Cari Akarnya, bukan Provokatornya

ADA – ADA  saja oknum penegak hukum di negeri ini. Dalam menangani masalah hukum, maunya gampang saja. Kelakuan lama tak berubah juga, ingin jalan pintas. Tak mau repot.

Dalam kasus rusuh bernuansa SARA di kota Tanungbalai, misalnya. Aparat kita lebih mengejar siapa provokator, siapa  yang ikut membakar, siapa yang tekekam di CCTV. Aparat kita bukan mengejar apa akar masalah, yang menjadi menyulut rusuh berbau SARA itu.

Saya khawatir akan muncul rusuh susulan, jika yang diutamakan hanya mengejar dan menjerat orang-orang yang ikut membakar dan menjarah. Maunya, perempuan warga Tionghoa bernama Meliana (41)  yang protes kepada  Nazir Almakshum yang ada di Jalan Karya Kota Tanjungbalai, harus menjadi tersangka utama. Karena dialah, pemicu,  yang memancing kemarahan ummat.

Aparat  Polisi seharusnya mengintrogasi Meliana. Dia layak  jadi fokus utama mengyidikan. Dia harus ditahan dan diproses. Kelantamannya, arogansinya, kesombongannya, harus dikurangi dengan cara menahannya dibalik jeruji besi.

Tapi itulah masalahnya, maunya kita dengan maunya aparat pastilah beda. Mereka punya cara tersendiri yang harus dihormati juga. Banyak pertimbangan yang mereka miliki dalam menuntaskan kasus.

Saya hanya berharap, kita semua ambil hikmah dari kasus rusuh SARA di Tanjungbalai. Mulailah sadar, bahwa  ummat Islam itu bisa juga marah jika  diganggu. Ibarat Tawon, rela memberi madu kepada yang lain, tapi dapat menyengat jika diganggu.

Maka, kepada kawan-kawan saya etnis Tionghoa di Tanjungbalai, di Medan dan dimana saja, berubahlah sedikit saja. Kalaupun anda , punya beking kuat dari kalangan oknum, janganlah terlalu lantam. Kami tahu, anda bisa beli apa saja dengan uang anda. Nikmatilah bekingan mu itu, tapi jangan lantam.

Konplik itu, banyak akarnya. Keberanian  orang dari etnis tertentu meremehkan pribumi, jangan dianggap sepele. Tindakan     orang-orang  mata sipit yang sudah berani menampar  aparat  dan petugas berseragam , seperti sudah sering terjadi, jangan pula dianggap tak berdampak. Ini semua menjadi bahan bakar yang sewaktu-waktu  dapat membakar emosi.

Kepada oknum juga seharusnya introspeksi. Janganlah gara-gara sesuatu, kita pertaruhkan semuanya membela mereka. Ingatlah, ketika negeri ini  direbut dari penjajah Belanda dan Jepang, Kakek kita yang jadi korban. Kakek mereka waktu itu, belum di sini. Walau mereka kini yang menikmati kemerdekaan, tapi janganlah anda malah ikut menindas pribumi,saudaramu sendiri.

Kita sudah kompromistis dalam berbangsa dan bernegara. Juga dalam bertetangga, walau mereka tak mau kita tegur sapa dan selalu mengunci diri dibalik jeruji rumahnya. Tapi janganlah, mereka mentang-mentang. Sadarlah, sikap mentang-mentang ini, adalah salah satu akar masalah suatu konplik.***

Print Friendly