bernama bank pembangunan daerah Sumut yang kemudian berganti menjadi Bank Sumut, pembiayaan di sector infrastruktur tampaknya perlu jadi salahsatu andalan ke depan, khususnya untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh kabupaten/kota. Alasannya, dari sisi asumsi bahwa pengembalian pinjaman dalam bentuk bunga utang berskala besar tentu saja melampaui reimbursement  (pembayaran kembali) kucuran kredit mikro, yang secara langsung tentu saja akan melejitkan performa raihan (achievement), khususnya pendapatan bank di masa kini dan akan datang.

 

Dengan meraih berbagai penghargaan di tingkat provinsi maupun nasional, Bank Sumut yang saat ini  masuk ke dalam urutan lima besar Bank Pembangunan Daerah (BPD) di tingkat nasional, dan peringkat pertama di Pulau Sumatera tidak boleh hanya berhenti pada tol Medan-Tebingtinggi. Namun perlu juga dicatat, ekspansi ini tidaklah dimaksudkan sebagai pengalihan penyaluran dana mikro, seperti penyaluran kredit untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan lain-lain, tetapi lebih didasari kiprah dalam pembangunan yang turut menjadi perhatian.

 

PROYEK BESAR MENUNGGU

 

Tahun 2018, proyek berskala besar menunggu bahkan sudah di ambang pintu. Itu karena pemerintah RI kembali mengucurkan dana lebih  besar untuk pembangunan infrastruktur sebagai upaya semakin mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Pembangunan infrastruktur secara konsisten memang menjadi fokus pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Dari data yang penulis peroleh, besaran anggaran infrastruktur tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp409 triliun yang terdiri atas infrastruktur ekonomi sebesar Rp395,1 triliun, infrastruktur sosial Rp9 triliun dan dukungan infrastruktur Rp4,9 triliun.

 

Peningkatan anggaran tersebut secara umum disebabkan antara lain oleh peningkatan alokasi pada Kementerian/Lembaga (K/L) bidang infrastruktur, Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Infrastruktur, dan investasi pemerintah untuk infrastruktur.

 

Jika dilihat lebih rinci, tercatat pemerintah menganggarkan anggaran sebesar Rp161,2 triliun dalam RAPBN 2018 untuk belanja sejumlah Kementerian dan Lembaga yang bergerak khusus di bidang infrastruktur. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapat jatah anggaran paling besar, yakni hingga Rp104,2 triliun – naik 2,6 persen dari anggaran APBNP 2017. Sementara Kementerian Perhubungan dialokasikan anggaran sebesar Rp44,2 triliun – naik 8,3 persen dari APBNP 2017, yang tercatat sebesar Rp40,8 triliun.

 

“Kue” yang dibagi untuk pemerintah Provinsi Sumut jelas tidak sedikit. Pemerintah Presiden Jokowi memberi perhatian khusus untuk provinsi ini. Sebab, pergantian tahun depan, Pemerintah Sumut memfokuskan diri pada 10 program prioritas nasional,  termasuk pariwisata, infrastruktur, konektivitas, kemaritiman, dan pembangunan wilayah. Dari 10 program andalan itu, sektor pariwisata diusulkan menjadi prioritas utama, yakni pengembangan  kawasan Danau Toba.  Program ini nantinya akan disenergiskan dengan program nasional. Salahsatu di antaranya  peningkatan infrastruktur dan pengembangan kawasan wilayah mendukung daya saing perekonomian.

 

Tidak dapat dipungkiri lagi, perkembangan kepariwisataan di masa mendatang jelas membutuhkan infrastruktur jalan yang terukur dan handal. Sudah dapat dipastikan, siapa saja yang ingin berkunjung ke Danau Toba, misalnya, jelas merindukan sarana laut, darat, udara yang terintegrasi, dengan kecepatan waktu terukur dan efisien. Tak kalah serunya, dampak ikutan untuk berbisnis pun akan menyertainya.

