Jannah Simatupang, Pengawas Madrasah Bermental Baja

BERLAYAR : Hj Jannah Simatupang MA harus menggunakan sampan, menuju madradah binaan di salah satu desa terpencil di kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. (Kanalmedan/Sormin)
BERLAYAR : Hj Jannah Simatupang MA harus menggunakan sampan, menuju madrasah binaan di salah satu desa terpencil di kecamatan Labuhandeli Kabupaten Deliserdang. (Kanalmedan/Sormin)

KANALMEDAN – Kendati usianya sudah lebih setengah abad, namun semangat kinerja dan semangat juangnya tak pernah kendor.

Dia adalah Hj.Nurjannah Simatupang MA, salah seorang pengawas  madrasah di lingkungan Kemenag Kabupaten Deliserdang. Wanita paruh baya ini, oleh rekan-rekan seprofesi dijuluki sebagai pengawas bermental baja.

Julukan itu disematkan kepadanya, karena dalam melaksanakan tugasnya, dia mempertaruhkan nyawa menghadapi arus laut dan cuaca ekstrim.

Maklum, untuk dapat tiba di madrasah binaannya, wanita ini harus berjibaku menaiki sampan, perahu atau boat. Dia menempuh perjanalan darat dan laut, demi pengabdian terhadap tugas.

Tidak pula ada terbesit kejenuhan dan penyesalan di raut wajahnya. Tugas itu dilaksanakannya dengan ikhlas.

Dalam  melaksanakan rutinitas aktifitas sebagai pengawas madrasah  tingkat MI (Madrasah Ibtidaiyah) di beberapa desa kemenag Deliserdang, dia  tetap  bersemangat tinggi.

Itu ia lakukan di samping untuk menunaikan amanah sebagai Aparatur Sipil Negara, juga sebagai bentuk tanggungjawab moral  terhadap masa  depan anak-anak madrasah. Ya, dalam hal penguatan karakter dan  penguasaan imtaq ( iman Taqwa) serta iptek (ilmu pengetahuan teknologi) lewat proses  pembelajaran di madrasah.

Hj Jannah Simatupang MA, begitu nama lengkapnya, seringkali terpaksa harus menginap di tempat tugas karena jarak tempuh dari rumahnya di Medan, ke  madrasah binaannya menempuh perjalan cukup jauh dan melelahkan tentunya.

Bagi Jannah, walau tempat tugas cukup jauh dari rumahnya dan harus dikunjungi tiap bulannya, ia tidak pernah mengeluh karena itu adalah suatu keputusan pimpinanan yang harus diterima dan dijalani  dengan iklas dan lapang dada.

Salah satu tempat madrasah binaannya tersebut yaitu di desa Karang Gading dan desa Perupuk Kecamatan Labuhandeli,  Kabupaten Deliserdang.

Menurutnya, untuk bisa sampai ke Madrasah binaannya tersebut tidak cukup hanya  dengan perjalanan darat, tetapi juga harus menaiki perahu atau bot dengan waktu tempuh sekitar 45 menit perjalanan.

“Kalau saya melaksanakan tugas ke salah satu madrasah binaan di kecamatan Labuhandeli, saya harus menginap di rumah kepala madrasah di lingkungan madrasah tersebut, karena tidak memungkinkan pulang sore hari”, kata perempuan paro baya ini.

Madrasah lainnya adalah MIS Peduli Umat di Kecamatan STM Hulu Kabupaten Deliserdang.

Kondisi ini sudah seharusnya menjadi perhatian Kemenag Deliserdang dalam penetapan dan pembagian tugas seorang pengawas. Apalagi pengawas itu perempuan yang sudah berusua di atas lima puluh tahun, layak menjadi kajian para pembuat kebijakan kemenag Deliserdang.

Dari 22 Madrasah Ibtidaiyah yang menjadi binaan Jannah, terdiri dari beberapa kecamatan yang ada di  Deliserdang.

Begitupun, Jannah tetap setia berkunjung dari satu madrasah ke madrasah lainnya sebulan sekali untuk melaksanakan 8 standar tugas pengawas. Di antaranya standar isi, standar pembiayaan, standar penilaian, standar kompetensi kelulusan dan Proses Belajar Mengajar.

Dalam setiap kunjungannya ke salah satu dari 22 madrasah tersebut, pengawas perempuan yang sudah lama ditinggal mati suami ini, selalu berkoordinasi dan komunikasi dengan satuan kependidikan dan stakehokder guna mewujudkan motto madrasah ” Lebih baik madrasah dan madrasah lebih baik”. Bukan hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas out put madrasah itu sendiri, sehingga bisa berkompetisi di persaingan global dengan mengedepankan Imtaq dan Iptek.

Data diperoleh, jumlah madrasah ibtidaiyah baik negeri dan swasta Kemenag Deliserdang lebih dari 150 madrasah dan diawasi hanya tujuh  orang pengawas, suatu jumlah yang tak rasional. (Sormin)

Print Friendly