Benarkah Medan Kota tidak Aman ?

Shohibul Anshor Siregar 1KANALMEDAN – Medan bukan kota yang aman. Setidaknya itu hasil penelitian dari Indonesia Research Centre (IRC) tahun 2013. Setelah itu, diikuti dengan Samarinda, Palembang, Makasar, Jakarta dan Bandar Lampung.

Indikator tidak amannya kota Medan itu didapat dari hasil polling yang menunjukkanbahwa mayoritas warga di Medan bukan lah sebuah kota yang mampu mewujudkan rasa aman bagi warganya. Karena warga yang merasa tidak aman lebih tinggi. Sebab, sesuai hasil polling, skor yang diperoleh minus 3,2 persen atau setara dengan 51,6 persen banding 48,4 persen.

Kendati itu data survey beberapa tahun silam, akan tetapi sepertinya tidak terbantahkan dengan kondisi keamanan kota Medan belakangan ini. Sebab, dalam sebulan terakhir, sedikitnya dua korban perampokan meninggal dunia di tangan pelakunya. Jika itu menjadi kerangka acuan, maka tepat lah kota Medan diberi label kota tidak aman.

Namun, lebih dari itu, menanggapi hal tersebut,  akademisi sosial politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar angkat bicara. “Kita hormati upaya para peneliti itu yang berhasil mengumpul data atas konstruk atau konsep tertentu hingga mereka bisa merangking tingkat keamanan kota – kota di Indonesia. Usaha seperti itu sudah lama dilakukan oleh pihak – pihak lain,” ujar Shohib di Medan, Minggu, (8/10/2017) malam sekira pukul 21.30 WIB.

Begitupun, Shohib mengatakan, dirinya sangat menyayangkan kurangnya informasi terkait metode survey yang menyebutkan kota Medan tidak aman. “Sayangnya kita tidak beroleh informasi  tentang metode yang digunakan dalam survey yang menyebutkan ibukota provinsi Sumut ini tidak aman,” kata koordinator umum Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBasis) ini.

Dalam kaitan itu, Shohib menambahkan, dari segi investasi untuk keamanan, orang Medan cukup tinggi. “Lihat, hampir setiap rumah punya pagar,” tambah ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah priode 1986 – 1988 ini.

Akan tetapi, ketrika ditanya apakah dirinya percaya kota Medan merupakan kota yang tidak aman, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumut ini menegaskan  itu paradoks. “Tidak begitu gairah aktivitas lingkungan berjaga – jaga. Artinya, ada opini yang berkembang tentang kerawanan di kota Medan yang rakyatnya merasa tidak demikian,” tegasnya.

Selain itu, Shohib menyebutkan, penelitian tahun 2013 sangat tidak terandalkan untuk  melukiskan kondisi hari ini. “Mestinya pihak kepolisian memberi data, apakah benar ada peningkatan kriminal dan apa – apa saja jenisnya,” sebut Shohib mengakhiri.

Sebagaimana diketahui, hasil research IRC sangat bertolak belakang dengan data yang dirilis di laman  https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/12/27/10-provinsi-paling-rawan-kriminal-di-indonesia yang dirilis per Desember 2016. Pada laman itu disebutkan bahwa Sulawesi Utara mencatat tingkat risiko terkena kejahatan tertinggi, yakni 328 (setiap 100.000 penduduk diperkirakan sebanyak 328 orang berisiko terkena tindak kejahatan), disusul oleh Polda Sulawesi Tengah (317) dan Sumatera Barat (317). Angka tersebut merupakan jumlah orang yang berisiko terkena tindak kejahatan (crime rate) setiap 100.000 penduduk. Semakin tinggi angka kriminalitas menunjukkan semakin banyak tindak kejahatan pada masyarakat yang merupakan indikasi bahwa masyarakat merasa semakin tidak aman.

Risiko penduduk terkena kejahatan (crime rate) selama periode 2013-2015 mengalami naik-turun. Jumlah orang yang berisiko terkena tindak kejahatan (crime rate) setiap 100 ribu penduduk diperkirakan sebanyak 140 orang pada 2013, sebanyak 131 orang pada 2014, dan 140 orang pada  2015. Namun demikian, jumlah penduduk yang menjadi korban kejahatan terus meningkat. Setelah pada 2013 tercatat 2,43 juta orang, meningkat menjadi sekitar 2,66 juta orang di tahun 2014 dan menjadi sekitar 2,64 juta orang di tahun 2015. (Adek)

Print Friendly