 

Untuk mengejar target dan mengurus sarana dan prasarana terkoneksi dari semua aspek termasuk, pemerintah Indonesia sepakat menjadwalkan percepatan pembangunannya. Itu tercermin dari Memorandum of Understanding  (MoU) yang ditanda­tangani oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M Soemarno, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan A Djalil, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat M Basuki Hadimoeljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Jaksa Agung Republik Indonesia HM Prasetyo, Gubsu H T Erry Nuradi dan Walikota Medan

 

Nota kesefahaman tentang pembangunan infrastruktur dan penataan aset (Badan Usaha Milik Negara) menjadi celah bagi perbankan daerah di Medan untuk berperan aktif memberikan dukungan dalam berbagai bentuk, termasuk pengucuran kredit. Butir kesepakatan yang dibuhul itu diharapkan jadi  landasan bagi para pihak, termasuk kalangan perbankan untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur dan penataan aset BUMN sesuai dengan kewenangan, tugas pokok dan fungsi para pihak, dengan memperhatikan peraturan perundangundangan dan prinsip-prinsip tata pemerintahan/tata kelola perusahaan yang baik.

 

GENCAR EKSPANSI DAN BANTUAN MODAL

 

Kehadiran infrasktur terintegrasi penjunjang ekonomi yang sudah dibangun di jalur darat, laut dan udara di Sumatera Utara sudah selayaknya jadi andalan bagi Bank Sumut gencar berekspansi untuk meningkatkan daya asing. Daya saing ini selain menjadi kunci dalam mempertahankan, juga meningkatkan ekonomi. Bayangkan, jika tidak ada infrastruktur transportasi, daya saing menjadi rendah lantaran mahalnya biaya transportasi, lamanya masa tunggu barang di pelabuhan, kemacetan lalu lintas, dan permasalahan lainnya, sehingga memberatkan dunia usaha.

 

Sebaliknya, daya saing akan tumbuh bila infrastruktur transportasi sudah tersedia dan menjadi competiveness (persaingan) yang kuat dengan daerah-daerah lain. Saat ini, hampir semua orang menginginkan segalanya serba cepat, ringkas, efisien dan terukur. Itu berarti, penyingkatan jarak dan waktu untuk mengejar pembangunan menjadi taruhan yang amat menentukan output  (keberhasilan) dari input (infrastruktur) yang sudah ada.

 

Saat ini, kita juga patut memberi apresiasi bahwa selain memberikan kemudahan kepada nasabah melalui berbagai layanan, selain berandil di pembangunan tol Medan-Tebingtinggi, di bidang dukungan infrastruktur Bank Sumut, sudah menerbitkan 5.000 kartu elektronik tol (e-toll) untuk pembayaran di seluruh jalan tol di Indonesia. Meski bekerja sama dan bersinergi dengan bank swasta melalui prinsip  co-branding untuk menerbitkan e-toll dalam rangka memenuhi kebutuhan nasabahnya, upaya ini dapat memberikan kemudahan nasabah bank Sumut menggunakan jalan tol yang kini tidak dapat lagi menggunakan uang tunai. Kesepakatan kerjasama ini sudah diteken pada Oktober 2017 lalu.

 

Selain kartu e-toll, tahun depan Bank Sumut juga mengincar proyek infrastruktur, antaralain kredit untuk proyek jalan tol di Sumatra Selatan, dan pembiayaan untuk para kontraktor lokal pada proyek tol Kuala Tanjung-Tebing-Siantar-Parapat di Sumatra Utara pada tahun 2018.

 

Namun upaya ini tidaklah dengan serta merta dapat teralisasi jika tidak didukung dengan suntikan modal dari pemerintah. Jika pemerintah concern dengan pembangunan infrastruktur, maka sudah selayaknya kucuran bantuan dalam jumlah besar perlu diberikan kepada Bank Sumut untuk dikelola dan dapat meningkatkan kinerja bank tersebut.

 

Keseriusan Pemerintah Sumut perlu diwujudkan karena Bank Sumut sudah tidak perlu diragukan lagi dan teruji dalam menghadapi krisis di tingkat nasional maupun daerah. Bahkan seabrek prestasi yang sangat membanggakan telah terukir tahun 2017 ini, setelah Bank Sumut berhasil mencetak laba tertinggi sejak didirikan 56 tahun silam.

 

Meski direngkuh di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global tahun 2016, Bank Sumut meraup  laba bersih tertinggi dan memecahkan rekor sebesar Rp584,5 miliar tahun 2016 dibanding tahun 2014-2015 berkisar Rp465 miliar, dan 2013 mencapai Rp531 miliar. Adapun untuk aset Bank Sumut tahun 2015 meningkat sebesar 8,45 persen yang semula sebesar Rp24,1 miliar pada tahun 2016 menjadi sebesar Rp26,1 miliar. Peningkatan aset ini didorong oleh kenaikan kredit serta dana pihak ketiga yang tercatat sebesar Rp20,8 miliar atau tumbuh 6,94 persen dari tahun sebelumnya.

Dari sisi penyaluran kredit untuk segmen konvensional tahun 2016 mencapai Rp17,1 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 4,99 persen dari tahun 2015. Begitu juga dengan rasio keuangan lainnya mengalami pertumbuhan yang baik. Untuk return on asset (ROA) tahun 2016 mencapai 2,74 persen dari sebelumnya 2,31 persen. Selanjutnya, return on equity (ROE) tahun 2016 mencapai 24,84 persen dari sebelumnya 23,90 persen.

 

Sementara Net Interest Margin (NIM) meningkat dari sebelumnya 7,26 persen menjadi 7,89 persen dan terjadi efisiensi pada biaya operasional pendapatan opersional (BOPO), yang menurun dari 82,16 persen di tahun 2015 menjadi sebesar 79,54 persen. Selain itu, angka kredit macet (NPL) juga menunjukkan perbaikan, yakni menurun dari sebelumnya sebesar 5,00 persen di tahun 2015 menjadi 4,70 persen di tahun 2016.

 

Dengan segala pencapaian itu, maka tidak diragukan lagi kiprah Bank Sumut berada di garda terdepan dan tetap mengacu pada program prorakyat dan mendukung pemerintah. Dengan begitu besarnya prospek dan potensi dari sektor infrastruktur, maka sudah saatnya pemerintah Provinsi bangkit untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

 

Bahkan, selain berkordinasi dengan pemerintah pusat untuk mensinergiskan proyek nasional yang akan dibangun di Sumut, Pemprov Sumut dan Bank Sumut serta para stakeholder  perlu menggagas langkah berani, terukur dan tetap mengedepankan aspek kehati-hatian, yakni salahsatu di antaranya nanti menjadi pengucur kredit tunggal (nonsyndication loan). Saat ini, harus diakui, dalam mengucurkan bantuan modal yang diberikan dalam pembangunan infrastruktur dan pendukungnya, Bank Sumut menjalin kemitraan, baik dalam bentuk co-branding (aliansi antara dua merek yang saling menguntungkan, baik kognitif, emosional maupun perilaku) dan dan  loan syndication (pinjaman atau kredit yang diberikan secara bersama oleh lebih dari satu bank kepada debitur tertentu.

 

Khusus untuk loan syndication  memang diberikan secara sindikasi berupa kredit investasi ataupun kredit modal kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/23/DPD tertanggal 8 Juli 2005. Namun ke depan, perlu dijajaki langkah-langkah progresif yang memungkinkan Bank Sumut  berperan lebih bahkan bermain tunggal dengan tidak melibatkan pihak lain.

 

Kenapa harus tanpa sindikasi atau melibatkan berbagai bank?  Perlu diingat, Presiden Joko Widowo sangat memberikan perhatian khusus untuk pembangunan infrastruktur di Sumut dengan mengguyur dana belasan triliun rupiah. Presiden juga sudah lebih dari 4 kali berkunjung ke Sumatera Utara, yang melebihi frekuensi kunjungan Kepala Negara sebelumnya di luar Pulau Jawa dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Nah, kenapa kita tidak tertantang untuk membuat terobosan? (Partono Budy)

 

 

*Penulis adalah wartawan mediaonline Kanalmedan.com, dan tulisan disertakan dalam lomba Kompetisi Reportasi Interpretatif Bank Sumut Tahun 2017

Print Friendly